Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

ESAI AKHIR ZAMAN MUCHID ALBINTANI

Kapital-Komunisme?
Oleh : Oleh DR Muchid Albintani
Senin | 21-12-2020 | 14:04 WIB
A-HANG-MUCHID12.png Honda-Batam
DR Muchid Albintani. (Foto: Ist)

DISENGAJA (by design) atau pun tidak, bertemunya kembali dua saudara kembar abang-adik yang telah lama hilang menunjukkan sesuatu yang luar biasa. Sayangnya di kalangan pengamat atau pun penstudi aliran (paham) justru terkesan biasa-biasa saja. Bahkan ada yang meragukan jika keduanya merupakan saudara kembar yang sengaja dipisahkan oleh para pencipta (pendesainnya).

Kapitalisme dan Komunisme adalah saudara kembar kakak-adik yang lama hilang. Pertemuannya dalam sistem politik (komunisme), dan sistem ekonomi (kapitalisme) yang dipraktikkan rejim Xi Jinping saat ini dinilai sebuah perpaduan yang hanya terkesan eksprimentasi prematur.

Kata terakhir menunjukkan sebuah ramalan yang sebentar lagi akan berakhir oleh karena terjadinya sentralisasi kepemimpinan. Tidak cukup sampai di sini, 'sistem kerajaan' dengan presiden seumur hidup juga dinilai faktor penting jika perpaduannya sebagai sebuah desain yang dipaksakan.

Pandangan serta keraguan berbagai kalangan terkait saudara kandung yang beribu materialisme tersebut, tidak salah. Begitu pun pertemuan keduanya sebagai sebuah peristiwa yang dinilai ketidaksengajaan dalam sebuah negara juga ada benarnya.
Perbedaan pandangan ini, hemat penulis porsinya tidak lima puluh-lima puluh (fifty-fifty), melainkan tiga puluh untuk eksprimentasi, dan tujuh puluh untuk rekayasa (by design).

BACA JUGA: Rahmatullah dan 'Makarullah'

Susah untuk disanggah mencermati kemajuan ekonomi dan perdagangannya, jika negeri Xi Jinping ini berhasil menjadi yang terbesar di dunia saat ini. Bahkan sudah melampaui Amerika Serikat.

Ditilik berdasarkan upaya untuk mengalahkan dominasi dan hegemoni Amerika Serikat (AS) dalam manaklukan dunia, dengan program OBOR-nya susah dibantah jika hanya sebuah kebetulan atau eksprimentasi biasa.

Berdiskusi ihwal hubungan antara Kapitalisme dan Komunusime, semenjak tesis Prancis Fukuyama memproklamirkan kemenangan kapitalisme dari komunisme menjadi pertanyaan yang perlu diulang.

Tidak salah jika dikatakan telah terjadi kesalahan analisis. Sejarah komunisme belum berakhir. Bahkan pertemuannya dengan sang kakak membawa titik terang akan keunggulannya. Bersandar pada cara pandang keunggulannya itu pula menjadi babak baru jika kapitalisme tidak dapat berdiri sendiri tanpa komuniasme.

Esai akhir zaman mengucapkan selamat datang atas bertemu kembalinya saudara kembar kapitalisme dengan komunisme. Kapitalisme abang, sementara komunisme adik. Dugaan penghilangan kedua beradik ini dinilai sengaja dilakukan untuk membingungkan khususnya para penstudi paham dunia, tidak salah.

Cara kerja elite global yang dengan menggunakan itilah proxy (pinjam tangan) selama ini, sudah mulai terbongkar satu-persatu. Tidak hanya berdasar dari rujukan digital, buku referensi juga sudah banyak membongkar-ungkap.

Argumentasi jika perpaduan (pertemuan) kakak-beradik hanya bagian dari eksprimentasi dan begitu pula sebaliknya, selain tidak salah juga ada benarnya. Belakangan, keberhasilan rejim kepemimpinan Xi Jinping yang sedang mengobrak-abrik kekuasaan negeri adi daya Donald Trump melalui pemilu presiden adalah segelintir kecil contohnya.

Keunggulan cara obraknya, tanpa didukung pemberitaan di media maenstream dunia memunculkan spekulasi jika rejim ini terafiliasi dengan kepentingan elite global. Sebaliknya spekulasi elite global yang terafiliasi dalam pusaran rejim juga ada. Esensinya perlu diualang-cermati mana yang determinan, rejim atau elite global.

Masih berklindan dengan spekulasi tersebut yang teranyar juga belum banyak menjadi objek studi adalah penemuan kata atau konsep Barat. Konsep ini dalam waktu yang sangat lama, belum atau tidak terurai-paparkan siapa sesungguhnya Barat tersebut.

Selama ini Barat hanya dimaknai sebagai arah, kawasan atau orang dengan kecirian tertentu. Kata sandingannya selalu adalah Timur. Berupaya menggunakan tesis ilmuwan politik AS, Samuel Huntington dalam bukunya, "benturan peradaban" (clash of civilizations) menggunakan Barat, Islam dan Konfusius sebagai objek benturan. Tesis ini tidak terbukti. Tesis ini hanya sebuah kamuflase untuk menutupi konsep Barat: siapa sebenarnya?

Hemat saya Barat adalah bagian dari proxy yang didesain oleh elite global. Barat sesungguhnya bukan arah. Barat adalah posisi persembunyian kelompok penakluk, penguasa sekaligus pengontrol dunia. Istilah Pax Britanica, Pax Americana dan Pax Judaica adalah identifikasi sebuah kawasan persembunyian.

Relevan sebagai contoh adalah "pertempuran kepentingan" yang sedang berlangsung (banyak tak terungkap oleh media mainstream dunia) antara pro nasional amerika yang diwakili Trump dan kawan-kawan (partai republik) dengan partai demokrat yang didukung elite global.

Belajar dari pertempuran tersebut, semakin tampak kekuataan globalis yang selama ini mencengkram Amerika. Keberadaan institusi dunia seperti PBB, IMF, sampai CIA juga tak terlepas karya tangan dingin kaum globalis.

Wajah demokrasi AS yang direpresentasi melalui pemilihan presiden belakangan ini, tak terlepas mengemukanya spekulasi pertarungan di belakang layar antara globalis yang berafiliasi dengan partai demokrat dan PKT, melawan Trump dan pendukungnya yang nasionalis. Spekulasi ini boleh saja dibantah, atau tidak semua benar.

Hemat penulis sekadar mengingatkan, terlepas dari semua spekulasi yang mengemuka, sumber Qurani memberikan referensi penting ihwal tipu daya atau makarnya kaum globalis beserta kekuatan rejim kepemimpinan di belakangnya terhadap "keberlanjutan" negeri ini. Sebagai mayoritas, tentu umat Islam perlu untuk mewaspadainya. Bagaimana caranya?

Sumber Qurani mereferensikan. "Mereka (penganut atau orang-orang pendukung kapital-komunis) membuat makar (tipu daya). Allah membalas makar mereka. Dan Allah sebaik-baiknya pembalas makar."

Wallahualam bissawab. ***

Muchid Albintani adalah Associate Professor pada Program Studi Magister Ilmu Politik, Program Pascasarjana, FISIP, Universitas Riau, Pekanbaru.