Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Komisi III DPR-RI Minta Tinjau Ulang Kerjasama Penanganan Imigran
Oleh : Charles/Dodo
Rabu | 18-07-2012 | 12:01 WIB

TANJUNGPINANG, batamtoday - Komisi III DPR-RI mendesak pemerintah untuk memutuskan dan meninjau ulang kerja sama antara Indonesia dan Australia dalam hal penanganan imigran gelap karena dalam prakteknya, selain lebih sering merepotkan dan merugikan Indonesia. 


Pelaksanaan kerjasama penampungan sementara imigran gelap dalam menunggu status dari UNHCR itu, lebih banyak mendatangkan mudarat ketimbang manfaat dan cenderung merepotkan aparatur Indonesia.

Hal itu dikatakan ketua tim Komisi III DPR-RI, M. Nasir Djamil usai melakukan pertemuan dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Kepri, serta kunjungannya di Rumah Detensi imigrasi (Rudenim) pusat di Tanjungpinang, Selasa (18/7/2012) kemarin.

"Dalam waktu dekat ini, kami akan meminta pada pemerintah melalui repat bersama dengan kementerian Hukum dan HAM, agar kerja sama government to government penanganan imigran gelap yang masuk ke Indonesia dan Australia ini dapat ditinjau kembali, karena  aparat kita tidak mau hanya sibuk mengurusi imigran yang lari seperti ini," ujarnya menyikapi kaburnya sejumlah imigran dari Rudenim Tanjungpinang.

Dia juga menyebutkan kalau aparat Indonesia salah dalam memberlakukan para imigran, aparat keimigrasiaan dan Rudenim akan terkena sanksi. Hal ini tentunya jelas sangat disayangkan.

"Karena jika dilihat selama ini, memang Indonesia diberi uang untuk membangun tempat dan mengurus, tetapi Indonesia juga yang direpotkan dengan tingkah laku para imigran ini," ujarnya.          

Peninjuan atau revisi kembali kerja sama G to G antara Indonesia dan Australia juga dapat dilakukan, dengan cara mengaryakan para imigran dengan memanfaatkan tenaga mereka sambil menunggu status keimigrasian yang dilakukan UNHCR.

Hal yang sama juga dikatakan, anggota DPR-RI Ahmad Yani yang mengatakan dari data dan situasi yang diperoleh dari petugas Kanwil Hukum dan HAM serta Rudenim, dari sisi kebijakan memang tidak dapat diambil di daerah, karena penampungan dan keberadaan imigran gelap di Rudenim Tanjungpinang merupakan kewenangan pusat.

"Oleh karena itu, setelah melalui kunjungan kerja reses ini, kami akan meminta pada pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM agar dapat meninjau ulang tentang imigran gelap ini karena negara dan aparatur kita yang selalu dirugikan," kata Yani.

Yani juga mencibir, pintarnya Australia yang membangun pusat penampungan Rudenim di Indonesia. Sementara negara tersebut tenang, sedangkan aparat dan negara Indonesia direpotkan dengan mengurusi imigran gelap yang sebenarnya tujuannya ke Australia.

"Yang jelas hal ini harus ada kebijakan nasional, dan presiden dapat meninjau kembali kerja sama yang dilakukan, dengan menolak dan mengembalikan kembali imigran-imigran yang ditampung di Rudenim ke negara asalnya sesuai dengan aturan keimigrasian," ujarnya.        

Yani juga menekankan, agar pemerintah tegas terhadap Australia dan UNHCR, hingga Indoensia tidak dijadikan sebagai negara pembuangan imigran, yang siap menampung dan meladeni imigran-imigran gelap dengan hanya diberikan sumbangan maupun pembangunan gedung penampungan.

Terkait dengan tindakan, para imigran yang sering berbuat onar, percobaan bunuh diri, dan bahakan melarikan diri, politisi dari PPP ini, mengatakan, dengan status dan tekanan depresi yang mereka rasakan akibat lamanya ditampung dan tidak kunjung memiliki status, tentu membuat aparat di Indonesia juga tidak bisa bertindak tegas, karena akan berakibat fatal bagi imigran serta aparat yang melakukan juga.