Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Juli 2021, Neraca Perdagangan RI Surplus US$ 2,59 M
Oleh : Redaksi
Rabu | 18-08-2021 | 12:17 WIB
perdagangan153.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - BPS menyatakan neraca dagang dalam negeri mengalami surplus sampai dengan US$ 2,59 miliar secara bulanan (month to month/mtm) pada Juli 2021. Realisasi itu lebih tinggi dibandingkan surplus pada Juni 2021 sebesar US$ 1,32 miliar, tetapi masih lebih rendah dari surplus neraca dagang Juli 2020 yakni US$ 3,26 miliar.

Akumulasi surplus neraca dagang Indonesia periode Januari-Juli 2021 mencapai US$ 14,42 miliar. Angkanya lebih tinggi dari akumulasi surplus neraca perdagangan Januari-Juli 2020 yakni US$ 8,65 miliar.

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan surplus terjadi karena nilai ekspor mencapai US$17,70 miliar pada Juli 2021. Sementara nilai impor lebih kecil jika dibandingkan ekspor, yakni US$ 15,11 miliar. Tercatat, Indonesia mengalami surplus berturut-turut selama 15 bulan.

"Pada Juli 2021 ini neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus sebesar US$ 2,59 miliar," tutur Margo saat rilis data neraca perdagangan periode Juli 2021, Rabu (18/8/2021).

Untuk ekspor, ia menuturkan nilainya turun 4,53 persen secara bulanan dari US$ 18,54 miliar pada Juni 2021 menjadi US$ 17,70 miliar pada Juli 2021. Secara tahunan, nilainya masih menguat cukup tajam 29,32 persen dibandingkan Juli 2020 yakni U$ 13,69 miliar.

Secara total, ekspor Januari-Juli 2021 mencapai US$120,57 miliar atau naik 33,94 persen dari US$ 90,02 miliar pada Januari-Juli 2020.

Ia menuturkan penurunan ekspor disebabkan turunnya ekspor minyak dan gas (migas) dan nonmigas. Detailnya, ekspor mencapai US$ 990 juta atau turun 19,55 persen dibandingkan bulan sebelumnya US$ 1,23 miliar. Serupa, ekspor nonmigas turun 3,46 persen dari US$ 17,31 miliar menjadi US$ 16,71 miliar.

Total kontribusi ekspor nonmigas mencapai 94,40 persen dari total ekspor Indonesia pada Juli 2021.

Ia menuturkan penurunan ekspor pada Juli 2021 ini disebabkan faktor musiman. Pasalnya, kinerja ekspor pada Juni 2021 lalu mengalami kenaikan tajam karena terjadi penurunan pada kinerja ekspor Mei 2021.

"Ini lebih pada pola bulanan dimana Juni meningkat cukup tinggi akibat rendahnya aktivitas ekspor Mei karena ada libur Lebaran. Jadi, ini lebih pada pola musiman dimana biasanya Juni meningkat tajam," tuturnya.

Menurut sektoral, semua sektor mengalami penurunan ekspor secara bulanan. Mulai dari industri pertanian turun 12,08 persen secara bulanan menjadi US$ 290 juta. Lalu, ekspor industri pengolahan berkurang 3,63 persen secara bulanan menjadi US$ 13,56 miliar.

Kemudian, industri pertambangan dan lainnya koreksi 1,65 persen secara bulanan menjadi US$ 2,86 miliar.

Namun, secara tahunan kinerja ekspor sektoral masih meningkat. Hanya sektor pertanian yang mengalami penurunan secara tahunan sebesar 17,99 persen.

"Diantaranya yang menyebabkan penurunan ekspor hasil pertanian secara yoy adalah untuk komoditas tanaman aromatik dan rempah-rempah, kemudian kopi, dan sarang burung. Ini komoditas yang saya anggap penurunannya cukup besar di sektor pertanian," katanya.

Berdasarkan golongan barang, komoditas ekspor yang meningkat yakni lemak dan minyak hewan nabati, berbagai produk kimia, pupuk, pakaian dalam dan aksesorisnya, serta nikel dan barang daripadanya.

