Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kejari Batam Hentikan Tiga Perkara Tindak Pidana Jalur Restorative Justice
Oleh : Paskalis RH
Kamis | 28-04-2022 | 13:26 WIB
A-RESTORATIV-KEJARI-BATAM_jpg2.jpg Honda-Batam
Kajari Batam, Herlina Setyorini saat menyerahkan SKP2 kepada salah satu tersangka. (Foto: Paskalis RH)

BATAMTODAY.COM, Batam - Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam menghentikan penuntutan tiga perkara tindak pidana yang terjadi di Kota Batam melalui restorative justice (penghentian perkara di luar persidangan).

Penghentian penuntutan ini disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batam, Herlina Setyarini di, Kantor Kejari Batam, Rabu (27/4/2022).

"Penghentian penuntutan atas ketiga perkara ini berdasarkan restorative justice. Di mana, masing-masing pihak yang beperkara telah sepakat berdamai dan saling memaafkan," kata Herlina.

Menurut Kajari Batam, restorative justice yang dilakukan Kejari Batam terhadap ketiga perkara tersebut ditandai dengan penyerahan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif.

Adapun ketiga tersangka pelaku tindak pidana yang dihentikan penuntutannya, kata Herlina, adalah tersangka Kamaruddin Bin (Alm) Masalu, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76 C UU. RI. No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Selanjutanya, tersangka Jefrianto Aritha, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU. RI. No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan tersangka Ahmad Awalin Naja Bin M. Joni, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP Jo Pasal 53 KUHP.

"Penghentian penuntutan terhadap masing-masing perkara, berawal dari adanya kesepakatan antara korban dan tersangka untuk berdamai, agar perkara ini tidak dilanjutkan sampai ke persidangan," ujar Herlina.

Sementara Kepala Seksi Intelejen (Kasi Intel) Kejari Batam, Riki Saputra, mengatakan, sebelum menempuh upaya restorative justice, pihak kejaksaan sudah melakukan beberapa tahapan, antara lain mempertemukan kedua belah pihak dihadiri oleh tokoh masyarakat setempat.

"Setelah kami pelajari dan mengacu pada keadilan restorarif yang membolehkan, maka ketiga perkara itu dihentikan. Acuan pertama yang menjadi bahan pertimbangan adalah ancaman hukuman di bawah lima tahun. Terdakwa juga baru pertama kali melakukan tindak pidana artinya masih belum residivis atau belum pernah melakukan tindak pidana berulang-ulang," papar Riki.

Lebih lanjut, Riki tidak menjelaskan secara Eksplisit terkait kronologi terjadinya tindak pidana yang dilakukan ketiga tersangka. Namun, dia hanya menerangkan secara global bahwa tiga perkara diberhentikan melalui restorative justice.

"Jadi sebelum RJ tahapan telah dilalui secara berjenjang dengan mekanisme yang diatur dalam peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Surat Edaran JAM Piudm Nomor : 01/E/Ejp/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan keadilan restoratif," terang dia.

Riki pun berharap, dengan adanya Restorative justice tidak hanya menghentikan perkara semata, tetapi juga menggerakan para tersangka, korban dan masyarakat untuk berperan dalam menciptakan harmoni di masyarakat, dan membuat suasana sama seperti sebelum terjadinya tindak pidana.

"Inti dari Restorative Justice adalah mengembalikan suasana atau situasi dalam keadaan semula sebelum terjadinya tindak pidana," pungkasnya.

Editor: Dardani