Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hari AIDS Sedunia Bukan Saatnya Perayaan

Indonesia Terburuk Keempat Penanganan Penderita HIV-AIDS
Oleh : Redaksi
Selasa | 03-12-2019 | 08:04 WIB
hiv-aids13.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM, Bandung - Hari AIDS Sedunia yang diperingati tiap 1 Desember sejak 1988 bertujuan agar dunia bersatu melawan HIV dan AIDS, memberi dukungan semangat kepada orang-orang dengan HIV-AIDS, dan untuk menghormati mereka yang telah meninggal akibat AIDS.

Karenanya ini bukanlah sebuah perayaan walaupun dalam perjalanannya, Hari AIDS Sedunia dijadikan sebagai ajang perayaan.

Kasus AIDS pertama di Indonesia dilaporkan secara resmi pada 1987. Indonesia menjadi negara ke-13 di Asia yang pemerintahnya melaporkan kasus HIV-AIDS ke Badan Kesehatan Dunia (WHO). Sejak itu, Kementerian Kesehatan RI melaporkan secara berkala akumulasi temuan kasus HIV dan AIDS di dalam negeri. Ini berarti, penanggulangan AIDS di Indonesia sudah berlangsung lebih dari 30 tahun.

Pada 2016, Kementerian Kesehatan RI memperkirakan 640.443 orang hidup dengan HIV-AIDS di Indonesia. Hingga September 2019, kementerian ini melaporkan hanya 57 persen atau 363.526 orang yang mengetahui kalau dirinya mengidap HIV. Lalu hanya 19 persen atau 121.927 orang dengan HIV-AIDS (ODHA) yang memperoleh pengobatan antiretroviral (ARV). Terakhir, capaian untuk tidak terdeteksinya jumlah virus pada ODHA yang ikut terapi ARV hanya 1 persen atau 5.170 orang.

Ini kenyataan getir karena dari data tersebut, 518.516 ODHA di Indonesia saat ini tidak memperoleh layanan kesehatan HIV.

Pada 2016, seluruh negara anggota PBB menyepakati sebuah komitmen global yang dinamakan The 2016 Political Declaration on Ending AIDS. Dalam komitmen ini, seluruh negara berkomitmen untuk mengakhiri epidemi AIDS pada 2030.

Salah satu target pada komitmen tersebut adalah pencapaian 90-90-90 pada 2020, yaitu, 90 persen ODHA tahu mereka mengidap HIV, 90 persen ODHA mendapatkan pengobatan ARV, dan 90 persen ODHA yang melakukan terapi ARV jumlah virus dalam tubuhnya tidak terdeteksi.

Indonesia berada dalam krisis karena di sisa 12 bulan sejak hari ini, target pencapaian 90-90-90 negara ini hanya mencapai 57-19-1. Hal ini membuat Indonesia tercatat sebagai negara terburuk keempat dalam pencapaian jumlah ODHA yang memperoleh pengobatan ARV. Indonesia hanya lebih baik dari Madagaskar, Pakistan, dan Sudan Selatan.

Selain itu Program Gabungan PBB untuk HIV-AIDS (UNAIDS) melaporkan, di Indonesia terdapat 46.000 infeksi HIV baru pada 2018. Ini angka terbesar ketiga se-Wilayah Asia Pasifik. Angka kematian terkait AIDS di Indonesia pada 2018 meningkat 58 persen dari 2010, yakni dari 24.000 menjadi 38.000 kasus.

Sebagai organisasi komunitas orang-orang dengan HIV-AIDS dan konsumen narkoba, Rumah Cemara mengajak seluruh elemen masyarakat dan komunitas terdampak HIV untuk lebih kritis dalam memperingati Hari AIDS Sedunia. Terlebih di tengah kenyataan getir pada tahun ini.

"Saat ini, bukan waktunya untuk sebuah perayaan. Negara ini sedang menghadapi krisis. Krisis atas sebuah sistem kesehatan negara yang telah terbukti gagal melindungi hak-hak warganya, hak yang paling mendasar, hak atas kesehatan," tutur Aditia Taslim, Direktur Eksekutif Rumah Cemara.

Adit menambahkan, permasalahan yang sedang dihadapi bukan hanya soal kesehatan, namun ada faktor-faktor penentu lainnya yang hingga saat ini masih menjadi hambatan besar.

"Faktor-faktor seperti peraturan dan undang-undang yang masih bersifat menghukum dan mengkriminalisasi, komitmen dan kemauan politik yang sangat lemah menyebabkan tidak adanya pemimpin negara yang berani mengambil sebuah sikap, stigma dan diskriminasi yang masih sangat tinggi di lingkungan sosial, pendidikan, pekerjaan dan bahkan di layanan kesehatan sekalipun," pungkasnya.

Editor: Yudha