Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Membaca Arah Kebijakan Luar Negeri RI dan Kepentingan Nasional
Oleh : Opini
Sabtu | 18-09-2021 | 14:20 WIB
A-retno-m11_(1).jpg Honda-Batam

PKP Developer

Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi. (Foto: Ist)

Oleh Savira Ayu

MASYARAKAT Indonesia mengapresiasi berbagai kebijakan politik luar negeri Pemerintah. Kebijakan tersebut merupakan upaya untuk mengamankan berbagai kepentingan dan cita-cita nasional.

Politik luar negeri merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh elite politik dalam menjalin hubungan dengan negara lain untuk mencapai tujuan nasional. Beberapa kepentingan yang tidak dapat terpenuhi oleh negaranya sendiri dapat dicapai melalui politik luar negeri.

Dalam menjalankan politik luar negeri, Indonesia menggunakan prinsip bebas aktif. Prinsip tersebut pertama kali diperkenalkan oleh Muhammad Hatta dalam pidatonya "Mendayung antara dua karang". Pidato tersebut disampaikan oleh hatta pada kesempatan sidang Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) di Yogyakarta.

Ketika jabatan presiden dan wakil presiden dipegang oleh Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Pemerintah tetap berupaya mewujudkan politik luar negeri yang kolaboratif dan memberikan manfaat konkret bagi rakyat Indonesia. Pada periode 2019-2020. Indonesia terpilih menjadi anggota tidak tetap dewan keamanan PBB.

Indonesia dipercaya mewakili Asia Pasifik mengalahkan Maladewa. Lebih dari 2/3 negara anggota PBB mempercayai bahwa Indonesia mampu membangun jembatan perdamaian dan memajukan perdamaian dunia dengan cara-cara yang lebih diplomatis.

Kebijakan Politik Luar Negeri juga turut serta mensukseskan kepentingan nasional, salah satunya seperti perlindungan terhadap WNI. Dalam hal perlindungan WNI, pemerintah sangat concern untuk melindungi pekerja migran asal Indonesia.

Hal ini dibuktikan dengan adanya 51.088 kasus WNI di luar negeri diselesaikan, sebanyak 39 WNI yang disandera di Filipina, Somalia dan Libya dibebaskan. Selain itu pemerintah Indonesua juga mengevakuasi sebanyak 16.432 WNI dari daerah perang, konflik politik dan bencana alam di seluruh dunia.

Pengamat hubungan internasional Universitas Indonesia Suzie Sudarman menilai, kinerja paling positif dari pemerintahan Jokowi dalam kebijakan politik luar negeri adalah soal perlindungan WNI di luar negeri. Dirinya menilai, hanya pemerintahan Jokowi-JK yang berani memprioritaskan perlindungan WNI di luar negeri.

Sementera itu, urusan politik luar negeri juga berkaitan dengan upaya penanganan pandemi Covid-19. Menteri Luar Negeri Rento Marsudi menuturkan, bahwa pandemi Covid-19 memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya kerja sama global untuk memperkuat infrastruktur dan tata kelola kesehatan, ketahanan ekonomi, serta pentingnya multilateralisme.

Untuk tetap dapat berkontribusi pada perubahan dunia diplomasi Indonesia yang harus tetap antisipatif, adaptif dan gesit.

Indonesia merupakan pasar yang besar dengan populasi penduduk lebih dari 260 juta jiwa. Hal ini tentu harus menjadi daya tawar untuk menjalin kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan di tingkat bilateral maupun regional. Menurut Retno, yang haris diwaspadai adalah menjaga agar pasar domestik dari produk yang masuk secara ilegal maupun dumping atau disubsidi pihak asing.

Pertumbuhan ekonomi global yang rendah saat ini menunjukkan peningkatan pelanggaran dimaksud yang harus semakin diwaspadai.

Selain itu, penguatan perundingan, perdagangan dan investasi juga harus diupayakan, Menteri Retno menjelaskan, untuk memperkuat akses pasar, berbagai perundingan CEPA/FTA/PTA dengan berbagai negara akan dipercepat dengan catatan akan bermanfaat bagi kepentingan nasional Indonesia dan saling menguntungkan.

Retno juga meyakini bahwa dengan adanya pandemi Covid-19 pola hubungan antarbangsa akan berubah, isu kesehatan akan menjadi salah satu prioritas.
Saat ini bagi Indonesia yang paling penting adalah membangun ketahanan kesehatan nasional. Upaya yang bisa dilakukan antara lain melalui pembangunan kemandirian industri obat-obatan dan bahan baku obat.

Retno menegaskan bahwa sebagai negara besar, Indonesia tidak boleh terus bergantung sepenuhnya pada pasokan asing. Diplomasi juga berkomitmen untuk berkontribusi mendukung upaya pemerintah dalam membangun kemandirian di bidang kesehatan.

Ditunjuknya Indonesia sebagai ketua dalam forum FPGH 2020, mendorong Retno untuk terus menyuarakan pentingnya kolaborasi antar negara dalam menghadapi tantangan kesehatan global. Dia juga menekankan pentingnya akses kesehatan agar dapat menjangkau semua orang.

Pandemi Covid-19 adalah pengingat setiap negara untuk siap dalam mendeteksi jenis virus apa pun ke depannya. Dengan fakta tidak ada satu negara yang kebal terhadap ancaman virus corona. Retno berharap adanya kerja sama global dalam menyikapi hal tersebut.

Kebijakan luar negeri merupakan salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk mensukseskan kepentingan nasional, hal ini dikarenakan ada beberapa masalah negara di mana dalam penyelesaiannya membutuhkan kolaborasi dengan pihak yang ada di luar negara.*

Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute Jakarta