Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

ESAI AKHIR ZAMAN MUCHID ALBINTANI

Determinan
Oleh : DR Muchid Albintani
Selasa | 05-01-2021 | 14:04 WIB
A-HANG-MUCHID14.png Honda-Batam
DR Muchid Albintani. (Foto: Ist)

Oleh DR Muchid Albintani

BUKAN apa arti sebuah nama, esensinya nama adalah cermin. Walaupun cermin hanya sebuah instrumen, namun fungsi reflektifnya melekat. Fungsi ini adalah instrumen intropeksi diri.

Ada wajah, pancaindra, beserta instrumen fisik yang tidak mewakili jiwa, aqal serta terdalam nurani. Yang bermuara pada sebuah upaya reflektif. Begitulah cermin berposisi dalam sudut mana bergantung.

Bergantung dalam perspektif mana: pada aqal rasional yang dikuasai meteri? Tentu akan merefleksikan pertemuan dua saudara kembar kapitalisme dan komunisme. Pilihan lain, iman supra rasional. Yang keduanya tetap saja merefleksikan pada tujuan. Ke mana?

Jikalau untuk mengabdi dan beramal, sangat berbeda dengan berburu materi yang akan memisahkan atau bahkan meninggalkan "keyakinan agama" (iman yang supra rasional). Inilah sebuah refleksi pada hubungan cermin yang memantul bayangan terkadang memang membingung-bimbangkan. Pikir dan nurani wajib bertindak cerdas untuk menentukan: mana manusia asli dengan manusia ciptaan cermin?

Kebingungan itulah pertanda urgensinya mencermat-telaahi berbagai peristiwa masa lalu, sedang berlangsung dan masa depan. Yang mana berbagai peristiwa itu adalah bagian dari sebuah reflektif.

Jejak digital perubahan nama sebuah program di salah satu televisi nasional, 'Empat Mata' yang diubah menjadi 'Bukan Empat Mata'. Program berketegori populer dengan host comedian Tukul Arwana ini disangsi KPI yang tidak boleh tayang kecuali dengan nama baru. Bukan Empat Mata adalah nama barunya. Hanya dari 'empat' menjadi 'bukan'?! Empat dan bukan itulah reflektif.

BACA JUGA: Tele Haru Kemungkaran

Ihwal menteri pertahanan Amerika Serikat. Pada masa kepemimpinan seorang presiden, dua orang menteri pertahanan meninggalkan gelanggang kabinet. James Mattis mengundurkan diri karena berbeda pandangan dengan tuan presiden. Mark Esper diberhentikan oleh sang presiden.

Walaupun sama-sama meninggalkan, seorang mundur yang lain berhenti. Meninggalkan dengan dua cara berbeda: dengan tujuan yang sama "melawan perintah". Sama-sama melawan perintah atasan. Itulah reflektif.

Vladimir Putin sang presiden dari negeri berjuluk Beruang Merah untuk kesekian kalinya mengutip ayat Alquran dalam pidatonya. Tindakan Presiden Rusia ini mendapat respon luar biasa khusus publik dunia dari negeri mayoritas berpenduduk Muslim. Putin yang non Muslim mengutip Alquran, tidak hanya sekali bahkan sudah berulang-kali.

Rasa hormat serta perasaan suka cita terhadap Putin, sebagai Muslim tentu saja tidak boleh berlebihan. Apalagi hanya didasari oleh karena seolah-olah "Alquran hanya milik" orang Muslim yang beragama Islam.

Panggilan Alquran yang banyak diperuntukan khusus kepada manusia (hai manusia), membuktikan bahwa perlunya keseolah-olahan direnungi kembali. Perenungan adalah sebuah reflektif.

Beberapa waktu lalu ustadz kondang asal negeri berjuluk "di atas minyak di bawah minyak", Riau diusir dan dipersekusi. Kejadian serupa terjadi pada seorang ustadz terkenal asal Sumatera Utara, dipersekusi di bandara kawasan yang berdasar regulasi harusnya steril.

Kedua ustadz yang sama-sama asal pulau Sumatera tersebut dituduh radikal, intoleran dan anti NKRI. Pertanyaan ensensi tentu saja: apakah kelompok pemerkusi tidak radikal, tidak intoleran dan tidak pemecah-belah bangsa? Pertanyaan ini adalah sebuah reflektif.

Sudah menjadi sebuah aksioma jika karakter kekuasaan itu adalah bulat-utuh, dan dengan cermin pun tidak mau berbagi. Sehingga tatkala seseorang penguasa berhadap-hadapan dengan cermin, tiada bayangannya. Walaupun ketiadaan bayangan hanyalah perumpamaan, namun praktiknya seperti ungkapan, "Tepuk Dada Tanya Selera". Tiada bayangan adalah reflektif.

Masih terngiang-ngiang seperti lagu dangdut pernyataan seorang petinggi negeri terkait "keahlian pekerja lokal belum cukup mendukung proyek miliaran dolar". Pernyataan ini benar, manakala di lapangan sesuai adanya. Sebaliknya manakala tidak, tentu menjadi lain. Kelainannya memunculkan pertanyaan: apa benar? Kebenarannya adalah sebuah reflektif.

Berpedomam berbagai peristiwa menjadi iktibar, masukan, catatan, coretan atau hendak disebut dengan apa saja namanya. Diperbolehkan. Silakan. Awal tahun adalah babak baru, agar kita lebih banyak bijak mendengar, membaca untuk kemudian mengkomunikasikan melalui lisan juga tulisan. Kesemuanya adalah refleksi determinan dari sebuah cermin.

Pesan pepatah klasik peninggalan para Tetua Bijak membunyikan, "Buruk muka janganlah cermin yang dibelah".

Wallahualam.***

Muchid Albintani adalah Associate Professor pada Program Studi Magister Ilmu Politik, Program Pascasarjana, FISIP, Universitas Riau, Pekanbaru.