Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BKSAP DPR Targetkan Bahasa Melayu Jadi 'Working Language' di Pertemuan IPU dan AIPA
Oleh : Irawan
Senin | 14-02-2022 | 11:32 WIB
fadli_zonk_b.jpg Honda-Batam
Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon (Foto: istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon menargetkan Bahasa Melayu akan menjadi bahasa kerja (working language) dalam momentum Inter-Parliamentary Union (IPU) atau Perkumpulan Antar-Parlemen Dunia pada 20-24 Maret 2022 dan ASEAN Inter-Parliamentary Assembly di tahun mendatang.

Sebab, Bahasa Melayu, tambahnya merupakan bahasa tuturan mayoritas yang digunakan masyarakat di ASEAN.

"Targetnya sebagai bahasa kerja di IPU dan juga di ASEAN melalui AIPA. Ini target dari BKSAP ke depan. Mudah-mudahan dengan adanya pertemuan di tempat ini di Kota Tanjung Pinang sebagai Kota Gurindam 12, masukan dari para tokoh budayawan, pejabat, dan akademisi ini menjadi pengayaan untuk jadi acuan sinergi ke depan," ujar Fadli usai memimpin pertemuan persiapan pembentukan Asosiasi Anggota Parlemen Berbahasa Melayu (AAPBM) di Tanjungpinang, Sabtu (12/2/2022).

Diketahui, terdapat kurang lebih 700 dialek Bahasa Melayu yang tersebar di beberapa negara, baik di dalam ASEAN sendiri maupun di beberapa negara yang memiliki fakta sejarah penyebaran budaya Melayu sejak era penjajahan.

Namun, Anggota Komisi I DPR RI ini menegaskan, yang paling ditekankan bukanlah Melayu dalam konteks bahasa tutur (dialek), melainkan bahasa tulis.

"Kalau dialek bisa bermacam-macam. Di Inggris, Mandarin, juga banyak ragam dialeknya. Jadi, kita bukan mau cari perbedaan dari dialek mana, tapi bahasa tulis Melayu yang berangkat dari Bahasa Indonesia oleh Raja Ali Haji sampai sekarang penutur Bahasa Melayu di Kepri yang ini terus digunakan," tambah Fadli Zon.

Jika Bahasa Melayu ini nantinya diterima sebagai working language tersebut, ia berharap, misalnya budaya pantun sebagai satu ciri Melayu dapat digunakan sebagai penutup dan pembukaan misalnya saat pidato internasional.

"Karena pantun ini bisa diterima di seluruh Indonesia. Itu juga cara kita membuka dan menutup pertemuan. Bisa juga ini dijadikan tradisi dalam pertemuan internasional, baik di pemerintahan maupun parlemen," urai Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI ini.

Sehingga, meskipun dalam waktu dekat AAPBM ini masih belum dapat dibentuk, namun setidaknya Bahasa Melayu dapat digunakan terlebih dahulu di forum-forum internasional.

"Saya memang waktu itu yang inisiatif dan diterima di BKSAP dan DPR RI. Jadi tinggal kita perkuat argumentasi ini dan kita tawarkan kepada teman-teman kita di parlemen di beberapa negara penutur Bahasa Melayu," nya.

Perkuat identitas
BKSAP, kata Fadli, berharap pembentukan AAPBM ini dilakukan dalam rangka untuk memperkuat identitas identitas kawasan, sebagai suatu langkah politik untuk memasyarakatkan penggunaan Bahasa Melayu dalam agenda pertemuan internasional.

Fadli mengungkapkan, bahwa Bahasa Melayu pernah diajukan untuk menjadi bahasa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), namun kandas karena masih belum diputuskan dialek Melayu mana yang akan dijadikan standar.

"Kunjungan kali ini dimaksudkan untuk menindaklanjuti berbagai temuan dan catatan penting dari dialog pertama itu, terutama terkait penguatan argumentasi urgensi pembentukan AAPBM. Kami juga mengambil kesempatan ini untuk mensosialisasikan diplomasi parlemen BKSAP dan perkembangannya," ujarnya.

Sejauh ini, Bahasa Indonesia yang berakar dari Bahasa Melayu, berada di posisi ke-10 dari bahasa dengan penutur terbanyak di dunia dengan lima besar.

Di antaranya, Inggris (1,132 miliar), Mandarin China (1.117 miliar), Hindi (615 juta), Spanyol (534 juta), Prancis (280 juta).

Apabila dikaitkan dengan jumlah penduduk suatu negara, Bahasa Melayu sedikitnya dapat berada di atas Prancis sebagai bahasa yang paling banyak digunakan.

"Padahal, jika dikaitkan dalam konteks penutur Bahasa Melayu dengan segala dialeknya, tidak hanya Indonesia, tapi juga di Malaysia sekitar 30 juta, Thailand bagian selatan 47 ribu, Sri Lanka, Filipina, Brunei Darussalam, Belanda sekitar 40 ribu, Afrika dengan dialek Cape Malay, dan sebagainya, itu bisa lebih dari 300 juta orang. Lebih besar dari Francophone, atau penutur Bahasa Prancis," ujarnya.

Karena itu, dipilihnya Provinsi Kepri untuk mendapatkan masukan tersebut, karena provinsi ini memliki relasi yang sangat erat dengan kemelayuan, terutama dari perspektif historis dan geostrategis.

Dari sisi historis, pada abad ke-18, Kepri dikuasai oleh beberapa Kerajaan Melayu seperti Kerajaan Malaka, Kerajaan Johor, Kerajaan Lingga, dan Kerajaan Siak Sri Inderapura. Kerajaan-kerajaan tersebut sudah gunakan Bahasa Melayu dalam kegiatan formal maupun informal.

Sedangkan, dari sudut geostrategis, Kepri berada di jalur emas perdagangan bagian barat Indonesia. Kepri juga wilayahnya terbentang dari Selat Malaka hingga ke Laut Natuna dan berbatasan dengan Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Kamboja.

"Sehingga, Kepri sangat strategis dalam konteks ASEAN sebagai kawasan yang berpotensi sebagai bagian dari AAPBM jika benar-benar dapat diwujudkan," katanya.

Editor: Surya