Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Cegah Stunting, YAICI Bersama Muslimat NU Gelar Dialog Interaktif
Oleh : Putra Gema
Jum\'at | 04-10-2019 | 12:16 WIB
sunting-dialog.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Dialog interaktif bertajuk 'Wujudkan Generasi Indonesia Unggul, Cegah Stunting dengan Sumber Pangan Lokal Bergizi' di Gedung Annamiroh, Asrama Haji, Batam, Kamis (3/10/2019). (Foto: Putra Gema)

BATAMTODAY.COM, Batam - PP Muslimat NU bekejasama dengan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) menggelar Dialog interaktif bertajuk 'Wujudkan Generasi Indonesia Unggul, Cegah Stunting dengan Sumber Pangan Lokal Bergizi' di Gedung Annamiroh, Asrama Haji, