Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bamsoet Ingatkan Bangsa Indonesia Tidak Boleh Jadi Bangsa Kuli Terus, Harus Mulai Berdikari
Oleh : Irawan
Kamis | 18-08-2022 | 14:46 WIB
peringatan_hari_komnstitusi_b.jpg Honda-Batam
Peringatan Hari Konstitusi Tahun 2022 di Gedung Nisantara IV, Senayan, Jakarta (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) memberi tahu bahwa bangsa Indonesia tidak boleh menjadi 'bangsa kuli'.

Bamsoet juga mengutip ucapan Presiden Soekarno yang sering digaungkan tentang berdiri di atas kaki sendiri atau 'berdikari'.

Hal itu ia sampaikan melalui pidatonya pada peringatan Hari Konstitusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/8/2022).

"Sistem ekonomi Pancasila yang diwariskan pendiri bangsa, hanya bisa dijalankan secara penuh dan konsisten, bilamana Indonesia memiliki apa yang disebut Presiden Soekarno sebagai 'kemampuan untuk berdiri di atas kakinya sendiri' (berdikari)," kata Bamsoet.

"Presiden Soekarno berpesan, bangsa Indonesia jangan mau menjadi 'bangsa kuli' dan menjadi 'kuli' bangsa-bangsa lain," sambung dia.

Selain itu, Bamsoet juga mengungkit pesan Presiden Jokowi agar tidak boleh menjadi bangsa yang bermental inlander atau pribumi.

"Presiden Jokowi dalam suatu kesempatan pernah menyampaikan, kita tidak boleh menjadi bangsa yang masih bermental 'inlander' dan bersikap 'inferior' ketika berhadapan dengan bangsa lain," ucap Waketum Partai Golkar itu.

Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI) itu berpesan bahwa Indonesia tidak boleh menjual produk hasil negara industri-kapitalis.

"Tidak boleh hanya dijadikan sebagai 'pasar' untuk menjual produk-produk hasil industri negara-negara industri-kapitalis, serta sebagai tempat memutar kelebihan kapital dari negara-negara industri maju," ucapnya.

Dirinya juga menekankan, masyarakat perlu menjadi pelaku dalam pengembangan sistem ekonomi demi mencapai keadilan dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali.

"Paradigma ekonomi lama dengan prinsip asal mengimpor dengan harga murah, harus segera diakhiri. Karena terperangkap dalam prinsip itu, membuat kita kehilangan wahana meningkatkan kapabilitas belajar untuk mengolah dan mengembangkan nilai tambah potensi sumberdaya kita. Tanpa usaha menanam dan memproduksi sendiri, dengan penguasaan teknologi sendiri, kita akan terus mengalami ketergantungan," tukas dia.

Percepatan kemajuan ekonomi
Dalam kesempatan ini, Ketua MPR Bambang Soesatyo menyebut percepatan kemajuan perekonomian Indonesia masih perlu perbaikan memasuki usia negara yang ke-77.

Bamsoet menyinggung angka Gross Nasional Product (GNP) Indonesia yang kalah dari Korea Selatan, padahal kemerdekaan tanah air lebih dahulu dari negara Ginseng itu.

"Saat kita merdeka, tingkat GNP kami jauh lebih tinggi dari Korea Selatan. Namun, kali ini berbeda, tingkat percepatan kemajuan Korea Selatan yang kemerdekaannya hanya terpaut dua hari dengan Indonesia, sudah masuk kategori negara maju," katanya.

Ia mengaku sering mendengar Indonesia sulit untuk bangkit karena jumlah penduduk yang besar. Namun, narasi itu terbantahkan oleh China, yang hari ini sangat maju dengan penduduk besar.

Oleh karena itu, Bamsoet menganggap Indonesia memiliki seluruh persyaratan untuk menjadi negara maju karena populasi besar dan sumber daya alam melimpah.

"Potensi ekonomi maritim dan kelautan yang tidak terhingga, pemandangan alam yang indah, serta letak geografis yang strategis sebagai negara kepulauan yang menjadi jalur perdagangan dunia," ungkap dia.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menilai potensi Indonesia menjadi negara besar harus dimanfaatkan maksimal. Dengan cara mempertahankan warisan bangsa, menjadikan konstitusi sebagai landasan bagi kebangkitan ekonomi Indonesia, mau belajar, membuka diri, dan mengerti jalannya logika negara lain yang telah lebih cepat maju.

Menurut Bamsoet, sistem perekonomian Indonesia yang dirancang oleh para pendiri bangsa sangat baik untuk diterapkan demi kemajuan bangsa. Sebab, para pendiri tidak merancang sistem ekonomi kapitalis di Indonesia, yakni individu dan pasar menjadi dominan.

"Bukan pula sistem ekonomi sosialis, di mana negara menjadi dominan sebagai pelaku ekonomi. Sistem perekonomian kita adalah Ekonomi Pancasila, yakni pengelolaan ekonomi negara yang bersumber pada nilai-nilai yang mengedepankan religiusitas, humanitas, nasionalitas, demokrasi, dan keadilan sosial," ungkap Bamsoet.

Editor: Surya