Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPD RI Puji Sistem Demokrasi yang Sudah Berjalan di Indonesia
Oleh : Irawan
Rabu | 06-11-2019 | 15:16 WIB
diskusi_pilkda_dpd.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Diskusi Dialog Kenegaraan bertema 'Pilkada Serentak dan Tantangan Membangun Daerah'

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Nono Sampono memuji sistem demokrasi yang berjalan di Indonesia. Praktek sistem demokrasi yang sudah berjalan menduduki posisi teratas dalam menterjemahkan sistem demokrasi itu sendiri.

"Ini luar biasa," kata Nono dalam diskusi Dialog Kenegaraan bertema 'Pilkada Serentak dan Tantangan Membangun Daerah' di Media Center Gedung Nusantara III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2019).

Menurut Nono Sampono, pilkada adalah bagian dari proses demokrasi. Menjadi pesta demokrasi untuk memilih pimpinan di daerah dan tujuannya agar menemukan pimpinan yang terbaik dari mana pun berasal, asal partai, latar belakang suku dan lain sebagainya, tetapi intinya, memilih yang terbaik.

Dengan pilkada kata Nono, sistem demokrasi itu menjadi kokoh dan kuat, seperti sistem yang sudah kita praktekkan. Karena itu, sistem demikian menjadi pilihan karena dianggap yang terbaik, meski masih ada bebarapa catatan-catatan kritis disampaikan elemen masyarakat. Sehingga diminta ada hal-hal yang perlu diperbaiki.

"Tetapi untuk sementara ini kita sepakat, mulai dari Bupati, Walikota, maupun Gubernur sampai Presiden bahwa rakyat lah yang memilih," kata senator dari Ambon ini.

Terkait soal persoalan yang masih muncul dalam setiap pilkada, Nono melihat tak lepas dari masalah ekonomi dan sosial pendidikan seperti yang dulu pernah disampaikan proklamator Bung Hatta.

"Demokrasi ini bisa berjalan dengan baik kalau dua hal bisa terpenuhi," kata Nono mengutip Bung Hatta.

Menurut Nono, ekonomi dan pendidikan masih belum beres, maka akan selalu bermunculan persoalan, dan persoalan itu adalah persoalan bersama.

Selain masalah ekonomi dan pendidikan, dia juga menyebut masih ada hal lain yang sering membuat pilkada bermasalah, yaitu basic dari masyarakat Indonesia yang agak berbeda dengan basic masyarakat di Eropa.

"Kalau masyarakat Eropa itu lebih berbasis individual , sedangkan basic dari masyarakat kita ini adalah komunal. Apa kata pemimpinnya, ya dikerjakan, apalagi daerah-daerah Timur, apa kata pimpinannya ya diikuti, bahkan sistem noken di Papua ,kepala suku mengatakan apa, maka yang lainnya ikut saja," katanya memberi contoh.

Meski demikian, Nono memberi catatan, demokrasi yang kita praktekkan ini juga berproses, sebab faktor ekonomi dan pendidikan pun sudah berjalan semakin baik dan benar.

"Persoalan-persoalan yang mencuat tidak apa-apa, karena kita sedang berproses, negara kita proses, sistem demokrasi yang kita anut juga berproses," tutup Nono.

Sedangkan pengamat komunikasi politik Universitas Mercu Buana Maximus Ramses Lalongkoe menambahkan, masalah Pilkada itu bukan terletaak problem serentak atau tidak serentak, tetapi bagaimana sistem demkrasi itu bisa berjalan sesuai dengan amanat undang-undang, terutama aspek nilai-nilai seperti jujur dan adil.

"Jadi menurut saya, sebetulnya Pilkada serentak itu ada nilai positifnya dan ada juga nilai negatifnya," kata Maximus.

Menurutnya, nilai positifnya tentu ada sinkronisasi antara program pusat dan di daerah, karena bisa berjalan bersamaan.

Namun, negatifnya adalah ketika terjadi kekacauan atau chaos yang bisa menimbulkan ekslasi besar di mana-mana, sehingga bisa berbahaya bagi keamanan negara.

"Pilkada akhirnya melahirkan pemimpin buruk di masyarakat kita, karena struktur politiknya kapitalis sehingga menyebabkan kekacauan, keributan di berbagai daerah," katanya.

Editor: Surya