Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mendesak Penerbitan Perppu Penundaan Pilkada 2020
Oleh : Opini
Jumat | 17-04-2020 | 11:00 WIB
ilustrasi-Pilkada.jpg Honda-Batam
Ilustrasi Pilkada serentak. (Foto: Ist)

Oleh Stanislaus Riyanta

PANDEMI Covid-19 yang dampaknya semakin membesar di Indonesia menjadi pertimbangan bahwa Pilkada 2020 perlu ditunda.

Besarnya dampak Covid-19 ini yang hampir merata di seluruh Indonesia disikapi oleh pemerintah dengan penetapan status bencana nasional non alam melalui Keputusan Presiden RI No 12 Tahun 2020 pada 13 April 2020 yang lalu.

Dengan status bencana nasional nonalam ini tentu Pilkada 2020 menjadi sangat sulit untuk dilaksanakan sesuai jadwal.

Pilkada 2020 akan dilakukan di 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Seharusnya pada 1 Januari-21 Maret 2020 sudah dilakukan tahapan Pembentukan PPK dan PPS, dan 16-29 April 2020 Pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih.

Disusul dengan rangkaian kegaiatan lainnnya hingga pada 23 September 2020 dilakukan Pemungutan dan Penghitungan Suara di TPS. Dengan situasi dan kondisi negara saat ini yang sedang mengalami bencana nasional nonalam maka Pilkada 2020 akan sulit dilaksanakan tepat waktu.

Saat ini diketahui bahwa tahapan yang sudah diputuskan untuk ditunda antara lain: pelantikan anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS), verifikasi faktual dukungan bakal pasangan calon perseorangan, pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP), dan tahapan pencocokan dan penelitian data pemilih.

Penundaan tahapan ini yang disesuaikan dengan fokus pemerintah menghadapi Covid-19 tentu menjadi pentunjuk bahwa Pilkada 2020 tidak akan berjalan sesuai jadwal semestinya karena akan berimplikasi pada tahapan-tahapan lainnya.

Permasalahan yang muncul adalah tahapan-tahapan dalam Pilkada diatur oleh Undang-Undang seperti ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang menyebut PPS dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota 6 (enam) bulan sebelum pemungutan suara dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.

Dengan keputusan penundaan tahapan pelantikan anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS), verifikasi faktual dukungan bakal pasangan calon perseorangan, pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP), dan tahapan pencocokan dan penelitian data pemilih, berarti pelaksanaan pemungutan suara Pilkada 2020 dapat dipastikan tidak bisa berjalan sesuai jadwal semula.

Untuk mencegah adanya permasalahan hukum terkait Pilkada 2020, dengan kemungkinan pelaksanaan Pilkada 2020 ditunda maka pemerintah perlu menerbutkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai dasar hukum penundaan dan pelaksanaan pada jadwal yang telah disesuaikan.

Penerbitan Perppu ini menjadi jalan terbaik untuk menghindari permasalahan hukum dan menjamin penundaan pilkada tersebut tidak melanggar konstitusi.

Situasi bencana nasional non alam terkait pandemi Covid-19 yang dampaknya cukup siginifikan terutama bagi sektor ekonomi harus menjadi prioritas utama yang ditangani pemerintah saat ini.

Agenda-agenda lain seperti Pilkada 2020 dapat disesuaikan jadwalnya namun tetap dilandasi dengan perangkat hukum yang sesuai konstitusi. Untuk itu urgensi penerbitan Perppu bagi landasan hukum penundaan Pilkada 2020 mutlak diperlukan.*

Penulis adalah pengamat kebijakan publik