Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kinerja Dinilai Tak Produktif

Pengamat Politik Usulkan Fraksi di DPR Disederhanakan
Oleh : si
Minggu | 26-08-2012 | 17:38 WIB
Burhanuddin_Muqtadi.jpg Honda-Batam

Burhanuddin Mughtadi

JAKARTA, batamtoday - Peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muqhtadi mengatakan, DPR sebaiknya menyederhanakan jumlah fraksinya agar kinerjanya dalam membahas perundang-undangan bisa produktif.


Burhannuddin menilai keberadaan sembilan fraksi di DPR RI memang membuat suasana komplek parlemen menjadi ramai dengan sederet simbol-simbol partai. Namun banyaknya jumlah fraksi tidak berbanding lurus dengan kinerja DPR, terutama soal produktivitas perundang-undangan yang dikerjakan.

Keberadaan fraksi di DPR saat ini, katanya, sebaiknya dikaji ulang dan dipertimbangkan untuk membuat semacam rekayasa untuk menyederhanakan fraksi di DPR.

Tidak ada yang memiliki suara mayoritas dari 9 fraksi itu sering menimbulkan deadlock dalam menyelesaikan suatu kebijakan.

"Sederhanakan fraksi di DPR, agar tidak terjadi deadlock dan membuat urusan hajat hidup disandera untuk kepentingan fraksi. Perlu dipikirkan fraksi yang lebih sederhana, misalnya partai yang lolos PT (parliamentary threshold) tidak bisa serta merta bisa buat fraksi, ada syarat lagi yang lebih ketat," kata Burhanduddin di Jakarta, Minggu (26/8/2012).

Untuk itu, pengamat dangan spesialisasi sosiologi politik ini, menyarankan agar ke depannya, UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD) mempertimbangkan untuk membuat dua fraksi saja di DPR, yaitu fraksi oposisi dan fraksi koalisi.

Menurutnya, dengan melakukan penghapusan fraksi secara partai, anggota dewan tidak lagi tersandera oleh kepentingan parpol yang dilakukan melalui fraksi.

"Kalau cuma dua fraksi seperti itu, anggota dewan lebih bisa bersuara lantang, tidak membawa kepentingan partai tapi kepentingan rakyat di dapilnya. Dengan fraksi yang banyak dan tidak ada single majority, partai kecil punya daya tawar tinggi maka sering terjadi deadlock," kata pengamat politik Universitas Islam Negeri Jakarta ini.