Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Lagi, Darah Ahmadiyah Tumpah
Oleh : Tunggul Naibaho
Senin | 07-02-2011 | 16:25 WIB
830F-ahmadiyah3.jpg Honda-Batam

Bekas-bekas kekerasan dan serangan atas Jamaah Ahmadiyah di Kampung Peundeuy, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Pandeglang, Banten, Minggu 6 Februari 2011. (Foto: Ist).

Jakarta, batamtoday - Kekerasan atas nama agama kembali terjadi di Indonesia, dan kembali darah jemaat Ahmadiyah yang tumpah, 3 tewas dan 6 luka berat, dalam sebuah serangan di Kampung Peundeuy, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Pandeglang, Banten, Minggu 6 Februari 2011.

Kekerasan tertumpu pada rumah  Suparman, salah seorang tokoh Ahmadiyah setempat, karena kebetulan pada hari Minggu itu, warga Ahmadiyah, sekitar 21 orang sedang berkumpul. Serangan terjadi sekitar pukul 10.00 WIB.

Juru bicara Ahmadiyah, Zafrullah A. Pontoh, Senin 7 Februari 2011, di kantor YLBH, Jakarta, menjelaskan bahwa, satu jam sebelum penyerangan, yaitu sekitar pukul 09.00 WIB, sebenarnya petugas kepolisian dari Polres Pandeglang berjumlah cukup banyak berjaga-jaga di rumah Suparman. Bahkan antara polisi dan Jamaah Ahmadiyah melakukan dialog, terutama dengan Suparman.

Dalam dialog itu, polisi meminta agar Jamaah Ahmadiyah membubarkan diri, dan jika ada serangan jangan melakukan perlawanan. Hal ini tetntu saja ditolak oleh warga Ahmadiyah.

"Tidak berapa lama, masuk telepon kepad petugas polisi, dari seseorang, saya tidak tahu siapa, dan segera saja polisi meninggalkan lokasi," kata Zafrulloh kepada para wartawan di kantor YLBHI.

Sesaat setelah polisi pergi, tidak lama kemudian datang segerombolan orang dari arah utara menyerang Jamaah Ahamdiyah yang sedang berkumpul di rumah Suparman, ujar Zafrulloh.

Tidak lama kemudian datang gerombolan massa lain yang jumlahnya mencapai sekitar 1.500 orang membawa golok, pedang, tombak dan berbagai senjata lainya.

Massa ini kemudian melakukan pemukulan dan penganiayaan terhadap Jamaah Ahmadiyah. Jamaah yang tertangkap ditelanjangi, dipukuli secara brutal, apa saja dijadikan alat, termasuk batu, cerita Zafrulloh cukup emosional.

Lalu dia mengatakan, 4 jamaah tertangkap oleh massa penyerang, namun satu berhasil meloloskan diri, dan yang tiga tewas tadi tewas di lokasi kejadian.

Ketiganya adalah,  Roni (34 tahun) asal  Jakarta Utara, Adi Mulyadi (24 tahun), warga Cikeusik, dan Tarno (33 tahun) warga Cikeusik.

Tindakan kekerasan yang dialami Jamaah Ahmadiyah ini mendapat kecaman keras, baik dari parlemen, tokoh agama, dan aktivis civil society. Mereka selain mengutuk, juga meminta agar SKB Tiga Menteri dievaluasi dan dicabut, karena menurut mereka SKB Tiga Menteri itu menjadi alat legitimasi bagi kelompok lain untuk melakukan kekerasan.