Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Masyarakat yang Tidak Setuju Pengesahan RKUHP Jadi UU Bisa Ajukan Gugatan ke MK
Oleh : Irawan
Selasa | 06-12-2022 | 15:48 WIB
rkuhp_yasonna_b.jpg Honda-Batam
Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang dalam rapat Paripurna yang digelar di kompleks parlemen, Selasa (6/12/2022) (Foto: DPR)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - DPR dan pemerintah meminta mengatakan masyarakat yang tidak setuju terhadap Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) bisa mengajukan gugatan ("judicial review") ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPR Lodewijk F. Paulus dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly di Jakarta, Selasa (6/12/2022), menanggapi adanya protes dari berbagai kalangan menyusul pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sebagai Undang-Undang (UU) DPR dalam Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (6/12/2022).

Paulus mengatakan pihak yang tidak puas bisa menempuh langkah hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Kalau memang ada ketidakpuasan, tentunya ada langkah-langkah hukumnya bisa diambil. Katakan ke Mahkamah Konstitusi, dan ini kan prosesnya sudah sangat panjang ya," kata Paulus.

Menurut dia, pengesahan RKUHP ini sudah melalui proses pembahasan yang panjang hingga memakan waktu hingga 59 tahun, sehingga sudah waktunya untuk disahkan.

"Bayangkan 59 tahun kita berbudaya dan tertunda tertunda, tertunda. Sehingga, kalau dikatakan kurang sosialisasi, sebenarnya bahwa prosesnya sudah berjalan demikian panjang," jelasnya.

Lebih lanjut, Lodewijk juga menyampaikan UU KUHP yang baru saja disahkan ini, lebih sesuai dengan budaya dan hukum di Indonesia, dibandingkan dengan yang sebelumnya merupakan turunan dari kolonial Belanda.

"Kita punya undang-undang yang baru berdasarkan kondisi keindonesiaan, karena undang-undang yang kita anut selama ini adalah undang-undang yang masih menganut undang-undang yang disampaikan oleh Hindia-Belanda yang sudah demikian lama perjalanan panjang, atau mungkin sudah tujuh presiden yang melewati ini, kemudian 13 Menteri Hukum dan HAM yang menangani, termasuk sudah ada yang meninggal Prof Muladi," ujarnya.

Hal senada disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan, RKUHP tidak mungkin disetujui 100 persen, pasti ada yang menolak dan tidak setuju.

Karena ity, jika masih ada yang menolak dipersilahkan mengajukan gugatan ke MK. "RUU KUHP tidak mungkin disetujui 100 persen. Kalau masih ada yang tidak setuju, maka dipersilakan melayangkan gugatan ke MK," kata Yasonna.

Menurut dia, pasal-pasal yang dianggap kontroversial dan bisa memicu ketidakpuasan bagi sebagian kelompok masyarakat harus disampaikan melalui mekanisme yang benar.

Yasonna mengakui penyusunan RUU KUHP tidak selalu mulus. Pemerintah dan DPR RI sempat dihadapkan dengan pasal-pasal yang dianggap kontroversial di antaranya pasal penghinaan Presiden, pidana kumpul kebo, pidana santet, vandalisme, hingga penyebaran ajaran komunis.

Namun, Menkumham berusaha meyakinkan masyarakat bahwa pasal-pasal dimaksud telah melalui kajian berulang secara mendalam.

Ia mengatakan KUHP yang baru saja disahkan telah melalui pembahasan secara transparan, teliti dan partisipatif. Pemerintah bersama DPR RI mengakomodasi berbagai masukan serta gagasan dari publik.

"RUU KUHP sudah disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan, seluruh penjuru Indonesia," kata dia.

Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa menyetujui RUU KUHP disahkan menjadi undang-undang. "Apakah RUU KUHP dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang," kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dalam Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/12/2022).

Setelah itu, seluruh anggota DPR RI yang hadir menyetujui RUU KUHP untuk disahkan menjadi undang-undang, meskipun sempat diwarnai aksi interupsi dari Anggota DPR dari Fraksi PKS.

Editor: Surya