Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bubarkan Ormas Anti Pancasila
Oleh : Opini
Senin | 23-12-2019 | 17:00 WIB
sukarno1.jpg Honda-Batam
Ilustrasi Pancasila Sakti dan Bung Karno. (Foto: Ist)

Oleh Imam Subadi

PANCASILA merupakan rumusan yang sudah final dan sudah disepakati sebagai ideologi negara kesatuan republik Indonesia (NKRI). Jika terdapat Ormas yang terbukti tidak berazaskan Pancasila, tentu pemerintah wajib memberikan perhatian khusus kalau perlu dibubarkan seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Survey dari Cyrus Network mengatakan bahwa 47 persen publik menilai bahwa Pancasila sebagai alat perekat dan pemersatu bangsa.

Namun ada sebagian publik yang menginginkan ideologi bangsa selain pancasila yaitu seanyak 11 persen, dimana jumlah tersebut menginginkan agar Indonesia menerapkan syariat Islam, sedangkan yang menginginkan khilafah sebanyak 4,7 persen.

Survey nasional tersebut dilakukan pada 22-28 Juli 2019 dengan mengambil sampel sebanyak 1.230 responden yang berada di 34 provinsi. Semua responden tersebut beragama Islam. Tingkat kepercayaan survey sebesar 95 persen dengan margin or eror 3 persen.

Sebelumnya, Gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran tidak memiliki keraguan dalam memberikan rekomendasi pembubaran organisasi kemasyarakatan yang anti Pancasila dan mengancam keutuhan bangsa.

Sugianto mengatakan, Organisasi pengganggu masyarakat, akan dibubarkan sesuai dengan perintah Presiden, Dirinya tidak ragu membubarkan ormas yag anti Pancasila di Kalimantan Tengah.

Menurutnya, kondisi Kalimantan Tengah sangat kondusif sehingga jangan sampai dirusak oleh orang ataupun kelompok yang ingin membuat kekacauan.

Sugianto juga mengajak masyarakat untuk mewaspadai pihak-pihak yang mengancam persatuan bangsa. Masyarakat haruslah bersama-sama menangkal masuknya paham radikal dan anti Pancasila.

Tokoh agama beserta tokoh adat juga diminta untuk menjaga kerukunan dan membina masyarakat secara baik. Konflik di daerah lain jangan sampai mempengaruhi kerukunan dan kondusifitas wilayah Kalimantan Tengah.

Sejarah mencatat, pada hari senin tanggal 8 Mei 2017, merupakan hari terakhir yang membuat ormas HTI harus undur diri dari daftar ormas di Indonesia. Desakan tersebut sudah lama menggaung.

Namun HTI kala itu memang menjadi sebuah gerakan uang ingin mengubah dasar negara yaitu Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika.

Sekjen PP GP Ansor Adung Abdurahmah mengatakan bahwa pihaknya mendukung penuh pembubaran HTI yang telah menyebarkan perpecahan di antara umat beragama di Indonesia. HTI dinilai telah meresahkan dan menimbulkan perpecahan.

Hal yan sama juga dikatakan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir yang secara kelembagaan sangat tegas dan jelas posisi ideologisnya bahwa Negara Pancasila itu Darul Ahdi wa Syahadah. Yaitu negara hasil konsensus seluruh kekuatan bangsa dan harus diisi agar sejalan dengan jiwa, pikiran dan cita-cita pendiri bangsa.

Oleh sebab itu, setiap warga, organisasi dan komponen bangsa haruslah setuju dan menerima Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, setia pada NKRI, serta menjunjung tinggi kebhinekaan.

Lantas bagaimana dengan eksistensi FPI, yang mana pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga FPI memang tidak mencantumkan Pancasila sebagai asas, melainak Khilafah Islamiyah.

Dalam Pasal 6 AD/ART FPI disebutkan: Visi dan Misi FPI adalah penerapan syariat Islam secara kaffah dibawah naungan khilafah Islamiyah menurut Manhaj Nubuwah, melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah dan pengamalan jihad.

Semenjak ada FPI, maka sebagian orang mulai berani mengatakan kafir dan kafir, tidak hanya kepada pemeluk agama lain, bahkan sesama pemeluk agama Islam saja dikatakan kafir.

Apalagi jika mereka mendukung diterapkannya Khilafah di Indonesia. Hal ini tentu akan sangat berbahaya jika dibiarkan. Kita tentu yakin bahwa Pancasila adalah dasar negara yang sudah final.

Sehingga apabila ada sekelompok orang yang memiliki pemikiran tentang merubah dasar negara Republik Indonesia, hal tersebut tentu sudah jauh menyimpang dan berbahaya, hal tersebut dikarenakan Pancasila sebagai dasar negara telah "berubah", maka otomatis Indonesia sudah tidak ada lagi dan bukan Indonesia lagi namanya.

Apalagi, Habib Rizieq sudah terlalu sering menyerukan orasi provokatif yang membuat anak buahnya gelap mata, seperti melakukan sweeping di warung ketika bulan Ramadhan dan lan sebagainya. Bahkan ia juga pernah menghina sosok Gusdur saat telekonference di sebuah stasiun televisi.

Atas beragam rekam jejak tersebut, apalagi dasar negaranya tidak berasaskan Pancasila, tentu FPI merupakan ormas yang layak menerima nasib seperti HTI di tahun 2017 lalu.*

Penulis adalah pengamat sosial politik