Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

ESAI AKHIR ZAMAN MUCHID ALBINTANI

Hukum Kekekalan Materi
Oleh : DR Muchid Albintani
Senin | 08-03-2021 | 14:06 WIB
A-HANG-MUCHID22.png Honda-Batam

PKP Developer

DR Muchid Albintani. (Foto: Ist)

Oleh DR Muchid Albintani

SEBELUMNYA dalam Teori Empat Alam esai akhir zaman (Batamtoday, 26/3/2021) menjelaskan referensi hitungan hukum Kekalan-Relatif ihwal lama hidup manusia di alam dunia.

Formulanya: "Umur manusia yang tercepat ditambah dengan umur manusia terlama dibagi dua". Formula ini dapat mengakumulasi berapa lama sesungguhnya umur manusia hidup di alam dunia yang fana ini.

Sudah mahfum diketahui di dalam pelajaran Fisika dan Kimia di Sekolah Menengah Atas mengenal istilah "hukum kekekalan energi". Hukum ini menyatakan bahwa energi total sistem yang terisolasi adalah konstan (tetap). Energi akan dilestarikan dari waktu ke waktu.

Hukum ini mendalilkan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Sebaliknya energi hanya dapat diubah atau ditransfer dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Ledakan dinamit adalah representasi perubahan energi kimia menjadi energi kinetik misalnya.

Berbeda dengan pelajaran Fisika dan Kimia yang eksak, hukum sosial mendalilkan bahwa materi bersifat "seolah-olah kekal abadi". Dalam pelajaran Fisika, Albert Enstein menggunakan istilah relatif untuk menegaskan ketakberdayaan pengetahuan memahami fenomena energi yang 'berkarakter kekal'.

Hukum sosial menggunakan istilah seolah-olah sebagai dampak ketakberdayaan laku lakon manusia (orang per orang) dalam mengendalikan keserakahan dan atau kesombongan.

Serakah diibaratkan energi (selah-olah kekal) menjadi sangat penting manakala materi adalah variabel independen (berdiri sendiri) sekaligus penentu mutlak (absolut). Variabel ini menjadi skala prioritas yang menjadikan materi (benda) yang umum diasosiasikan dalam hukum ekonomi sebagai kekayaan, pendapatan, harta-benda yang dimiliki.

BACA JUGA: Teori Empat Alam

Semangat mengakumulasi kapital (modal) adalah representasi jastifikasi kekekalan materi. Hasrat yang tak terkendali dalam penguasaan materi melahirkan keyakinan jika materi "seolah-olah kekal". Keyakinan ini yang membudaya membentuk prilaku untuk kemudian menyerap pekiran berubah menjadi paham.

Hukum sosial menjelaskan jika paham model ini umum disebut dengan materialisme. Paham yang menseduksi aqal untuk penguasaan benda. Paham ini mengkristal pada bawah sadar seseorang (orang per orang) memproduksi keyakinan seolah-olah materi kekal.

Istilah seolah-olah adalah refleksi ketakberdayaan aqal mengendalikan jiwa serakah. Yang dalam bahasa Estein disebut dengan relatif.

Istilah seolah-olah kekal (hukum sosial) atau relatif (hukum eksak) secara mutlak berdampak pada cara pemahaman tunggal. Penguasaan materi (semangat materialistik) menjadi segalanya.

Perubahan cara pandang bahwa materi segalanya mewujud menjadi hukum kekekalan materi. Hukum ini yang menuntun sekelompok manusia (orang per orang tertentu) pada akhir zaman berkarakter serakah.

Pada esensinya karakter inilah yang mensedusi manusia akhir zaman meyakini bahwa serakah seolah-olah adalah energi. Cara pandang ini melandasi jika serakah tidak dapat diubah.

Konstanta absolut serakah menjadi variabel penting ukuran keberhasilan atau kegagalan hidup di dunia adalah seberapa banyak kepemilikan materi (harta-benda). Bahasa lainnya cara pandang materialistik telah menjastifikasi keberadaannya dalam formulasi hukum sosial yang disebut dengan kekekalan materi (hukum kekekalan materi).

Bersandar pada hukum ini yang menarik untuk negeri ini tentu saja kalau dicermati ihwal mereka (urutan orang-orang terkaya pengusaha) yang berafiliasi dengan 'ahli hisap' dan asap. Realitas ini tidak keliru kalau saja produk orang kaya yang pengusaha rokok akan manghasilkan manusia perokok ("ahli hisap").

Pada sisi lainnya hukum kekekalan materi juga dapat menjelaskan fenomena mutakhir yang sedang berlangsung di negeri ini. Walaupunn tidak jadi, karena pengambil kebijakan membatalkannya. Namun tidak ada jaminan jika ke depan investasinya tetap tidak dilakukan. Istilahnya saja sudah mengundang decak lucu ke luguan.

Kependenkannya miras (minuman keras). Terkesan kata keras tentu saja tak dapat dimaknai yang sebenarnya. Mustahil yang keras untuk dimasukan ke dalam mulut untuk ditelan. Boleh jadi rasanya saja yang keras (sebagai altar disebut minuman keras).

Belajar dari miras tidak berlebihan dianalogikan perwujudan dari ketamak-rakus-serakahan. Betapa tidak yang keras saja diminum apalagi yang lembut-lembut. Begitulah perumpamaannya. Namun masalahanya bukan saja pada perumapaan, melainkan investasi miras kalau betul produknya untuk dikonsumsi siapa dan di mana?

Kalau saja untuk dikonsumsi dalam negeri atau orang-orang tempatan, maka lengkaplah hukum kekekalan materi sebagai jastifikasinya.

Pertanyaannya: Dapatkah hukum kekekalan materi mendalilkan bahwa calon "orang-orang terkaya di negeri ini pada akhir zaman adalah mereka para pengusaha rokok dan minuman keras?"

Wallahu'alam bissawab. ***

Muchid Albintani adalah Associate Professor pada Program Studi Magister Ilmu Politik, Program Pascasarjana, FISIP, Universitas Riau, Pekanbaru.