Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Catatan 'Nano-Nano' Perjalanan Udara Dalam Negeri di Masa PPKM
Oleh : Saibansah Dardani
Selasa | 19-10-2021 | 14:04 WIB
A-SAIBANSAH-GORONTALO.jpg Honda-Batam
Wartawan BATAMTODAY.COM, Saibansah Dardani saat mendarat di Bandara Djalaluddin Gorontalo. (Foto: Ist)

BAGAIMANA rasanya melakukan perjalanan udara di dalam negeri, selama penerapan PPKM? Seperti makan permen nano-nano, beragam rasa. Ada marah, kesal, kecewa, tapi juga bahagia. Berikut catatan perjalanan wartawan BATAMTODAY.COM, Saibansah Dardani dari Batam-Surabaya-Gorontalo-Jakarta-Batam.

Seharusnya, saya akan terbang ke Gorontalo, transit di Jakarta, naik pesawat super jet Lion Air, IU 857 hari Senin, 4 Oktober 2021 pukul 08:30 WIB dan mendarat di Bandara Soeta Jakarta pukul 10:15 WIB.

Lalu, ganti pesawat, juga milik Lion, JT 892 tujuan Gorontalo, transit di Bandara Sultan Hasanuddin Makasar. Tiket pesawat lengkap dengan kode booking dan bukti pembayaran, sudah di tangan. Tinggal, cusss.

Tapi, sehari sebelum berangkat, sebuah 'pesan cantik' masuk dari manajemen Lion Group, bahwa jadwal penerbangan saya di-cancle. Ini catatan pertama. Rasanya, sesak di dada. Karena praktis, semua agenda kegiatan yang telah direncanakan, bergeser.

Padahal, Ahad pagi, 3 Oktober 2021 pukul 09:50 WIB saya sudah melakukan tes swab PCR di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam Center. Saya memilih paket 'one day', harganya Rp 525.000. Jika milih paket hemat, harganya Rp 500.000,' tapi hasilnya keluar esok hari.

Benar saya, hasil PCR saya masuk ke akun Pedulilindungi dan WA pukul 18:40 WIB. Ini cara tes deteksi Covid-19 di tubuh manusia yang pertama kali saya jalani. Biasanya, rapit test antigen yang dicolok hanya lubang hidung.

Kali ini, hidung dan rongga mulut. Rasanya, pingin muntah, saat stick panjang diputar-putar di tenggorokan oleh petugas yang berdiri di dalam box. Hanya kedua tangannya saja yang keluar dari dua lobang kaca.

Syukurnya, harga setengah juta rupiah lebih plus nyaris muntah itu, hasilnya sepadan, negatif. Satu lagi syarat melakukan perjalanan udara dalam negeri, setelah tiket pesawat, telah saya kantongi.

Sungguh, patut diapresiasi kinerja dr. Yanuarni W.B.P. MKes Sp.PK (K) dan timnya. Cara kerja mereka, bersih, rapi, efektif dan sopan. Terimakasih dokter Yanuarni.

Gagal terbang dengan pesawat super jet Lion Air, IU 857 hari Senin, 4 Oktober 2021, sebagai gantinya, saya naik pesawat Lion Air JT 0972 tujuan Surabaya pukul 13:10 WIB, dan mendarat di Bandara Juanda pukul 15:20 WIB.

Saat mendarat di Juanda inilah, saya baru mengetahui, bahwa ternyata aplikasi
EHac, Electronic Health Alert Card alias Kartu Kewaspadaan Kesehatan generasi pertama yang selama ini saya gunakan, tak berlaku lagi. Expired. Sudah diganti dengan EHac generasi kedua yang sudah terintegrasi dalam aplikasi Pedulilindungi.

Praktis, kita semua harus mengisi lagi data dari awal. Agak sedikit ribet, terutama karena sistem akan beberapa kali meminta NIK. Ini catatan kedua. Jadi, sebaiknya, Anda mengisi data terbaru di EHac generasi kedua itu sejak di ruang tunggu kebarangkatan pesawat. Bukan sesampainya di bandara tujuan.

Lalu, penerbangan ke Gorontalo dilanjutkan besok hari, dengan pesawat Lion Air JT 708 pukul 07.00 WIB. Transit sebentar untuk ganti pesawat di Bandara Bandara Sultan Hasanuddin Makasar.

Maka, jadilah, mau tak mau saya harus meninap di Surabaaya. Saya pilih menginap di Bandara Juanda Surabaya semalam. Ini catatan ketiga. Harus siap merogoh kocek tambahan lebih dalam.

Saya pilih menginap di Hotel Ibis Badget Juanda kamar 110, karena lokasinya berselebahan dengan pintu keberangkatan. Tinggal turun dari tangga eskalator yang tinggi itu, lalu memutari kolam air mancur bundar, terus belok kiri. Sampailah sudah pintu masuk keberangkatan.

Catatan keempat, saya rasakan saat baru mendarat di Bandara Djalaluddin Gorontalo. Setelah melewati prosedur kedatangan orang di bandara. Mulai prokes, cuci tangan, menunjukkan barcode perjalanan EHac generasi kedua. Saya turun tangga eskalator menuju arean pengambilan bagasi.

Bagasi sudah saya ambil, tinggal mau keluar bandara. Ternyata, saya dan para penumpang lain dilarang langsung keluar bandara. Karena semua penumpang yang baru tutun pesawat di Bandara Djalaluddin Gorontalo wajib dirapit test antigen ulang.

Ini dilakukan untuk memastikan, tidak ada penumpang yang terpapar selama dalam perjalanan. Meskipun hasil swab PCR saya masih belum expired. Kesal, sebel dan ada juga yang marah memang. Tapi, ini adalah kebijakan Gubernur Gorontalo untuk melindungi rakyatnya.

Meskipun, akibat kebijakan ini, seorang anggota DPRD Kabupaten Boalemo, Gorontalo, Resvin Pakaya, Jumat, 1 Oktober 2021, mengamuk di Bandara Gorontalo itu. Menolak hidungnya harus kembali 'disogrok'. Karena dirinya masih memiliki hasil swap PCR. Sama seperti yang saya miliki saat itu.

Akibat aksinya itu, sempat viral dan berujung proses hukum di kepolisian. Bagaimana hasilnya? Biarlah hukum terus berproses. Intinya, persiapkanlah ketangguhan mental dan kesehatan dompet sebelum melakukan perjalanan udara di dalam negeri selama PPKM ini.*