Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jokowi dan Birokrasi Indonesia
Oleh : Opini
Sabtu | 23-11-2019 | 14:28 WIB
ilustrasi-pns21.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi birokrasi Indonesia. (Foto: Ist)

Oleh Anjani Natula

MEMBUAT birokrasi yang semakin profesional dan "making delivered" serta peningkatan mutu SDM adalah 2 diantara 5 program prioritas Jokowi-Maruf Amin selama 2019 sd 2024. Karena merupakan prioritas, maka harus dijalankan sebagai "given" oleh kementerian/lembaga atau K/L.

Tampaknya Presiden memperhatikan betul birokrasi dan mutu SDM, sebab sejak Orba dan mungkin sampai saat ini mekanisme KKN lebih dikedepankan dalam mengelola birokrasi dibandingkan merit system. Fenomena menjadi pegawai pemerintah dianekdotkan atau diplesetkan dengan menggunakan jalur sosiologis, biologis dan politis.

Sosiologis di mana sejak Orba sampai saat ini untuk menjadi pegawai negeri atau aman naik karirnya harus sedaerah, sekota, sealumni, seagama, semarga dll. Sedangkan jalur biologis, misalnya sesaudara, dan jalur politis seperti kesamaan afiliasi politik, sekorps dll.

Akibatnya, mereka yang tidak bisa KKN, karirnya menjadi berhenti dan mereka memasuki 5 fase hidupnya yaitu fase pertama tidak dikenal pimpinan. Fase kudua bukan kelompok pimpinan. Fase ketiga berganti pimpinan. Fase keempat, adanya aturan baru dari pimpinan seperti open biding. Fase kelima yaitu gagal menjadi pimpinan.

Birokrasi dengan patologi semacam ini sudah dicermati Jokowi selama 5 tahun kepemimpinannya, sehingga wajar Jokowi ingin ada debirokratisasi dengan memangkas jabatan eselon III dan IV.

Termasuk, konon akan memberlakukan pemberian tunjangan kinerja bukan karena daftar hadir kekantor (setelah masuk kantor tidak tahu apa yang harus dikerjakan) dengan ukuran kinerja yang lebih nyata seperti misalnya dapat memenuhi satuan kinerja pegawai/SKP atau tidak.

Disamping itu, birokrasi juga mengandung masalah yaitu banyak aparatur negara yang mulai terpapar radikalisme, dan konon jumlahnya mencapai lebih dari 800.000 aparatur negara, sehingga pemerintah mengeluarkan SKB (Surat Keputusan Bersama) untuk penanganan masalah ini. Mereka memang akan dibina, namun jika tidak bisa dibina ada baiknya dipensiun dini saja.

Kemudian terkait pembenahan mutu SDM, Jokowi selalu menekankan dan mengingatkan agar aparatur negara meningkatkan mutu SDM dengan pendidikan dan latihan yang tepat sasaran, short and long course diluar negeri yang beragam dan bermanfaat, bekerja tidak linier, selalu berinovasi dan lain-lain.

Jokowi sadar betul jika mesin birokrasi tidak dibenahi dan diupgrade sesuai current circuumstances, maka akan menjadi pengganjal kesuksesannya sebagai Presiden.*

Penulis adalah pemerhati Indonesia