Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BPIP Ungkap Banyak ASN yang Tak Suka Pancasila
Oleh : Irawan
Rabu | 16-10-2019 | 15:52 WIB
hariyono_bpip.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Plt Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Hariyono

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyatakan nilai Pancasila pada Aparatur Sipil Negara (ASN) cukup memprihatinkan.

Plt Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Hariyono, mengatakan sejak 1998 sampai 2016, Pancasila tidak wajib diajarkan di pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.

"Sebenarnya sudah cukup memprihatinkan karena sejak 1998 sampai dengan tahun 2016, Pancasila kan enggak wajib diajarkan di pendidikan dasar sampai perguruan tinggi," ujar Hariyono dalam Rapat Koordinasi Nasional Simpul Strategis Pembumian Pancasila di Hotel Merlyn Park, Jakarta Pusat, Rabu (16/10/2019).

Selain itu, lanjut dia, pengarusutamaan Pancasila di lingkungan publik termasuk di pemerintahan juga relatif kurang. Bahkan, dia menyebutkan data berdasarkan hasil riset beberapa lembaga bahwa ASN banyak yang tidak suka dengan Pancasila.

"Itu kan teman-teman di ASN itu banyak yang tidak suka dengan Pancasila, ini kan tantangan, kan lucu kalau sebagai aparatur negara kemudian dia sendiri tidak setuju dengan Pancasila karena Pancasila sebagai sebuah dasar negara itu sudah final tapi kalau Pancasila sebagai sebuah cita-cita bangsa itu belum final," jelas dia.

Sehingga, Hariyono mengatakan, BPIP ingin berkoordinasi dan melakukan sinkronisasi dengan kementerian dan lembaga. Menurutnya, sebelum melakukan gerakan keluar, internal dari kementerian maupun lembaga harus mengajarkan nilai-nilai Pancasila secara lebih cepat dan efektif.

Dia mengaku, BPIP belum memiliki program penguatan nilai Pancasila di setiap kementerian dan lembaga. Namun, kata dia, apabila menteri hanya sekadar mengingatkan ASN atau pegawainya mengenai nilai-nilai Pancasila itu tak cukup efektif.

Hariyono mengatakan, penerapan tes wawasan kebangsaan pada seleksi calon pegawai negeri sipil (CNPNS) mulai tahun 2018 menunjukkan fakta menarik. Sebab, peserta yang lulus tes wawasan kebangsaan tidak lebih dari 20 persen dari jumlah pendaftar.

"Berarti kan 80 persen pelamar CPNS itu enggak paham tentang minimal paham pengetahuannya apalagi perilaku, inilah tantangan kita bersama, sehingga BPIP harus bersinergi dengan kementerian/lembaga lain untukk mengarusutamakan Pancasila itu," tutur dia.

Dia melanjutkan, tes wawasan kebangsaan juga harus diterapkan pada seleksi jabatan eselon III dan IV. Selain itu, yang paling penting bagaimana kebijakan pemerintah khususnya pimpinan lembaga mengamalkan Pancasila sehingga menghindari perilaku koruptif dan kolutif yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Bumikan Pancasila
Sementara itu, Deputi Pengendalian dan Evaluasi BPIP, Rima Agristina mengajak Kesbangpol seluruh Indonesia dan setiap elemen bangsa untuk bersama bergotong royong membumikan Pancasila.

"Nilai-nilai Pancasila yang harus kita bumikan bersama dengan Kesbangpol seluruh Indonesia. Marilah kita kuatkan sikap kebangsaan dan bernegara, sehingga kita mampu meyakini tidak ada dasar negara selain Pancasila," kata Rima.

Dalam menghadapi dan mengahalau ideologi lain dan radikalisme yang mengancam kesatuan bangsa, Rima meminta Kesbangpol untuk bersiaga menghadapi kerawanan di daerah masing-masing.

"Terkait radikalisme yang kita hadapi, agar kita tidak terprovokasi, sampaikan berita-berita yang positif bagi masyarakat. Seluruh Kesbangpol di seluruh Indoneisa siap siagakan masyarakat kita untuk menghadapi kerawanan di daerahnya masing-masing," ujarnya.

Dilanjutkannya, lima poin gerakan revolusi mental merupakan bentuk yang paling mudah untuk mengarusutamakan Pancasila, yakni Indonesia Melayani, Indonesia Tertib, Indonesia Mandiri, Indonesia Bersih, dan Indonesia Bersatu.

"Lima gerakan revolusi mental ini bentuk yang paling mudah diarahkan untuk mengarusutamakan Pancasila. Kemudian prinsip revolusi mental, yaitu bukan proyek Pemerintah, ada tekad politik, harus bersifat lintas sektoral, partisipatif, untuk mengubah perilaku masyarakat," ungkapnya.

Ia menambahkan, dengan hadirnya teknologi dan industri 4.0, seharusnya tak menjadikan bangsa Indonesia kehilangan jati diri bangsa. Hal itu justru semakin membuat kita mengenali Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

"Teknologi 4.0 mampu mengeratkan Indonesia, bukan memecah belah antar warga negara Indonesia. Hal ini juga dapat mengaruskan Pancasila dengan mengenali kembali dari mana kita berasal, bagaimana masyarakat kita menjalani kehidupan sehari-hari," terangnya.

Di akhir, Rima juga menyebut bahwa untuk menguatkan dalam berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI, dibutuhkan komitmen bersama, sementara kemerdekaan menjadi jembatan emas dalam mengelola negara.

Editor: Surya