Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tumpang Tindih dengan Kawasan Hutan

Kementerian PU Minta Kepri Segera Selesaikan RTRW
Oleh : Surya
Selasa | 08-02-2011 | 17:15 WIB
Imam_S.jpg Honda-Batam

Dirjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum Ir. Imam Santoso Ernawi, MCM.MSc

Jakarta, Batamtoday - Kementerian Pekerjaan Umum (Kemenpu) meminta Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) segera menyelesaikan Rencana Tata Ruang Wilayah-nya (RTRW) yang masih mengalami kendala tumpang tindih dengan kawasan hutan. Sebab, tidak dikenal istilah tata ruang kehutanan dan penyelesaiannya akan diintegrasikan pada perubahan peruntukan kawasan hutan dalam revisi RTRW.

Hal itu disampaikan Dirjen Penataan Ruang Kemenpu Imam Santoso Ernawi di Jakarta, Selasa (8/2/2011).

"Tidak ada istilah tata ruang kehutanan. Yang ada adalah RTRW provinsi, kabupaten dan kota. Kepulauan Riau bersama Sumut, Jambi, Riau, Jabar dan Jatim memang RTRW-nya bermasalah dengan hutan," kata Imam.

Terkendalanya penyelesaian RTRW di Kepri, lanjutnya, akibat masalah pengalihan fungsi hutan menjadi perkebunan atau pertambangan. Tumpang tindihnya penyusunan RTRW di Kepri, akibat adanya penafsiran berbeda terhadap PP 10/2010 tentang Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dengan PP 24/2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.

"Jadi ada masalah bilateral antara Pemda dengan sektor kehutanan mengenai peruntukan lahannya. Dalam hal ini apakah pihak Kementerian Kehutanan menyetujui dilakukannya perubahan peruntukan pada lahan kehutanan menjadi lahan lain, seperti perkebunan ataupun permukiman," katanya.

Dalam PP 10 dimuat mengenai ketentuan perubahan peruntukkan kawasan hutan untuk wilayah provinsi; pengubahan kawasan hutan dilakukan berdasarkan usulan Gubenur kepada Menteri Kehutanan. Sedang pada PP 24 mengatur pemanfaatan kawasan hutan bisa dibenarkan di luar kegiatan kehutanan dengan syarat memiliki tujuan strategis (nasional) misalnya kegiatan pertambangan. Dengan catatan penggunaannya berdasarkan izin pinjam pakai disertai dengan syarat kompensasi lahan.

"Karenanya akan dilakukan perubahan peruntukkan kawasan hutan ke dalam revisi RTRW dapat ditinjau kembali sekali atau lebih dari satu kali dalam 5 tahun. Peninjauan dimaksudkan untuk menjaga agar tidak terjadi penyimpangan dalam pemanfaatannya di kemudian hari," katanya.

Imam menegaskan, penyelesaian kendala seperti yang terjadi di Riau harus diselesaikan di daerah terlebih dahulu sebelum dibawa ke pusat.

"Persetujuan RTRW baru akan diberikan Menteri Pekerjaan Umum, jika seluruh tim teknis sudah setuju. Implementasinya kemudian diatur dalam peraturan gubernur," tegasnya.

Namun, ia berharap keluarnya PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dapat menyelesaikan masalah tumpang tindih alih fungsi kawasan hutan akibat keberadaan RTRW provinsi. Dijelaskan, rancangan peraturan RTRW provinsi dapat ditetapkan bila peruntukan ruang wilayah tersebut secara keseluruhan telah disepakati dan disetujui sebelumnya.

"Jika belum disepakati, maka ketentuan sebelumnya masih bisa diberlakukan. Selanjutnya diintegrasikan ke dalam RTRW provinsi yang baru kemudian ditetapkan," katanya.

Apabila RTRW-nya belum juga selesai tahun ini, tandasnya, tidak ada sanksi yang tegas mengaturnya, tetapi daerah tersebut akan dicap tidak mempunyai sensibilitas. Akibat tidak diselesaikan RTRW-nya, jika terdapat pelanggaran tata ruang wilayah nasional akan diberikan sanksi yang lumayan berat seperti diatur dalam UU 26/27.

“Mulai dari sanksi administratif, seperti peringatan atau penghentian kegiatan, hingga sanksi denda dan kurungan. Sementara itu, denda untuk korporasi besarnya tiga kali lipat dari denda individual,” ungkapnya.

Sejauh ini, kata Dirjen Penataan Ruang Kemenpu, baru enam provinsi yang sudah menyelesaikan RTRW-nya adalah Sumsel, Gorontalo, Lampung, Jateng, DIY dan Bali. Sedangkan provinsi yang saat ini tinggal menunggu proses di DPR adalah Kalimantan Tengah. Sementara Riau, Sumbar, Kaltim dan Kalbar akan segera mendapatkan persetujuan khusus dari Kemenhut.

Imam menambahkan, secara nasional dari 33 provinsi, yang sudah mendapatkan persetujuan substansi atas revisi RTRW-nya baru sebanyak 11 provinsi. Selanjutnya, 14 provinsi sedang dalam proses memperoleh persetujuan substansi, dan delapan provinsi sedang dalam proses revisi.

Dari 408 kabupaten, baru sebanyak 14 kabupaten yang sudah mendapatkan persetujuan substansi, sebanyak 24 kabupaten sedang dalam proses persetujuan substansi, 62 kabupaten sedang dalam proses rekomendasi di provinsi, 287 kabupaten yang dalam proses revisi, dan 11 kabupaten belum merevisi.

Sementara dari 93 kota, baru empat kota yang sudah mendapatkan persetujuan substansi, 12 kota dalam proses persetujuan substansi, 17 kota dalam proses rekomendasi di provinsi, dan 60 kota sedang proses revisi. Akibat rendahnya penyusunan RTRW di tingkat kabupaten kota yang mencapai 75 persen itu, belum bisa diajukan ke tingkat gubernur untuk mendapatkan rekomendasi ke Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) agar disetujui.