Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Waspadai Provokasi Wacana Masa Jabatan Presiden Tiga Periode
Oleh : Opini
Sabtu | 26-06-2021 | 19:05 WIB
A-jokowi-masker.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Presiden Joko Widodo. (Foto: Ist)

Oleh Zakaria

AKHIR-AKHIR ini muncul berita tentang presiden tiga periode. Hal ini tentu mengejutkan karena tidak sesuai dengan Undang-Undang.

Padahal Presiden Jokowi sendiri dengan tegas menolak dipilih kembali. Bisa jadi isu tiga periode hanya momentum untuk memprovokasi dan memecah-belah rakyat.

Sejak dipilih tahun 2014, Presiden Jokowi sangat berprestasi dan membuat berbagai infrastruktur yang bemanfaat bagi rakyat. Begitu juga ketika beliau terpilih kembali pada tahun 2019.

Masyarakat amat senang dan makin mencintai Bapak Jokowi. Baru kali ini Indonesia memiliki pemimpin yang merakyat, suka blusukan dan tidak pernah pencitraan, tetapi berprinsip untuk kerja dan kerja.

Akan tetapi ada saja pihak yang sirik dan kurang suka dengan sepak terjang Presiden Jokowi, entah apa sebabnya. Akhirnya mereka mengembuskan isu bahwa akan ada pemilihan presiden lagi tahun 2024 dan kontestannya adalah Bapak Jokowi lagi. Padahal hal ini menyalahi aturan, karena seorang WNI maksimal hanya bisa jadi RI-1 selama 2 periode.

Masyarakat diminta untuk mewaspadai provokasi ini, karena hanya isu yang dibuat oleh oposisi. Presiden Jokowi sendiri sudah menegaskan untuk tidak mau dipilih kembali, karena akan menyalahi konstitusi dan UUD 1945. Walau memegang tampuk sebagai pemimpin, tetapi beliau tidak mau menyalahgunakan jabatan dan mengamendemen UUD, agar bisa dipilih lagi.

Tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden, Donny Gahral Adrian menyatakan bahwa pihak yang menuduh bahwa akan ada penambahan masa jabatan presiden selama 3 periode harus berhati-hati. Jangan sampai pernyataan itu jadi wacana yang berujung fitnah. Isu ini hanya jadi spekuliasi dan entah mengapa digulirkan kembali.

Jika ada yang sengaja memfitnah Presiden seperti ini memang harus diberi peringatan, karena ia bisa tersandung UU ITE. Penyebabnya karena pihak yang menuduh menyatakan 'presiden 3 periode' di channel Youtube-nya. Ketika ia terbukti melanggar UU ITE, maka bisa kena denda maksimal 1 milyar rupiah atau penjara maksimal 6 tahun.

Begitu pula ketika ia beralasan bahwa wacana ini tidak diucapkan via media elektronik. Ia bisa tetap kena pasal pencemaran nama baik dan terancam hukuman maksimal 9 bulan penjara atau denda 450.000 rupiah.

Jika ia benar-benar tertangkap karena terjerat UU ITE atau pasal pencemaran nama baik, maka jangan sampai playing victim dan berkata bahwa ini melanggar demokrasi.

Masyarakat perlu tahu beda antara kritik dengan fitnah dan tidak terpengaruh. Perbuatan oknum yang seperti itu sudah menjurus ke fitnah keji dan pembunuhan karakter, wajar jika kena hukuman penjara.

Apapun perbuatan yang dilakukan, seharusnya seorang rakyat tidak boleh berpikiran negatif kepada presidennya. Memang Indonesia adalah negara demokrasi, tetapi bukan berarti bebas sebebas-bebasnya. Apabila seperti itu berarti kita negara liberal, bukan demokrasi dan pancasila.

Masyarakat diminta untuk tidak terprovokasi karena sudah beberapa kali Presiden Jokowi menegaskan untuk tidak ada yang namanya masa jabatan sampai 3 kali. Beliau sangat menghormati refomasi 1998. Pada spirit reformasi, maka periode jabatan presiden dibatasi, agar tidak muncul sikap yang ortoriter atau rezim tirani.

Jangan mudah termakan hoaks apalagi yang sudah tersebar di media sosial atau grup WA. Jika ada berita tentang masa jabatan presiden 3 periode, maka tahan sebelum men-share dan periksa kebenarannya.

Kenapa? Karena saat ini orang bisa dengan mudah menulis di internet, sedang kebenarannya bisa jadi kurang valid, lantaran hanya menjadi alat propaganda.

Masa jabatan presiden Indonesia sudah fix hanya 2 periode. Tidak bisa ditambah dan tidak bisa diganggu-gugat. Masyarakat diminta untuk tenang dan tidak mencak-mencak saat ada isu presiden 3 periode, karena bapak Jokowi sendiri menolaknya.*

Penulis adalah pengamat politik bermestautin di Bogor