Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Diduga Melanggar Izin Tinggal

Pekerja Minta Disnaker dan Imigrasi Mengawasi TKA
Oleh : Khoiruddin/Ocep
Selasa | 01-05-2012 | 21:22 WIB

KARIMUN, batamtoday - Ratusan pekerja dari berbagai perusahaan yang ada di Tanjung Balai Karimun, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, yang tergabung dalam Serikat Pekerja Aneka Industri Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPAI-FSPMI),  konvoi kendaraan bermotor menuju Kantor Bupati Karimun yang hanya berjarak sekitar 8 kilometer dari pusat kota, Selasa (1/5/2012).

Para pekerja menuntut perbaikan kesejahteraan buruh, menolak upah murah dan mendesak pemerintah menyusun peraturan pendukung agar pemberlakuan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sesuai dengan jadwal yang ditetapkan pemerintah dan DPR.

Tuntutan itu didasarkan atas pertimbangan bahwa Tanjung Balai Karimun berada di Pulau Karimun Besar yang berada di sebelah Barat, Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau, dengan jarak tempuh dengan kapal penumpang sekitar tiga jam.  Bahkan sebagian dari pulau tersebut, berstatus daerah perdagangan bebas.

Dalam orasinya para pekerja menyampaikan empat tuntutan, pertama pemberlakuan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kedua, jaminan pensiun bagi buruh formal. Ketiga, tolak upah murah, dan terakhir, penghapusan "outsourcing".

Setelah berorasi selama 30 menit di depan Gedung Putih, para pekerja tadi ditemui wakil Bupati Karimun, Aunur Rafiq dengan pengawalan ekstra seratusan lebih personil POLRI dan Satpol PP Pemkab Karimun.

"Kami menerima aspirasi sebatas kewenangan yang dimiliki. Semua tuntutan yang disampaikan akan kami pelajari dan tindak lanjuti. Aspirasi yang menjadi kewenangan pusat akan kami tindak lanjuti dengan menyurati pemerintah secepatnya. Sedangkan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah akan kami sampaikan kepada bupati,"ujarnya.

Dia juga mengatakan pemerintah daerah akan mengevaluasi kinerja Dinas Tenaga Kerja terkait penolakan upah murah serta pengawasan persoalan ketenagakerjaan. Terutama menyangkut hak-hak pekerja.

"Bupati nantinya akan menggelar rapat dan memanggil pejabat Disnaker serta satuan kerja perangkat daerah terkait. Kami akan evaluasi apa saja yang menjadi penghambat sehingga munculnya tuntutan dalam unjuk rasa," katanya.

Dia menyambut positif penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan pekerja menyambut Hari Buruh Internasional  atau "May Day" berlangsung aman, lancar dan damai.

"Penyampaian pendapat dilindungi undang-undang. Namun, yang terpenting massa tetap mengedepankan kebersamaan dan kekeluargaan. Jaga suasana Karimun yang sudah kondusif agar iklim investasi yang sudah bagus tetap terpelihara," katanya.

Ratusan orang buruh SPAI-FSPMI berunjuk rasa sekitar 40 menit. Sebelumnya, massa juga menggelar konvoi keliling Pulau Karimun Besar yang dimulai dari Tugu Pemuda di Stadion Badang Perkasa dan berakhir di kantor bupati.

Ketua SPAI-FSPMI Karimun Muhamad Fajar mengatakan, unjuk rasa yang mengusung sejumlah tuntutan tersebut merupakan akumulasi  kekecewaan buruh yang masih jauh dari sejahtera.

"Buruh masih terpinggirkan, padahal buruh merupakan salah satu pilar ekonomi, penyumbang pajak dan berkontribusi untuk negara," katanya.

Empat tuntutan yang diusung, kata dia, merupakan butir-butir penting yang tertuang dalam UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diharapkan berlaku sesuai jadwal yang ditetapkan pemerintah dan DPR.

"Kami juga meminta pemerintah daerah  mengevaluasi lemahnya kinerja Disnaker dalam mengawasi pengusaha yang mengabaikan hak-hak pekerja," ujar Fajar.

Dalam unjuk rasa itu, massa juga meminta Disnaker dan Imigrasi memantau tenaga kerja asing karena diduga banyak melanggar  izin.

"Kami meminta Disnaker dan Imigrasi mengawasi izin tinggal tenaga kerja asing," kata seorang pengunjuk rasa dalam orasinya.

Pengunjuk rasa juga meminta pemerintah daerah membatasi jumlah tenaga kerja asing serta memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal untuk bekerja di kawasan perdagangan bebas (free trade zone/FTZ).

Massa yang membawa sejumlah pamflet dan spanduk juga meminta Dewan Pengupahan menetapkan kebutuhan hidup layak (KHL) sesuai dengan kondisi harga kebutuhan pokok yang riil.

"KHL yang ditetapkan tidak sesuai dengan harga kebutuhan pokok. Kami meminta Dewan Pengupahan tidak asal menetapkan KHL sebagai dasar penetapan upah minimum kabupaten," katanya.

Massa juga meminta pemerintah daerah mengawasi pengusaha tambang granit yang mengabaikan keselamatan karyawannya karena pekerja tambang rentan mengalami kecelakaan kerja.