Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kisah CPMI Ilegal Selamat dari Maut di Perairan Nongsa Batam
Oleh : Aldy
Sabtu | 25-06-2022 | 12:32 WIB
M-S-CPMI-selamat.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Dua dari 23 CMPI ilegal yang selamat dari musibah speeboat karam di Perairan Pulau Putri, Kecamatan Nongsa, Kota Batam pada Kamis (16/6/2022) lalu. (Foto: Aldy)

BATAMTODAY.COM, Batam - Kamis (16/6/2022) malam, menjadi malam terpahit yang pernah dialami M dan S, bersama 28 rekannya sesama CPMI ilegal asal Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), ditambah satu nahkoda dan satu ABK.

Di mana, speedboat bermesin dua 200 PK yang hendak menyeberangkan mereka ke Malaysia karam di perairan Pulau Putri, Kecamatan Nongsa, Kota Batam.

Speedboat itu karam setelah menabrak kayu laut. Padahal, kondisi air laut kala itu terbilang sangat tenang atau bisa dikatakan cuaca tenang.

"Speedboat yang kami tumpangi nabrak kayu, satu mesinnya pecah, kapal itu karam, kami kocar-kacir meyelematkan diri masing-masing," tutur M dan S, saat ditemui di Kantor BP2MI Pos Pelayanan Batam, Sabtu (25/6/2022).

Sebelum speedboat itu benar-benar karam, kata M, nahkoda dan ABK sempat menghubungi rekannya yang di darat untuk memberikan bantuan. Tak lama, speedboat ukuran kecil pun datang dan para CMPI ilegal itu naik ke speedboat kecil tersebut.

"Karena kami berdesakan mau naik ke speedboat kecil itu, kapalnya pun ikut karam. Dan, malam itu ada dua speedboat yang karam jadinya," ujar M.

Sekitar 30 menit mengapung di laut, kapal nelayan pun datang. Sebanyak 23 orang yang masih mendapat kesempatan untuk hidup dapat diselamatkan hingga ke bibir pantai, yang mereka tidak tahu lokasinya di mana. Sedangkan 7 orang lainnya hilang.

"Dari bibir pantai itu, kami kemudian dijemput kapal TNI AL dan dibawa ke Mako Lanal Batam," imbuhnya.

Adapun 30 CPMI ilegal asal Lombok ini, kata M dan S, terdiri dari 3 kelompok rekrutan. Sebelum Kamis malam dibawa ke bibir Pantai Nongsa, mereka terlebih dahulu diinapkan di tiga hotel berbeda, sesuai arahan yang merekrut.

"Sebelum diberangkatkan Kamis malam, saya diinapkan dulu di Hotel Politan. Di sana, yang diinapkan ada beberapa orang, tetapi tak ingat jumlah pastinya," kata M.

"Saya diinapkan di Hotel 99 bersama 8 orang lainnya dan sebagian lagi ada yang di Hotel Bali," sambung S.

Untuk sampai ke bibir Pantai Nongsa, sebelum naik ke speedbot maut itu, mereka dijemput menggunakan mobil box oleh orang yang mereka tidak kenal. "Sampai di bibir pantai, kami langsung disuru naik ke speedboat dan disusun seperti ikan asin. Dalam rombongan kami itu, ada satu perempuan. Perempuan ini berangkat bersama suaminya dan dua-duanya hilang dan belum ketemu," jelas M dan S.

Nah, untuk sampai ke Batam dan diselundupkan ke Malaysia, para CMPI ilegal ini ternyata membayar dengan uang yang cukup banyak, dari Rp 7,5 juta hingga Rp 13 juta per orang.

Mereka yang membayar Rp 7,5 juta, kata S, sebanyak 9 orang. Uang itu sebangai biaya transportasi ke Malaysia dan jaminan tak ditangkap Otoritas Malaysia.

"Dari Lombok sampai ke Batam, kami yang 9 orang pakai biaya sendiri. Setelah sampai di Batam baru bayar Rp 7,5 ke tekong yang namanya Jun," kata S.

Sementara M, mengaku membayar Rp 13 juta melalui saudaranya yang juga ikut dalam 30 CMPI ilegal itu. "Rp 13 juta itu biaya dari Lombok sampai ke Batam dan diberangkatkan ke Malaysia. Kebetulan saya bayar lewat saudara saya, karena dia yang kenal sama perekrut di Lombok. Sayangnya, saudara saya ini juga ikut hilang," ungkap M.

Dari pengalaman pahit yang mereka alami itu, baik M dan S, mengingatkan warga Indonesia, khususnya dari Lombok, untuk tidak tergiur menjadi CMPI ilegal. "Kalau tetap niat ingin kerja ke Malaysia, lebih baik lewat jalur resmi. Jangan mau lagi diiming-iming bisa lewat jalur tidak resmi. Nyawa taruhannya. Cukup kami yang menjadi korban," kata M dan S.

Editor: Gokli