Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Peran Media Mengawal Kebijakan Pemerintah Tanpa Hoax
Oleh : Opini
Jumat | 10-01-2020 | 16:55 WIB
ilustrasi-media-massa.jpg Honda-Batam
Ilustrasi media massa. (Foto: Ist)

Oleh Angling Parikesit

DALAM masyarakat modern, media mempunyai peran sangat penting, dimana media berperan menjadi sumber informasi dan edukasi dalam waktu yang relatif cepat.

Meski demikian cepatnya penyebaran berita terkadang tidak dilandasi dengan fakta yang kuat, sehingga media mainstream seperti koran tetap masih menjadi rujukan utama.

Keberadaan humas sebagai badan publik pada sebuah lembaga pemerintahan tentu sangatlah strategis dalam membangun citra positif institusi, sehingga masyarakat maupun pekerja media dapat mengakses informasi secara akurat kepada sumber yang terpercaya.

Saat ini pemerintah juga dinanti-nanti atas keterbukaan informasi publik, dan media menjadi jembatan informasi antara pemerintah dengan masyarakat, sehingga masyarakat juga dapat turut serta mengawal berbagai program pemerintah yang telah dicanangkan.

Namun, akan menjadi sesuatu yang berbahaya jika media memberitakan hoax yang berpotensi merusak rasa persatuan di Indonesia, sudah banyak bukti di dunia ini yang menunjukkan bahwa hoax merupakan hal yang dapat merugikan banyak pihak, bahkan bisa juga menimbulkan peperangan.

Sampai kapanpun media harus berperan dalam menjaga kestabilan politik, karena seperti selayaknya makanan, jika informasi yang diberikan adalah informasi yang sarat gizi, tentu pihak penerima produk media berupa berita maupun informasi, akan dapat menyikapi pemberitaan tersebut dengan bijak.

Apalagi Indonesia memiliki keragaman suku bangsa dan agama, media juga dituntut harus mampu menjadi forum yang tidak menyinggung terkait SARA.

Selain memberikan informasi, media baik media massa maupun elektronik, sudah semestinya menjadi lembaga pendidik bagi masyarakat luas.

Karena media sudah semestinya memberitakan sesuatu yang tidak hanya tepat dan akurat, tetapi juga bisa menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi masyarakat secara umum.

Berdasarkan UUD 1945 pasal 28 bahwa kebebasan pers/media bertujuan untuk menjamin transaksi informasi dua arah, antara Pemerintah dengan masyarakat. Pers menjadi media transfer pengetahuan, pengertian, persamaan persepsi dan partisipasi masyararakat dalam mengawal kebijakan pemerintah yang merupakan konsekuensi dari sistem demokrasi.

Selain itu media juga harus mampu mengarahkan masyarakat untuk percaya sepenuhnya kepada pemerintah bahwa pemerintah akan terus berjuang untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia dengan berbagai kebijakan maupun langkah strategis yang ditempuh.

Karyono Wibowo selaku Direktur Eksekutif Indonesian Public Institut (IPI) pernah mengatakan bahwa media memiliki peran yang sangat strategis. Posisinya sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam hal ini, media seakan menguasai perannya untuk menjadikan masyarakat sebagai insan yang toleran terhadap perbedaan, atau insan yang mudah terbakar dan terhasut dengan kalimat yang bernada provokatif.

Bisa diibaratkan penyebaran berita bohong atau hoax tak ubahnya seperti peredaran narkoba. Yang mana apabila dibiarkan maka akan membahayakan dan merugikan masyarakat.

Di zaman serba digital seperti ini, hoax merupakan tindakan kriminal, hoax disebut hadir dari sikap mental yang mengesampingkan integritas.

Hoax juga dapat merugikan banyak pihak hingga akhirnya berdampak pada terganggunya proses pembangunan. Pada Maret 2018 lalu, sempat tersebar berita palsu terkait dengan adanya telur palsu hingga muncul video yang membuktikan akan adanya telur palsu.

Yang terjadi sungguh mencengangkan, dimana gara-gara muncul hoax tersebut omzet telur turun hingga 30-40% karena orang-orang takut untuk membeli telur. Tak hanya itu, masyarakat juga sempat gempar dengan adanya pemberitaan tentang garam yang dicampur dengan serpihan kaca. Berita hoax tersebut tentu telah membuat pedagang telur maupun peternak mengalami kerugian.

Tidak hanya urusan sembako, bahkan presiden juga tidak henti-hentinya mendapatkan terpaan hoax yang membuat kita tepok jidat.

Misalnya, setelah bergulirnya Perppu Ormas, banyak pihak yang akhirnya mengaitkan hal tersebut kepada sosok Presiden Jokowi. Dimana Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut dianggap sebagai sosok pemimpin yang anti Islam.

Padahal, aturan yang menetapkan hari Santri dan UU Perbankan Syariah telah dilakukan pada periode pemerintahan Jokowi. Isu terkait Jokowi anti Islam pun sempat santer di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

Tentu saja hal tersebut haruslah menjadi perhatian bagi media mainstream untuk senantiasa mengawal dan melawan berita hoax dengan fakta yang ada, jangan sampai hoax menjadikan masyarakat tidak percaya akan kinerja pemerintah yang tengah berupaya membangun bangsa dan Negara.*

Penullis adalah pengamat sosial politik