Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Gerindra Kritisi Target Pertumbuhan 2021 yang Akhirnya Tak Tercapai
Oleh : Irawan
Rabu | 29-12-2021 | 08:04 WIB
heri_gunawan_gerindrab1.jpg Honda-Batam
Kapoksi Gerindra Komisi XI DPR RI Heri Gunawan (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Memasuki penghujung tahun 2021 target pertumbuhan ekonomi akhirnya tak tercapai. Setidaknya ada empat faktor yang menyelimuti kegagalan mengejar target pertumbuhan yang dipatok pemerintah sebesar 3,5-4 persen itu.

Kapoksi Gerindra Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengatakan, dari empat faktor tersebut, yang paling krusiasl adalah lambatnya belanja di awal tahun 2021.

"Faktor pertama, belum ditindaklanjutinya arahan presiden untuk mempercepat belanja di awal-awal tahun," kata Hergun, sapaan akrab Heri Gunawan di dalam siaran persnya, Selasa (28/12/2021).

Ia menegaskan, tema APBN 2021 'Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi' tampaknya tinggal sekadar tajuk tak bermakna. Padahal, 2021 digadang-gadang sebagai tahun pemulihan ekonomi setelah terpuruk pada 2020.

Mengutip data BPS, pengeluaran konsumsi pemerintah pada kuartal I-2021 hanya Rp265,9 triliun. Angka tersebut menurun 43,35 persen dibandingkan konsumsi pemerintah pada kuartal IV-2020 yang mencapai Rp481,8 triliun.

"Belanja pemerintah yang diharapkan menjadi stimulus kegiatan perekonomian, belum berhasil mendorong secara optimal. Pada kuartal I-2021 pertumbuhan ekonomi tercatat minus 0,74 persen (yoy), melanjutkan kontraksi ekonomi sebanyak empat kali berturut-turut," papar Hergun.

Faktor kedua, lanjut legislator dapil Jawa Barat IV ini, pemerintah relatif terlambat mengantisipasi masuknya Covid-19 varian Delta.

Di saat negara-negara lain sudah menutup diri, Indonesia masih menerima pesawat carter dari India. Kebijakan tersebut harus dibayar mahal dengan melonjaknya kasus Covid-19.

Sementara faktor ketiga, masih kata Hergun, kebijakan PPKM yang telah menyebabkan kegiatan ekonomi dan mobilitas masyarakat menurun drastis.

Akibatnya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2021 hanya 3,51 (year of year). Padahal, lanjut Hergun, pada kuartal II-2021 mampu tumbuh impresif hingga 7,07 persen (yoy).

Faktor terakhir, nilai Hergun lagi, pemerintah belum memaksimalkan keberadaan UU Cipta Kerja. Menurut data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi periode Januari hingga September 2021 sebesar Rp659,4 triliun.

Capaian tersebut hanya naik 7,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni sebesar Rp611,1 triliun.

"Sementara dana asing ratusan triliun yang dijanjikan akan masuk ke Lembaga Pengelola Investasi (LPI)/Indonesia Invesment Authority (INA) hingga Desember 2021 juga belum tampak realisasinya. Padahal, pemerintah telah mengucurkan modal kepada LPI/INA sebesar Rp75 triliun. Terdiri dari modal tunai dari APBN 2020 sebesar Rp15 triliun, APBN 2021 Rp15 triliun, inbreng saham Bank Mandiri senilai Rp22,67 triliun, serta saham Bank BRI senilai Rp22,33 triliun," ungkap Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini.

Masih Rasional
Sementara terkait target pertumbuhan ekonomi tahun 2022 yang dipatok 5,2-5,5 persen, dinilai Hergun masih rasional untuk terus dikejar realisasinya.

Berkaca pada capaian ekonomi 2021, target pertumbuhan itu harus dijadikan pemantik semangat menyongsong 2022.

Pandangan ini disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam refleksi akhir tahun 2021 dan menyongsong tahun 2022.

ia melihat, capaian ekonomi 2021 diharapkan menjadi modal positif untuk menyongsong 2022.

"Ada beberapa faktor pendukung yang bisa dioptimalkan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 2022," sebutnya.

Hergun, sapaan akrabnya, berpendapat, capaian ekonomi 2021 meskipun belum maksimal namun sudah tumbuh positif dibanding pada 2020 yang tumbuh minus 2,07 persen.

Capaian 2021 itu bisa menjadi pijakan untuk mewujudkan pertumbuhan yang lebih tinggi pada 2022. Data BPS menyebutkan, pada kuartal III-2021, kinerja lapangan usaha utama seperti industri pengolahan, perdagangan, dan pertambangan sudah tumbuh positif.

Sementara lapangan usaha mobilitas seperti penyediaan akomodasi dan makan-minum serta transportasi dan pergudangan masih mengalami kontraksi. Sektor ini perlu diberi stimulus lagi.

"Sedangkan dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 1,03 persen (yoy), investasi tumbuh melambat 3,74 persen (yoy), dan konsumsi pemerintah tumbuh 0,66 persen (yoy). Ini perlu direspon dengan kebijakan yang tepat dan akomodatif," harap pria asal Sukabumi, Jawa Barat ini.

Faktor kedua yang bisa mendukung target pertumbuhan 2022 adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang baru saja disahkan.

Dengan UU HPP ini, sambung Anggota Baleg DPR itu, diharapkan penerimaan perpajakan meningkat dan mengurangi defisit APBN.

"Dengan berkurangnya defisit APBN maka beban fiskal semakin ringan serta kinerja pembangunan dapat lebih ditingkatkan," tutur Hergun, penuh harap.

Dijelaskan Hergun, UU HPP ini mengatur pajak karbon, pengungkapan sukarela, serta fleksibilitas tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPn). Dengan begitu, diharapkan ada penambahan penerimaan perpajakan sebesar Rp150 triliun.

Artinya, total penerimaan APBN akan menjadi Rp2.000 triliun. Ia menambahkan, sekadar informasi, pada 2022 defisit APBN telah ditetapkan 4,85 persen terhadap PDB. Sementara penerimaan APBN ditetapkan Rp1.846,1 triliun.

Faktor ketiga yang mendukung target pertumbuhan, lanjut Hergun, adalah UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

Melalui UU HKPD diharapkan akan terwujud pemerataan dan penguatan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia. Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan penopang pertumbuhan ekonomi nasional.

"UU HKPD mengusung empat pilar yakni penurunan ketimpangan vertikal dan horisontal, peningkatan kualitas belanja daerah, penguatan local taxing power, dan harmonisasi belanja pusat dan daerah," paparnya.

Dan faktor keempat, masih kata Hergun, berbagai indikator lainnya ikut memengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan.

Sebut saja, pertumbuhan ekonomi global yang lebih seimbang, kenaikan perdagangan dunia dan harga komoditas, peningkatan mobilitas masyarakat di berbagai daerah, kenaikan penjualan eceran, penguatan keyakinan konsumen, serta ekspansi PMI Manufaktur. Semuanya diperkirakan akan terus berlanjut pada 2022.

Editor: Surya