Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Meneropong Diskriminasi Ras dan Etnis Habib Rizieq Shihab
Oleh : Opini
Minggu | 24-11-2019 | 17:04 WIB
habib-rizieq-shihab11.jpg Honda-Batam
Habib Rizieq Shihab. (Foto: Ist)

Oleh Herdiansyah Rahman

HABIB Rizieq Shihab Center atau HRS Center mengeluarkan pernyataan berjudul "Diskriminasi Ras dan Etnis Terhadap Imam Besar Habib Rizieq Shihab : Komnas HAM harus bertindak".

Selengkapnya sebagai berikut telah terjadi tindakan diskriminasi ras dan etnis terhadap diri IB-HRS dalam bentuk pembatasan kebebasan bergerak (kembali ke tanah air).

Terhadap tindakan tersebut mengakibatkan pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil.

Hak-hak sipil IB-HRS dalam hal kembali ke Indonesia telah dibatasi oleh pihak-pihak tertentu yang dilakukan secara terselubung. IB-HRS telah berupaya untuk dapat keluar dari Saudi Arabia guna kembali ke Tanah Air.

Namun, pemerintah negara tidak melakukan perlindungan dan jaminan hukum sebagaimana
mestinya. Pencekalan terhadap IB-HRS dilakukan dengan penuh rekayasa.

Komnas HAM harus segera bertindak terkait tindakan pembatasan hak-hak sipil IB-HRS dan pembiaran dengan sengaja oleh negara. Akan terungkap tangan-tangan gelap
operasi senyap cekal IB-HRS (https://www.faktakini.net/2019/11/hrs-center-diskriminasi-ras-etnis.html).

Pernyataan ini perlu diluruskan, karena pernyataan ini sangat bias dan berpotensi dapat memancing amarah massa, terutama kelompok yang pro dengan Rizieq Shihab.

Perlu diluruskan karena ternyata pemerintah Indonesia tidak pernah mencekal Rizieq Shihab seperti dikemukakan para pejabat Indonesia seperti Menkopolhukam Mahfud MD mengaku tidak tahu ada surat pencekalan untuk Rizieq Shihab.

Mahfud menegaskan, pemerintah tidak pernah mengeluarkan surat pencekalan bagi pentolan FPI itu (11/11/2019). Menko Polhukam ingin melihat langsung surat pencekalan tersebut, sebab mengherankan Rizieq malah menyampaikan ke publik lewat media, dan sebaiknya Rizieq mengirimkan surat pencekalan tersebut kepada Menkopolhukam Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Maruf.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenhumham) juga membantah pencekalan Rizieq. Imigrasi menyatakan tidak pernah menerima permohonan pelarangan Rizieq masuk Indonesia.

"Sampai saat ini imigrasi belum menerima surat penangkalan apapun dari instansi manapun yang menyatakan Rrizieq Shihab tidak diperbolehkan masuk ke Indonesia," kata Kasubag Humas Imigrasi Sam Fernando (11/11/2019).

Perlu diluruskan pernyataan HRS Center soal Rizieq Shihab kesulitan pulang ke Indonesia, sebab Pemerintah Indonesia tidak bisa menolak Rizieq untuk pulang. Ia mengacu kepada Pasal 14 UU Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pada Pasal 14 ayat (1) menyatakan, "Setiap Warga Negara Indonesia tidak dapat ditolak masuk wilayah Indonesia."

Rizieq bisa pulang kapan saja jika meminta bantuan kepada keluarga untuk memulangkan atau meminta Direktorat Perlindungan Luar Negeri Kementerian Luar Negeri untuk memulangkan dia. Namun, Rizieq bisa tidak pulang apabila negara Arab Saudi menolak Rizieq pulang.

Rizieq bisa tidak pulang ke Indonesia apabila tersangkut masalah hukum. Rizieq sebelumnya disebut tidak pulang akibat biaya overstay hingga Rp110 juta, tetapi pengacara membantah klaim tersebut. Sebaiknya, pihak Arab Saudi untuk menjelaskan masalah ini.

Dalam perkembangan terakhir, sekitar empat hari yang lalu, Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan tentang surat yang diperlihatkan tokoh Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab. Surat itu bukan pencekalan, tapi penolakan agar Rizieq tidak keluar dari Arab Saudi dengan alasan keamanan.

Mahfud menyebut, surat penolakan bukan dari pemerintah Indonesia. Mahfud tak dapat memastikan siapa yang mengeluarkan surat itu (https://www.kompas.tv/article/58900/terjawab-lembaran-yang-diperlihatkan-rizieq-shihab-bukan-surat-cekal-tapi).

Sementara itu, jika Rizieq Shihab dinilai mengalami diskriminasi etnis dan ras juga belum tentu benar, dan apabila Rizieq Shihab mempunyai bukti-bukti kuat terkait diskriminasi tersebut, maka bisa melaporkannya ke Komnas HAM atau aparat penegak hukum.

Komnas HAM pun tidak dapat turun tangan sebagaimana yang diharapkan Rizieq Shihab, karena mungkin belum mempunyai atau belum dikirimi bukti-bukti atau fakta Rizieq Shihab tersebut telah mengalami diskriminasi etnis dan ras.

Penggunaan sentimen ras dan etnis memang sangat membahayakan bagi Indonesia, karena selain dapat menyebabkan intervensi asing, masalah etnis dan ras di Indonesia dapat menciptakan segregrasi sosial seperti hasil survei Komnas HAM itu sendiri.

Dalam survei yang dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengindikasikan betapa canggungnya masyarakat Indonesia menerima keragaman etnis dan ras di Indonesia kendati semboyan Bhinekka Tunggal Ika kerap digembar-gemborkan dalam kehidupan sosial dan bahkan diobral di ranah diplomasi.

Dalam survei berjudul, "Survei Penilaian Masyarakat Terhadap Upaya Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis di 34 Provinsi" tersebut ditemukan bahwa sebanyak 81,9 persen responden mengatakan lebih nyaman hidup dalam keturunan keluarga yang sama.
Kemudian, sebanyak 82,7 persen responden dalam survei tersebut mengatakan bahwa mereka lebih nyaman hidup dalam lingkungan ras yang sama.

Sementara sebanyak 83,1 persen mengatakan lebih nyaman hidup dengan kelompok etnis yang sama. Hasil survei tersebut mengindikasikan bahwa tingkat segregasi sosial di masyarakat masih tinggi.

Sekali lagi, sepertinya publik semakin jelas bahwa pemerintah dan negara tidak mencekal Habib Rizieq untuk kembali ke Indonesia, bahkan tidak ada diskriminasi ras dan etnis yang menimpanya.

Semoga masalah ini tidak dipolitisasi oleh kelompok manapun kita, karena sejatinya masyarakat Indonesia butuh ketenangan hidup dan berjalannya roda perekonomian. Semoga. *

Penulis adalah pemerhati masalah Indonesia.