Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dipo Alam, 'Harmoko' di Era Reformasi
Oleh : Tunggul Naibaho
Selasa | 22-02-2011 | 14:15 WIB

Batam, batamtoday - Apa mirip-miripnya Harmoko dengan Dipo Alam?

Keduanya sama-sama pejabat di lingkaran Istana. Harmoko adalah Menteri Penerangan selama tiga periode dalam era pemerintahan Presiden Suharto. Sedangkan Dipo Alam adalah Menteri Sekretaris Kabinet pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Apanya lagi yang mirip?
Wajahnya mungkin, wajahnya relatif mirip, sepintas mirip.

Lalu hal apa lagi yang membuat kemiripan keduanya pantas disandingkan?

Pada masa pemerintahan Suharto, Harmoko selalu tampil di televisi, ketika itu masih satu stasiun TVRI, dan baru belakangan hadir RCTI dan SCTV.

Harmoko selaku Menteri Penerangan sekaligus menjadi juru bicara pemerintah, setiap hari selalu tampil di layar televisi dan media cetak.

Pada era Orde Baru, tidak ada hari tanpa Harmoko. Harmoko selalu tampil segar dan selalu menyampaikan berita-berita yang baik mengenai kesuksesan pemerintah di bidang pembangunan dan juga soal pertumbuhan ekonomi.

Harmoko selalu mampu menyeragamkan materi pemberitaan, terutama media cetak, karena media televisi, yakni TVRI, relatif berada di bawah kontrol Harmoko selaku Menteri Penerangan.

Pada masa-masa tahun 1990-an kritisme mulai timbul lagi, sehingga nama Harmoko menjadi akronim yang sangat populer ketika itu, harmoko,  hari-hari omong kosong.

Jika media terlalu kritis, maka ancamanaya adalah pembredelan dengan cara mencabut SIUPP (Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers).

Pada masa Harmoko menjadi Menteri Penerangan beberapa media mengalami pembredalan yaitu, Harian Sinar Harapan dan Prioritas, Mingguan TEMPO dan Editor, lalu Tabloid Monitor dan Detik.

Dipo Alam, sebagai Menteri Sekretaris Kabinet memang tidak mengurusi media, namun demikian, sebagai Sekretari Kabinet maka hampir tidak mungkin dia tidak mengamati pemberitaan media.

Dan beberapa hari belakangan ini nama Dipo Alam dikait-kaitkan dengan kebebasan pers. Hal itu sebab ucapan Dipo kepada media disela-sela Rapat Kerja Penyusunan Rencana Induk 2025 yang dipimpin Presiden SBY di Istana Bogor, Senin 21 Februari 2011

"Pokoknya, saya katakan, kalo mereka (media) tiap menit menjelekkan terus, tidak usah pasang (iklan). Saya akan hadapi itu. Toh, yang punya uang itu pemerintah. Enggak usah pasang iklan di situ dan juga sekarang orang yang di-interview dalam prime time tidak usah datang," tutur Dipo ketika itu.

Meski tidak menyebut langsung, namun diduga kuat media yang dimaksud adalah TV One, Metro TV dan Media Indonesia.

TV One adalah stasiun TV milik Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie, sedangkan Metro TV dan Media Indonesia adalah TV dan Koran milik Surya Paloh, yang juga adalah Ketua Umum Ormas Nasional Demokrat (Nasdem).

Kecaman

Pernyataan Dipo Alam segera menuai kritik, baik dari pengamat politik maupun para politisi di Senayan.

Tjahjo Kumolo menilai, Dipo telah bersikap antidemokrasi, karena memang menjadi tugas media untuk berperan sebagai kontrol sosial.

"Biarkan masyarakat yang menilai. Media bukan corong pemerintah," ujar Sekjen PDIP ini,

Kritik juga disampaikan pengamat politik Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanuddin Muhtadi, menurutnya, sikap antagonis Sekertaris Kabinet Dipo Alam terhadap media massa, dinilai salah dan kontroversial.

"Kalau ada media yang tidak proporsional, saya rasa masyarakat yang akan menilai, masyarakat punya akal sehat," ujarnya Burhanuddin.

Pernyataan Dipo dinilai terlalu kontroversial, dan hal itu hanya akan merugikan pemerintah," kata Burhanuddin.

Meski demikian, Dipo Alam tidak gentar dengan sikap yang telah diambilnya, dan dirinya menyatakan siap jika dipanggil Dewan pers.

"Saya tidak melakukan pembredelan," kata dia membantah kepada pers.

Dipo menyatakan hanya akan menyetop iklan dan informasi kepada media-media yang dinilai terlampau kritis.

Soal Iklanya mungkin tidak apa-apa, tetapi membatasi informasi adalah sejenis pembredelan media juga. Dan salah-salah Dipo bisa diajukan ke meja hijau karena melanggar UU tentang Keterbukaan Informasi.

Dipo Alam, memang mirip-mirip dengan Harmoko.