Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemindahan Ibu Kota dan Solusi Keadilan Sosial Bagi Semua
Oleh : Opini
Kamis | 23-01-2020 | 14:52 WIB
desain_baru_ibukota1.jpg Honda-Batam
Disain ibukota baru Indonesia di Kalimantan. (Foto: Ist)

Oleh Dodik Prasetyo

PEMINDAHAN Ibu kota Indonesia dari Pulau jawa ke Kalimantan memang menjadi topik pembicaraan cukup hangat diberbagai media. Pemindahan Ibu Kota diyakini tidak hanya menstimulus pertumbuhan ekonomi baru, namun juga memenuhi aspek ideologis bangsa sebagai perwujudan keadilan social bagi seluruh masyarakat.

Salah satu pertimbangannya adalah, pulau Kalimantan merupakan wilayah yang strategis baik secara geografis maupun ekonomi. Sehingga diharapkan pemindahan Ibukota tersebut dapat berdampak positif terhadap pertumbuhan pusan ekonomi baru.

Jika dianalisis dari sudut pandang kemaritiman, pemindahan Ibu Kota tersebut tentu akan menumbuhkan pusat-pusat pelabuhan dan logistik baru yang sejalan pula dengan konsep pengangkutan barang melalui tol laut yang telah dirintis oleh Presiden Joko Widodo.

Sebelumnya, pada kesempatan sidang bersama DPR RI dan DPD RI, Mantan Walikota Surakarta tersebut juga meminta izin dan dukungan dari anggota DPR, para sesepuh, tokoh bangsa serta rakyat Indonesia untuk memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan.

Kita akui memang rencana pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan tersebut memantik pro kontra dari berbagai kalangan. Namun PT Jasa Marga (Persero) Tbk, telah menyatakan bahwa pihaknya mendukung rencana pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakartta ke Wilayah 2 kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur yakni Penajam dan Kutai Kertanegara.

Salah satu jalan tol yang dikelola oleh anak usaha Jasa Marga. Jalan Tol Balikpapan-Samarinda, akan melintasi Kecamatan Samboja, Kutai Kertanegara yang hingga awal September 2019 lalu hampir selesai 100 persen.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengungkapkan bahwa peletakan batu pertama atau groundbreaking ibu kota baru bakal dipercepat pelaksanaannya.

Sebelumnya, menurut timeline pelaksanaan pemindahan ibu kota negara dari dokumen perencanaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), pemerintah baru akan melaksanakan groundbreaking ibu kota beru pada tahun 2021 mendatang.

Menurut Basuki, alasan dipercepatnya rencana tersebut sebab kini pemerintah sudah mengantongi beberapa opsi desain ibu kota baru terbaik dari hasil sayembara yang diikuti oleh lebih kurang 755 peserta.

Sejarawan LIPI Asvi Warman Adam berpendapat, Jika nantinya Ibu Kota jadi dipindah, maka Indonesia akan mencatatkan tinta emas dalam sejarah politik Indonesia. Dimana Indonesia akan membuat Ibu Kota yang baru, bukan Ibu Kota warisan kolonial.

Asvi mengatakan, pemindahan ibu kota atau pusat pemerintahan sangat berkaitan dengan 2 hal, yakni faktor pendorong dan faktor penarik.

Sejarah mencatat faktor pendorong dan penarik ketika pusat pemerintahan dipindah ke Yogyakarta pada 1946 dipicu oleh kondisi Jakarta yang saat itu dinilai tidak aman, dan aparat baik TNI maupun Polisi dinilai tidak berfungsi secara penuh sehingga Yogyakarta menawarkan untuk menjadi pusat pemerintah dan hal tersebut disetujui oleh Presiden dan Wakil Presiden.

Pada tahun 1948. Presiden dan Wakil Presiden ditawan Belanda. Presiden kemudian sempat mengirim telegram untuk membentuk pusat pemerintahan darurat di Bukit Tinggi. Lalu pada 1950, presiden berkedudukan di Jakarta.

Pada tahun 1957, Palangkaraya, Kalimantan Tengah ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi. Dikatakan Asvi, Presiden Soekarno saat itu merasa cocok untuk menjadijan Palangkaraya sebagai ibu kota negara karena posisinya yang berada di tengah-tengah wilayah Indonesia dan luas wilayahnya sepertiga dari luasan Indonesia.

Kala itu Bung Karno amat serius dalam merencanakan pemindahan, bahkan dirinya tidak sekedar mewacanakan saja. Bung Karno dikabarkan telah menyusun desain untuk Ibu Kota Baru yang direncanakannya.

Tapi ternyata ada sesuatu yang membuat Soekarno menangguhkan rencana tersebut, dimana saat itu Indonesia ditawari untuk menjadi tuan rumah Asian Games sehingga tidak mungkin multi-event sebesar itu digelar di Ibu Kota Baru.

Karena itu, dibangun stadion besar di Senayan, patung selamat datang di depan Hotel Indonesia (HI) sehingga rencana memindahkan Ibu Kota pun terbengkelai.

Dalam hajat pemindahan Ibukota ini, Indonesia juga bekerjasama dengan negara lain untuk bekerjasama dalam aspek perencanaan kota, penugasan tenaga ahli serta pertukaran pengetahuan dan teknologi.

Tentu saja upaya pemindahan Ibu Kota memang bukan perkara yang mudah, namun kita tentu harus yakin dan optimis bahwa semua tantangan bisa dilewati demi Indonesia yang lebih maju.*

Penulis adalah pengamat sosial politik