Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR akan Gunakan Usul Inisiatif Revisi UU LPSK
Oleh : si
Minggu | 12-08-2012 | 10:53 WIB
Priyo-Budi-Santoso.jpg Honda-Batam

Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso

JAKARTA, batamtoday - Berlarut-larutnya proses revisi Undang-undang nomor 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban mendapat perhatian Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso.

 

Ia menekankan apabila pemerintah tidak dapat menyelesaikan draf revisi pada waktunya, DPR dalam posisi siap mengambil alih.

“Saya pahami beratnya tugas Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sebagai pengemban amanat UU PSK sementara kewenangannya terbatas. Saya siap mendukung apabila revisi itu dilakukan lewat usul inisiatif DPR,” kata Priyo saat menerima Ketua LPSK Abdul Haris Samendawai seperti dikutip dari laman dpr.go.id di Jakarta kemarin.

Menurut Priyo, revisi UU bisa dilakukan pemerintah dan usul inisiatif DPR. Jika pemerintah menunda-nunda usulan revisi UU LPSK, maka DPR akan menggunakan hak inisiatifnya untuk merevisi UU tersebut, dengan catatan ada permintaan dari LPSK. 

Sedangkan Anggota Komisi III Ahmad Yani yang mendampingi Wakil Ketua DPR bidang Korpolkam Priyo Budi Santoso saat menerima Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, menyayangkan lamanya pembahasan draf revisi RUU LPSK di pemerintah. Kasus ini juga terjadi pada RUU KUHAP yang sudah belasan tahun mandeg tidak kunjung diusulkan ke DPR.

“Ini persoalan sudah lama sebenarnya, banyak RUU terhambat karena ampres belum disampaikan. RUU KUHAP yang sangat dinantikan bangsa ini juga demikian. Kita di Baleg sudah siap mengambil langkah revolusioner menjadikannya usul inisiatif DPR,” kata Ahmad Yani. 

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam penjelasannya memaparkan meningkatnya kasus pidana membuat semakin banyak saksi dan korban yang harus dilindungi. Sebagian adalah pelapor yang siap menjadi Justice Collaborator dan Whistle Blower mengungkap tindak pidana yang mereka ketahui. Untuk melakukan langkah perlindungan LPSK seharusnya mempunyai satuan pengamanan sendiri. Pilihannya saat ini adalah meminta bantuan petugas kepolisian.

“Petugas yang diperbantukan kepolisian itu berganti-ganti sehingga mempengaruhi efektifitas pengamanan yang terkadang bersifat rahasia. Kita belajar dari Amerika yang mempunyai US Marshall, mereka sebagian polisi atau petugas yang dilatih polisi tetapi bekerja penuh untuk LPSK-nya Amerika,” jelasnya.

Kewenangan lain yang perlu diperkuat lewat revisi adalah keputusan LPSK untuk melindungi saksi atau korban yang seharusnya wajib dilaksanakan oleh instansi terkait, namun pada prakteknya tidak demikian. Hal lain adalah status kesekjenan yang hanya setingkat pejabat eselon II. Konsekuensinya masalah anggaran dan kepegawaian tidak dapat dikelola sendiri, yakni harus melalui Setneg. Lalu, pertanggungjawaban kinerja di DPR pun dilakukan pada 2 komisi, bidang administrasi ke Komisi II dan Komisi III terkait penegakan hukum.

“Memperhatikan tantangan pekerjaan kita harapkan revisi dapat tuntas tahun 2013. Apabila pembahasan draf di pemerintah masih mandeg kita akan serahkan ke DPR. Ini bukan persoalan enak tak enak,  karena itukan perasaan. Tetapi ini persoalan proteksi saksi korban yang begitu banyak dan perlindungan tidak bisa optimal karena berbagai kendala tadi,” demikian Haris.