Sementara itu, komoditas ekspor yang melemah meliputi tembaga dan barang daripadanya, mesin dan perlengkapan elektrik, mesin dan peralatan mekanis, kendaraan dan bagiannya, serta besi dan baja.

Berdasarkan negara tujuan ekspor, kenaikan ekspor terjadi ke India mencapai US$ 272,7 juta, Pakistan US$ 91,6 juta, Taiwan US$ 88,6 juta, Mesir US$ 64,1 juta dan Italia US$ 58,2 juta.

Sedangkan penurunan nilai ekspor terjadi ke sebesar China sebesar US$ 566,4 juta, Jepang US$ 169,2 juta, Filipina US$ 136,4 juta, AS US$ 114,1 juta, dan Thailand US$ 111,5 juta.

Kendati begitu, pangsa ekspor Indonesia tidak berubah, yakni terbanyak masih ke China mencapai 21,35 persen. Setelah itu ke AS sebesar 12,08 persen, dan Jepang 7,14 persen.

Untuk impor, ia menuturkan nilainya turun 12,22 persen secara bulanan dari US$ 17,22 miliar pada Juni menjadi US$ 15,11 miliar pada Juli. Secara tahunan, angkanya masih bertambah 44,44 persen dibandingkan US$ 10,46 miliar pada Juli 2020.

Secara total, impor Januari-Juli 2021 mencapai US$ 106,15 miliar atau naik 30,46 persen dibandingkan US$ 81,37 miliar pada Januari-Juli 2020.

Impor terdiri dari impor migas sebesar US$1,78 miliar atau turun 22,28 persen dari US$ 2,30 miliar pada bulan sebelumnya. Sementara impor nonmigas senilai US$ 13,33 miliar atau berkurang 10,67 persen dari sebelumnya US$ 14,92 miliar.

Margo mencatat menurut penggunaan barang, semua impor berkurang pada Juli 2021. Tercatat, impor bahan baku/penolong turun 12,37 persen secara bulanan menjadi US$ 11,42 miliar.

Selanjutnya, barang modal turun 18,58 persen secara bulanan menjadi US$ 2,07 miliar. Impor barang konsumsi juga turun sebesar 1,22 persen secara bulanan menjadi US$ 1,62 miliar.

"Impor bahan baku penolong menandakan masih ada impor bahan baku yang menandakan masih ada aktivitas ekonomi domestik karena sektor industri masih membutuhkan bahan baku," ujarnya.

Berdasarkan golongan barang, komoditas yang mengalami kenaikan impor adalah produk farmasi, bijih terak dan abu logam, ampas sisa industri, kendaraan bermotor, serta garam belerang batu dan semen.

Sedangkan, komoditas yang mengalami penurunan impor adalah kereta api, trem dan bagiannya, plastik dan barang dari plastik, logam mulia dan perhiasan permata, besi dan baja, serta mesin dan peralatan mekanis.

"Untuk komoditas impor non migas yang mengalami peningkatan adalah pada produk farmasi yang bertambah pada Juli ini sebesar US$ 185,9 juta. Nah, kalau dilihat secara lebih detail bahwa peningkatan ini terjadi karena peningkatan impor vaksin, yaitu pada Juli ini terjadi peningkatan sebesar US$ 150 juta. Jadi kalau dilihat dari tambahan US$ 185,9 juta produk farmasi ini sebesar US$ 150 juta adalah impor vaksin," ujarnya.

Berdasarkan negara asal, terjadi peningkatan impor dari India US$ 111,8 juta, Argentina US$ 20 juta, Spanyol US$ 15,4 juta, Turki US$ 15,2 juta, dan Norwegia US$ 12,6 juta.

Sedangkan, impor mengalami penurunan dari China US$325,3 juta, Singapura US$ 194,1 juta, Thailand US$ 170,9 juta, Jepang US$ 150 juta, dan Malaysia US$ 143,1 juta.

Pangsa impor Indonesia utamanya didominasi dari China 33,10 persen, Jepang 8,48 persen, dan AS 5,59 persen.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Yudha