Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Seberapa Urgensi Revisi UU Otsus Papua?
Oleh : Opini
Sabtu | 22-02-2020 | 13:31 WIB
otsus-papua1.jpg Honda-Batam
Ilustrasi Otonomi Khusus Papua. (Foto: Ist)

Oleh Iqbal Fadillah

MENTERI Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI pada 22 Januari 2020, mengusulkan lima RUU untuk masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dibahas bersama DPR pada periode 2020-2024.

 

Kelima RUU tersebut adalah, Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan; RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2002 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

RUU tentang Perubahan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemprov Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. RUU tentang Perubahan UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

RUU tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Sementara, dua RUU yang masuk Prolegnas Prioritas 2020 adalah terkait Adminduk dan Otsus Papua.

Menurut Tito Karnavian, RUU Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua, dianggap penting karena perlu diselesaikan tahun ini mengingat tahun depan tahun 2001 itu UU ini berakhir.

Sementara, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, revisi UU Otsus Papua harus menjadi prioritas dikarenakan dana otsus bagi Papua dan Papua Barat yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) APBN akan berakhir pada tahun 2021 sesuai UU tersebut.

Seberapa Urgensi Revisi UU Otsus Papua?

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Bahtiar dikutip Kompas.com mengatakan, status Otsus tetap melekat pada Papua setelah Tahun 2021. Jangan sampai ada pendapat publik seakan-akan Otsus Papua berakhir tahun 2021.

Yang ada batas akhirnya itu adalah dana otsusnya, sementara pelaksanaan Otsus Papua tetap berjalan. Ada dua alternatif dalam membahas RUU Otsus Papua, Pertama, melakukan keberlanjutan dana otnomi khusus dua persen dari Dana Alokasi Umum,

Kedua, melanjutkan hasil pembahasan RUU pada 2014 bahwa dana otonomi khusus terus dilanjutkan guna mempercepat pembangunan di Papua. Prinsipnya sama yakni ingin melakukan percepatan pembangunan di Papua, sehingga isu dan masalah diskriminasi atau lainnya yang biesa merusak keutuhan NKRI di bumi Cendrawasih dapat terjaga.

UU Otsus Papua merupakan suatu kebijakan yang bernilai strategis dalam rangka peningkatan pelayanan, akselerasi pembangunan serta pemberdayaan seluruh rakyat di Papua.

Secara filosofis UU Otsus dibuat sebagai langkah untuk mensejajarkan Papua dengan wilayah lain di Indonesia serta sebagai langkah proteksi bagi hak-hak dasar Orang Asli Papua, dengan tujuan utama adalah kemakmuran dan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat Papua.

Ada lima hal penting yang termuat dalam UU Otsus yakni, Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur, Ekonomi Kerakyatan, dan Affirmasi. Dalam UU Otsus Papua tersebut pun memayungi pasal-pasal yang sangat penting untuk mengangkat hak kesulungan orang Papua dalam NKRI.

Sehingga apapun yang orang Papua lakukan, tidak ada kecurigaan dan potensi perlawanan terhadap NKRI. Dalam UU tersebut terdapat perubahan nama dari Irian Jaya menjadi Papua, lahirnya MRP, lagu Tanah Papua, Bendera dan lambang daerah, pelurusan sejarah, pembentukan partai politik lokal dan tambahan 14 kursi DPRP dan dana Alokasi Khusus 2 persen yang diambil dari dana alokasi umum nasional.

Kebijakan Otsus Papua yang diundangkan melalui UU Nomor 21 Tahun 2001 memang mempunyai banyak perbedaan yang mendasar dibandingkan dengan UU Otonomi Daerah yang berlaku untuk daerah-daerah lain.

Hal tersebut dikarenakan UU Otsus Papua adalah kompromi politik yang dimaksud untuk merespon tuntutan kemerdekaan di Papua. Substansi penting dari kebijakan Otsus merupakan bentuk dari desentralisasi politik asimetris guna menengahi konflik yang melanda Papua, sekaligus perlindungan terhadap hak-hak dasar penduduk asli Papua. Selain itu, UU Otsus Papua merupakan implementasi dari penghormatan terhadap HAM serta penegakan supremasi hukum.

Untuk itu, Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah Papua dan Papua Barat tak perlu sungkan-sungkan untuk bertemu, serta menghindari saling lempar framing issue melalui media terkait pro kontra revisi atau mengevaluasi pelaksanaan Otsus Papua.

Yang lebih utama adalah duduk bersama membahas evaluasi dan revisi UU Otsus yang terbaik untuk masyarakat Papua dan Papua Barat. Termasuk pelibatan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan kaum intelektual setempat, guna mengakomodir kearifan lokal setempat yang dapat dikembangkan untuk percepatan pembangunan di Tanah Papua.

Berbagai kelemahan dan kendala pelaksanaan Otsus ini pun jika tidak segera diperbaiki dapat berimplikasi pada menurunnya kepercayaan masyarakat Papua akan kesungguhan pemerintah dalam memenuhi tuntutan rakyat dan sangat memungkinkan justru semakin menyemai suara-suara kritis yang menghendaki pemisahan Papua menjadi wilayah merdeka yang terpisah dari NKRI.

Untuk itu, dalam pembahaan revisi UU Otsus Papua seyogyanya perlu diperhatikan beberapa hal strategis diantaranya, evaluasi transparansi peruntukan anggaran dana Otsus yang didapat oleh Pemerintah Papua dan Papua Barat sesuai dengan situasi sosial-geografis daerah Papua.

Bahkan, diperlukan suatu kajian secara ilmiah untuk melihat kesesuaian Otsus yang baru dengan kondisi Papua, agar sinergi antara idealitas normatif sebagaimana terkandung dalam substansi UU Otsus dapat terwujud. *

Penulis adalah pengamat politik