Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Strategi Mengantisipasi Penyebaran Paham Radikal di Kalangan Generasi Muda
Oleh : Opini
Rabu | 15-01-2020 | 14:53 WIB
radikalisme51.jpg Honda-Batam
Ilustrasi melawan radikalisme. (Foto: Ist)

Oleh Hananta

DI ERA teknologi, penyebaran radikalisme menjadi momok yang patut untuk terus diwaspadai. Pemerintah dan masyarakat tidak boleh lengah terhadap penyebaran paham radikal yang kini juga dapat mengincar generasi muda dan kalangan terdidik. Dimanapun paham radikal bertumbuh selalu punya daya magis yang kuat.

 

Dia punya senjata ampuh untuk memprovokasi atau mempengaruhi korbannya. Tak pandang bulu, mau tua-muda, miskin-kaya, pria-wanita, bahkan anak-anak tak bisa lepas dari jerat paham menyimpang ini.

Penyebarannya-pun juga semakin melesat seiring perkembangan dunia teknologi. Seolah berotak Eisntein, para pelaku ini memiliki formula untuk merekrut orang-oramg guna memperbesar jangkauannya. Dan akhirnya dapat menuju kepada tindakan terorisme.

Di samping itu, pendidikan yang berasal sejak dini sedikit banyak mempengaruhi. Penanaman sikap rasis secara tidak sengaja terkadang dilakukan para orang tua. Ambil contoh, orang tua melarang anak-anaknya bergaul dengan yang berbeda agama.

Padahal semacam ini akan menimbulkan intoleransi antar umat beragama. Yang mana bisa terus tertanam dalam pemikiran anak-anak. Parahnya, jika hal itu dibumbui dengan doktrin-doktrin yang salah.

Maka dari itu, pendidikan haruslah diterapkan dengan penuh kehati-hatian. Bukan asal melarang atau mendoktrin, namun juga harus sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

Tak dipungkiri, memang perlu cara khusus untuk menangkal kelompok teroris yang masih masif menyebarkan paham sesatnya di media sosial. Apalagi narasi-narasi mereka yang mengatasnamakan agama, tidaklah dibenarkan.

Menurut Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan dan kerjasama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Waryono Abdul Ghafur, menyatakan bahwa untuk melawan narasi-narasi paham radikal ini harus dengan agama juga. Karena sesungguhnya, agama yang betul adalah yang mengajarkan perdamaian.

Pihaknya menambahkan, kelompok-kelompok radikal yang dari awal sudah tegas bersikap anti-NKRI, akan sulit disadarkan hanya dengan pemahaman dan penghayatan terhadap ideologi Pancasila.

Menurutnya, peran lembaga pendidikan begitu penting untuk menangkal paham radikal. Karena di lembaga pendidikan itu terdapat guru, dosen yang akan memberikan sebuah pelajaran kepada anak didiknya. Namun, tetap harus dipastikan pula bahwa para pendidik ini dan tidak terpapar dari paham-paham radikal maupun terorisme.

Selain itu, masyarakat juga harus diberikan pengertian untuk selalu mewaspadai penyebaran paham-paham radikal yang getol mengatasnamakan agama. Pun dengan sinergitas antara kementerian serta lembaga juga harus ikut ditingkatkan.

Dilihat dari pengertiannya, Radikalisme adalah suatu ideologi,gagasan atau paham dengan cara ingin melakukan perubahan pada sistem sosial serta politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan maupun ekstrim.

Inti dari tindakan radikalisme ini ialah sikap dan tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan untuk mengusung perubahan yang diinginkan. Mereka ingin hal ini terjadi secara instan dan cepat namun bertentangan dengan sistem sosial yang berlaku. Perlu dicatat, Radikalisme merupakan embrio atas lahirnya terorisme.

Terdapat beberapa ciri yang bisa dikenali dari sikap dan paham radikal. 1) sikap intoleran yang tinggi (tidak mau menghargai pendapat &keyakinan orang lain), 2) sikap fanatik atau fanatisme (selalu merasa benar sendiri; menganggap orang lain salah), 3) eksklusif (membedakan diri dari umat Islam umumnya) dan 4) Bersikap revolusioner (cenderung menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan).

Sementara itu, pengertian terorisme berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2018 yakni, perubahan atas Undang-Undang nomor 15 tahun 2013 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2002 berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana terorisme ialah suatu perbuatan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan rasa takut yang berlaku secara meluas, dan dapat menimbulkan korban yang bersifat masal.

Termasuk dana atau bahkan, menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, hingga fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik maupun gangguan keamanan.

Peranan keluarga dalam hal ini dinilai paling mendominasi. Mengingat, semua manusia mengawali pendidikannya dari keluarga. Penanaman sikap toleransi yang tinggi cukup ampuh untuk mengantisipasi terpaparnya paham radikal. Pendalaman agama secara benar pada orang yang tepat juga akan berpengaruh.

Sebab, kemampuan keagamaan yang dangkal bisa berakibat fatal jika salah penerapan. Maka dari itu, pemerintah terus mewanti-wanti agar kita selalu antipati dengan paham radikal ini. Pasalnya bukan hanya mengancam stabilitas keamanan nasional, namun juga generasi penerus bangsa.

Jadi, mari kita lawan radikalisme dan terorisme mulai dari sekarang.*

Penulis adalah pengamat sosial politik