Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Diperiksa KPK Dua Kali

Ruhut Kembali Minta Anas Urbaningrum Mundur dari Demokrat
Oleh : surya
Kamis | 05-07-2012 | 16:34 WIB
Ruhut1.jpg Honda-Batam

Ruhut Sitompul

JAKARTA, batamtoday -Dua kali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membuat koleganya di Partai Demokrat Ruhut Sitompul kembali meminta Ketua Umum Partai Demokrat mundur.  Mestinya Anas legowo untuk mundur sementara demi Demokrat dan panggilan KPK itu sudah merupakan sanksi sosial yang akan dibawa sampai meninggal dunia.



“Seharusnya Anas Urbaningrum legowo, ikhlas untuk mundur sementara sebagai Ketua Umum partai, karena sudah dua kali dipanggil oleh KPK.  Itu demi citra partai yang terus terpuruk dengan kasus Hambalang dan lainnya selama ini. Jadi, sudah dua kali diperiksa, dia belum mundur juga, itu tak punya malu. Karena itu, kuminta dia legowo mundur sementara. Ini sanksi sosial, sanksi sosial itu akan dibawa sampai mati," tandas Ruhut Sitompul pada wartawan di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (5/7/2012.

Selama di KPK itu pula, Ruhut memahami penjelasan-penjelasan Anas. Namun, dirinya sulit menerima karena citra PD terus terpuruk menjelang Pemilu 2014.  Anas salah atau benar karena apa pun sanksi sosial sudah sangat menurunkan citra PD. Tidak mungkin citra ini bisa naik kembali tanpa peran Pak SBY. Apalagi kata Ruhut, penjelasan Ignatius Mulyono berbeda dengan penjelasan Anas, yang menegaskan bahwa Anas menerima SK Hambalang, dan Ignatius tidak akan bekerja, tanpa diperintah oleh Anas yang ketika menjadi Ketua Fraksi Demokrat DPR RI.

Karena itu Ruhut menduga ada yang tidak beres dengan keterangan Anas. "Anas katakan tidak terlibat, tapi keterangan Mayor Jenderal Ignatius Mulyono menyatakan itu ada. Saya mohon KPK yang sangat dicintai rakyat silakan bekerja secara profesional, kami tidak akan melindungi kader kami yang bermasalah hukum, dan Pak SBY juga sudah mendesak agar kader yang bermasalah hukum untuk mundur," tambah Ruhut berharap.

Namun Ketua FPD DPR Nurhayati Alie Assegaf yang dikenal dekat dengan Anas ini tetap yakin jika Anas tak tersangkut kasus tersebut. "Saya yakin insya Allah kalau melihat keterangan-keterangan Pak Anas beliau tidak bersalah. Sehingga kami yakin citra PD bisa kembali pulih. Untuk itu, kami mengajak semua kader PD untuk konsolidasi dan membangun kembali citra PD yang tergores kasus wisma atlet dan Hambalang.  Dengan meningkatkan disiplin, kerja keras dan turun ke masyarakat,” ujarnya membela diri.

Dia berharap semua kader PD bebas dari kasus hukum. "Kita selalu menganjurkan siapapun yang mendapatkan undangan KPK agar memenuhi panggilan. Khususnya dalam penegakan hukum, karena sikap PD sudah jelas untuk penegakan hukum tersebut," ujarnya.

Menyinggung pembangunan gedung KPK yang terhambat Komisi III DPR RI menurut Ruhut,  karena sebagian anggota Komisi III DPR menganggap KPK sebagai anak macan yang berbahaya. "Saya ingat sekali di Komisi III sering ada yang bilang sama saya, tapi saya tidak mau sebut partainya. Bang memperkuat KPK seperti memelihara anak macan, bisa-bisa kita dimakan. Karena itu, saya melihat wajar kalau kemudian anggaran pembangunan gedung KPK dihambat dengan memberikan tanda bintang. Itulah tanda bintang itu. Makanya saya bilang bintang kecil di anggaran gedung KPK dicabut saja," tegas Ruhut.

Menurut Ruhut, seharusnya semua fraksi di DPR sepakat. “Masak rakyat mendukung gedung baru KPK, wakil rakyatnya malah menolak. Anggarannya juga jelas ada, sudah lah kita ambil bintang kecil itu," tuturnya. Fraksi Demokrat memang mendukung pembangunan gedung KPK tersebut, tapi belum diikuti fraksi lain, yang masih belum bersedia mencabut tanda bintang dimaksud.

Sementara itu,  Komisi X DPR RI akan memanggil Kemengpora Andi Mallarangeng  dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU), khususnya Dirjen Cipta Karya.terkait proyek pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sarana Olahraga Nasional Hambalang, di Bogor, Jawa Barat, yang masih bermasalah.  Hal itu  menurut  Zulfadli dari Golkar  bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses perencanaan awal gedung tersebut, terutama terkait dengan dokumen yang dianggap tidak lengkap sehingga Kemenpora dan PU mengeluarkan izin pembangunannya.

"Pada Senin (9/7) nanti kita akan memanggil Kemenpora dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) khususnya Dirjen Cipta Karya. Kita ingin mengetahui bagaimana proses perencanaan awal yang menurut kita dokumennya dari awal tidak lengkap, dan bagaimana Kemenpora dan PU bisa mengeluarkan multiyears (tahun jamak) ini tanpa studi kelayakan dan dokumen Amdal (Analisis mengenai dampak lingkungan)," kata Zulfadli.

Selain itu, lanjut Zulfadli, Komisi X juga ingin mengetahui bagaimana kondisi bangunan yang ambles pada pertengahan Desember lalu. "Bagaimana tentang kondisi bangunan sekarang, apakah mau dihentikan, diteruskan atau direalokasi?" ujarnya menanyakan. Pada Kamis (12/7) nanti Komisi X juga berencana memanggil pakar teknik dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Indonesia (UI).

"Kita mau tahu kelayakan lokasi itu dibangun sebagai tempat olahraga. Sebab, tidak pernah ada pembasahan soal multiyears (tahun jamak). Jika ada anggota DPR yang mengatakan pernah membahas soal anggaran multiyears tersebut, maka angota tersebut ikut terlibat terkait penganggarannya. Jadi, nanti lebih fokus pada pembahasan fisik dari dokumen yang ada. Sebab, tidak melalui mekanisme dan secara formal tidak pernah ada pembahasan mengenai multiyears. Maka itu kalau ada yang mengatakan pernah dibahas (soal anggaran), berarti anggota itu ikut terlibat, soalnya rapat belum pernah satupun membahas soal multiyears,"  jelas Zulfadli lagi.