Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Utang dan Moneter di Tengah Dominasi Fiskal
Oleh : Opini
Jumat | 15-10-2021 | 15:42 WIB
Edy-Sutriono.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Edy Sutriono, Alumnus Magister Ilmu Ekonomi, Universitas Indonesia. (Dok Pribadi)

Oleh Edy Sutriono

Hubungan pengelolaan utang pemerintah dan Bank Sentral pada kondisi ekonomi normal bersifat independen. Pengelolaan utang pemerintah menekankan penerbitan utang dengan cost of fund minimum dan tingkat risiko pengembalian yang terukur.

Bank Sentral melalui operasi moneter berfokus mengendalikan inflasi, suku bunga, dan menjaga likuiditas pasar uang. Bank Sentral tidak melakukan intervensi pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana, melainkan hanya di pasar sekunder untuk mempengaruhi suku bunga jangka pendek.

Dalam kondisi krisis ekonomi dan keuangan yang membawa dampak luas dan signifikan kepada sektor riil seperti saat ini akibat Pandemi COVID-19, maka peran fiskal menjadi dominan dalam mengintervensi perekonomian.

Dominasi fiskal ditandai dengan peningkatan belanja, pelebaran defisit, dan utang pemerintah. Untuk memulihkan perekonomian dalam situasi extraordinary tersebut, Bank Sentral dilibatkan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana.

Kebijakan ini menunjukkan hubungan pemerintah dan Bank Sentral menjadi tidak independen dan saling silang. Pengaruhnya terhadap sektor moneter antara lain meningkatnya risiko volatilitas inflasi, suku bunga jangka panjang, dan nilai tukar. Oleh karena itu Bank Sentral harus mengetahui penerbitan SBN pemerintah dalam menyusun kebijakan moneter.

Dominasi fiskal dan kondisi ekonomi tidak stabil akan mempengaruhi portofolio dan neraca sektor riil disebabkan input berupa dana telah diabsorb oleh pemerintah. Penerbitan SBN dengan jumlah yang tinggi dapat menjadi countercyclical pembentukan modal swasta. (Tobin's equivalence).

Sementara dari sisi investor memandang penjualan SBN dalam jumlah besar oleh pemerintah akan mempengaruhi tingkat suku bunga dan motif serta persepsi investor dalam mengkonversi asetnya ke dalam aset paling likuid yaitu kas sebagaimana menurut Preferensi Likuiditas Keynes.

Aspek lain yang dapat dilihat adalah kerentanan substitusi aset keuangan jangka pendek yang dilakukan investor. SBN dengan tenor panjang membuat ketidakpastian dalam mensubstitusi aset keuangan sepanjang masa jatuh tempo. Kerentanan ini sangat tergantung suku bunga jangka pendek.

Operasi moneter di pasar SBN mengakibatkan kebijakan moneter terkait suku bunga dan overnight call money menjadi tidak efektif dan lebih efektif ke pasar SBN. Pengaruh lain terhadap suku bunga jangka panjang dan stabilitas keuangan bahwa suku bunga jangka pendek cenderung rendah dan dominan daripada kebijakan moneter. Hal ini akan merangsang ketidakpastian inflasi dan tingkat suku bunga jangka panjang. (Ricardian Equivalence).

Kondisi dominasi fiskal juga menciptakan trade off koordinasi kebijakan pemerintah dan Bank Sentral dalam menjaga kestabilan keuangan khususnya fungsi intermediaries perbankan. Pada kondisi tidak pasti dan dinamika pasar tidak stabil, perbankan akan mengambil posiso leverage pada surat utang atau obligasi pemerintah.

Demikian pula persepsi peningkatan suku bunga jangka panjang akan semakin meningkatkan leverage investasi pada SBN dan dapat menciptakan destabilisasi pasar. Keadaan ini dapat menurunkan fungsi intermediaries perbankan dan bahkan akan menerapkan agunan pada setiap kredit sehingga berdampak kepada seretnya penyaluran kredit walaupun Bank Sentral telah menurunkan suku bunga acuan.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hubungan manajemen utang pemerintah dan Bank Sentral pada kondisi dominasi fiskal dan ketidakpastian pasar keuangan sehingga kebijakan fiskal dan moneter dapat terjaga meskipun di beberapa hal terdapat trade off antara lain mengatur jatuh tempo utang baru.

Menurut J.M.Keynes, keinginan investor untuk menggeser risiko likuiditas dan jatuh tempo tidak dipengaruhi fundamental, namun lebih kepada faktor siklus dan obyektif investasi. Oleh karena preferensi publik harus diakomodasi dengan berbagai tenor.

Hal lain yang dapat dilakukan dengan buy back atau debt switching SBN jangka panjang, swap suku bunga sehingga pemegang memiliki kepastian terhadap suku bunga jangka panjang, meningkatkan efektivitas countercyclical belanja pemerintah untuk pembentukan modal dan meningkatkan sektor riil.

Penulis adalah Alumnus Magister Ilmu Ekonomi, Universitas Indonesia.