Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Begini Modus 4 Pejabat BC Batam dalam Kasus Importasi Tekstil
Oleh : Pascal Rh
Kamis | 25-06-2020 | 13:20 WIB
Kantor_bea_cukai.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Kantor Bea Cukai Batam, Kepulauan Riau (Foto: Paskal Rh)

BATAMTODAY.COM, Batam - Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono, mengungkapkan, modus yang dilakukan 4 pejabat Kantor Bea dan Cukai Tipe B Batam dalam kasus impor 27 kontainer tekstil premium dilakukan dengan cara memanipulasi dokumen impor.

Dalam proses importasi produk kain yang dilakukan melalui Kawasan Bebas Batam, kata Hari, ke-4 pejabat Bea dan Cukai Batam dan pemilik PT Fleming Indo Batam (PT FIB) dan PT Peter Garmindo Prima (PT PGP), yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, mengubah invoice dengan nilai yang lebih kecil untuk mengurangi Bea Masuk.

"Modus yang dilakukan para tersangka adalah mengubah Invoice dengan nilai yang lebih kecil untuk mengurangi Bea Masuk yang harus dibayarkan oleh PT FIB dan PT PGP," kata Hari melalui keterangan tertulis yang diterima BATAMTODAY.COM, Rabu (24/6/2020) malam.

Bersama dengan tersangka IR selaku Pemilik PT FIB dan PT PGP, kata Hari, para pejabat Bea Cukai Batam mengubah Invoice serta mengurangi volume dan jenis barang dengan tujuan mengurangi kewajiban Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) menggunakan Surat Keterangan Asal (SKA) yang tidak benar.

"Dalam kegiatan impor produk kain sebanyak 566 kontainer, para tersangka mengubah Invoice serta mengurangi volume dan jenis barang dengan tujuan mengurangi kewajiban Bea Masuk menggunakan Surat Keterangan Asal (SKA) palsu," ujarnya.

Hari menjelaskan, sebanyak 27 kontainer berisi tekstil premium ini seolah-olah berasal dari Shanti Park, Mira Road, India, dan dalam dokumen pengiriman kapal pengangkut seolah-olah berasal dari pelabuhan muat di Nhava Sheva, India. Namun, kapal pengangkut tersebut tidak pernah singgah di India dan kain-kain tersebut ternyata berasal dari China.

"Fakta yang sebenarnya adalah ke-27 kontainer tersebut berisi kain brokat, sutra dan satin berangkat dari Pelabuhan Hongkong, singgah di Malaysia dan berakhir di Batam," tambahnya.

Pada saat kapal tiba di Batam, lanjutnya, kontainer berisi tekstil milik importir PT FIB dan PT PGP tersebut kemudian di bongkar dan dipindahkan ke kontainer yang berbeda di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Kawasan Pabean Batu Ampar tanpa pengawasan oleh Bidang P2 dan Bidang Kepabeanan dan Cukai KPU Batam.

"Setelah barang itu tiba di Batam, seluruh muatan kain brokat, sutera, satin, dan gorden!dipindahkan ke kontainer yang berbeda, kemudian kontainer asal tersebut diisi dengan kain polister yang harganya lebih murah dan kemudian diangkut menggunakan kapal lain menuju Pelabuhan Tanjung Priok," ungkapnya.

Sesampainya di Pelabuhan Tanjung Priok, sambungnya, semua kontainer tersebut rencananya akan dikirim ke satu alamat tujuan yaitu Kompleks Pergudangan Green Sedayu Bizpark, Cakung, Jakarta Timur.

"Modus ini dimaksudkan untuk memanfaatkan aturan atau kebijakan Bea Safeguard yang diberikan kepada India, sebagai salah satu negara yang mendapatkan fasilitas tersebut," tandasnya.

Hari menuturkan, kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam proses import tekstil tersebut berawal pada tanggal 2 Maret 2020. Saat itu, petugas Direktorat Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai melakukan penegahan 27 kontainer milik PT FIB (Flemings Indo Batam) dan PT PGP (Peter Garmindo Prima).

"Ketika ditegah oleh Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok, didapati ketidaksesuaian jumlah dan jenis barang antara dokumen PPFTZ-01 Keluar dengan isi muatan hasil pemeriksaan fisik barang," terangnya.

Setelah dihitung, lanjut dia, terdapat kelebihan fisik barang, masing-masing untuk PT. PGP sebanyak 5.075 roll dan PT. FIB sebanyak 3.075 roll.

"Hal tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya kerugian perekonomian Negara, karena banyaknya produk kain impor di dalam negeri," tuturnya.

Sebelumnya, Tim Penyidik Kejaksaan Agung Muda Tindak Pidana Khsusus telah menetapkan 5 orang tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan impor 27 kontainer tekstil premium di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Kelima tersangka itu, sebut dia, terdiri dari 4 orang pejabat Bea dan Cukai Batam dan seorang lainnya dari pihak swasta. Ke-5 tersangka tersebut antara lain:

1. Mukhamad Mulkas (MM) selaku Kabid Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai (PFPC) BC Batam.
2. Dedi Aldrian (DA) selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai (PPC) III BC Batam.
3. Hariyono Adi Wibowo (HAW) selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai (PPC) I BC Batam.
4. Kamaruddin Siregar (KS) selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai (PPC) II BC Batam.
5. Irianto (I) selaku pemilik PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima.

Keempat tersangka, lanjutnya, merupakan pegawai KPU Bea Cukai Batam yang bertanggung jawab dalam bidang pelayanan pabean dan cukai yang sering melayani dan berhubungan dengan pengurus PT Flemings Indo Batam dan Peter Garmindo Prima sebagai importer tekstil dari Singapura ke Batam.

Usai ditetapkan sebagai tersangka, sambungnya, Tiga orang pejabat Bea dan Cukai Batam langsung dijebloskan ke rumah tahanan negara (Rutan) Salemba selama 20 hari terhitung mulai hari ini Rabu 24 Juni 2020 sampai dengan 13 Juli 2020.

Sementara satu tersangka lain Mukhamad Mulkas (Kabid PFPC KPU BC Batam) masih diperiksa di kediamannya, Sidoarjo, Jawa Timur serta Irianto selaku pemilik PT Flemings Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima telah lebih dahulu ditahan penyidik Ditjen Bea Cukai.

"Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, serta Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP," pungkasnya.

Editor: Surya