Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kewenangan DPD RI Perlu Diperkuat sebagai Penyeimbang DPR, atau Dibubarkan Saja
Oleh : Irawan
Jumat | 03-06-2022 | 14:36 WIB
akbar_faisal_dpdb.jpg Honda-Batam
diskusi bertajuk 'Haluan Negara Tanpa Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945' yang digelar DPD RI (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Mantan politisi Partai Nasdem Akbar Faizal menegaskan, kewenangan DPD RI perlu diperkuat sebagai penyeimbang dari kekuatan perwakilan partai politik (parpol) di DPR RI.

Menurutnya, kalau kewenangan DPD tidak bisa diperkuat maka pilihannya adalah dibubarkan mengingat selama ini lembaga itu tidak memiliki kewenangan konstitusional legislasi yang utuh.

"Pilihannya ada dua, kalau DPD tidak diperkuat, dibubarkann saja," kata Akbar Faisal dalam diskusi bertajuk 'Haluan Negara Tanpa Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945' yang digelar Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Kamis (2/6/2022).

Turut jadi narasumber pada diskusi itu pakar hukum tata negara Fitra Arsil, Ketua Kelompok DPD RI di MPR Tamsil Linrung dan Fahira Idris dan mantan politisi Partai Hanura Djamal Aziz

Tapi kata Akbar Faizal, beruntung DPD RI saat ini dipimpin oleh AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Di tengah keterbatasan kewenangan DPD RI, LaNyalla tetap bersuara lantang menyuara aspirasi rakyat. Salah satunya soal presiden tiga periode.

Pembicara lainnya, pakar hukum tata negara Fitra Arsil menyoroti kewenangan MPR saat ini. Selain kewenangannya semakin kecil dan hanya bersifat sementara (ad hoc), MPR dinilainya belum bisa mewakili fungsi negarawan yang tidak lagi terlibat politik praktis.

Dengan kewenangan MPR yang semakin kecil itu menurut dia, menimbulkan banyak pertanyaan terkait besarnya anggaran yang digunakan, termasuk biaya protokoler yang menyertainya.

Apalagi saat ini lembaga MPR yang semakin kecil kewenangannya dinilai tidak efektif lagi dalam sistem ketatanegaraan mengingat tugas pokoknya hanya mengubah dan menetapkan undang-undang dasar serta melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR.

Hanya saja Fitra tidak secara tegas mengatakan apakah MPR perlu dibubarkan atau tidak mengingat tugasnya yang bersifat sementara. Apalagi fungsi melantik presiden, sebagaimana di negara lain, bisa dilakukan lembaga seperti Mahkamah Agung.

“MPR itu telah membunuh sendiri kewenangannya sejak terjadi amendemen,” ujarnya.

Karena itu dia berharap akan ada penataan kembali sistem kelembagan parlemen dengan memberi ruang bagi para negawarawan sebagaimana di Inggris yang dikenal dengan Majelis Tinggi atau House of Lords

Dengan demikian, ada anggota MPR yang tidak lagi memikirkan politik praktis seperti di Indonesia, tapi lebih berpikir soal kebangsaan dan gagasan besar.

Editor: Surya