Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Catatan Analisis Intelijen

Perayaan Natal 2019 Diprediksi Berjalan Aman
Oleh : Opini
Selasa | 24-12-2019 | 17:20 WIB
ilustrasi-hari-raya-natal.jpg Honda-Batam
Ilustrasi perayaan natal. (Foto: Ist)

Oleh Stanislaus Riyanta

PERAYAAN Natal 2019 akan berlangsung beberapa saat lagi. Berbagai persiapan sudah dilakukan oleh internal Gereja dan Pemerintah yang wajib melindungi dan memastikan warganya dapat merayakan Natal dengan baik. Apel pasukan TNI dan Polri dilakukan di masing-masing wilayah untuk memastikan kesiapan aparat keamanan.

Beberapa hal patut diperhatikan terkait situasi keamanan menjelang dan pada saat perayaan Natal 2019 nanti. Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, kekhawatiran terkait adanya gangguan keamanan pada saat perayaan Natal cukup wajar.

Beberapa aksi teror terutama bom malam natal yang pernah terjadi secara serentak di beberapa kota menjadi peristiwa buruk dalam kebebasan beragama di Indonesia.

Sejak kasus bom malam Natal pada tahun 2000, relatih sistem keamanan pada saat pelaksanaan perayaan Natal relatih lebih baik. Bom malam Natal yang terjadi secara serentak di Medan, Pematang Siantar, Batam, Pekanbaru, Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Pangandaran, Kudus, Mojokerto, dan Mataram menjadi pelajaran berharga bagi aparat keamanan untuk tetap waspasa sekaligus melakukan upaya deteksi dini dan cegah dini ancaman terorisme pada saat perayaan Natal.

Saat ini kelompok teroris yang eksis adalah kelompok yang berafiliasi dengan ISIS. Kelompok teroris tersebut dalam melakukan serangan lebih bersifat sporadis dengan sasaran lebih banyak pada anggota Polri dan markas atau bangunan milik Polri.

Kelompok yang berafiliasi dengan ISIS juga melakukan serangan ke tempat ibadah (Gereja) seperti yang pernah terjadi di Samarinda, Surabaya, Yogyakarta dan lainnya. Namun serangan tersebut tidak sekuat yang dilakukan kelompok Al-Jamaah Al-Islamiyyah (JI) yang berafiliasi dengan Al-Qaeda. Pola perekrutan dan pelatihan yang sangat berbeda membuat model aksi antara kelompok teroris yang afiliasi Al Qaeda dengan ISIS juga berbeda.

Pasca UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Anti Terorisme diberlakukan maka kelompok radikal di Indonesia mendapat tekanan yang sangat kuat dari penegak hukum. Pasca kasus di Pandeglang dan Medan tahun ini, kelompok radikal di Indonesia nampak kocar kacir.

Namun pengaruh situasi global yaitu terdesaknya ISIS di Timur Tengah dan kematian pimpinan ISIS Abu Bakr al-Baghdadi oleh pasukan Amerika justru membuat niat kelompok radikal untuk melakukan aksi balas dendam semakin kuat. Hal inilah yang tetap harus diwaspadai.

Untuk mewaspada aksi teror tersebut aparat keamanan sudah melakukan upaya-upaya signifikan untuk mengurai dan mengeleminasi kekuatan kelompok radikal pelaku teror. Berbagai celah yang bisa menjadi celah masuknya ancaman teror (security gap) ditutup.

Selain itu pengamanan di internal Gereja juga terus ditingkatkan. Hal yang paling penting seperti mengenali dan memastikan setiap orang yang masuk ke Gereja adalah orang yang beribadah, bukan untuk tujuan lain, menjadi kunci situasi yang aman.

Jika hal tersebut bisa dilakukan oleh aparat keamanan dan pihak Gereja dengan baik, serta masyarakat juga ikut peduli dengan situasi keamanan di wilayahnya masing-masing makan prediksi situasi perayaan Natal yang aman dapat terwujud.

Perhatian khusus untuk mewujudkan situasi aman pada perayaan Natal dapat dilakukan terhadap orang yang bukan warga gereja dan niat untuk melakuakn perayaan Natal diragukan.

Selain aksi teror, ada catatan khusus terhadap perayaan Natal tahun ini. Aksi intoleransi dan intimidasi untuk menghambat perayaan Natal masih terjadi. Apapun dalihnya bahwa di Indonesia masih ada orang yang tidak bisa menjalankan ibadahnya karena tekanan pihak lain adalah fakta.

Peristiwa seperti di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat menjadi catatan buruk bagi kehidupan beragama dan HAM di Indonesia. Ketegasan dari pemerintah dalam menangani kasus seperti ini sangat dinantikan kecuali jika asumsi bahwa pemerintah terlibat dalam melanggengkan pelanggaran HAM memang benar.

Sikap tegas dari pemerintah untuk menjamin setiap warga negaranya menjalankan ibadahnya harus dilakukan. Selain beribadah adalah Hak Asasi Manusia, tidak boleh ada kekuatan yang melebihi negara untuk melakukan pelanggaran HAM.

Upaya terbaik dari aparat keamanan untuk menjaga situasi keamanan pada Natal kali ini tidak boleh ternodai oleh kelompok intoleran yang semena-mena terhadap umat beragama lain.*

Penulis adalah seorang analis intelijen dan keamanan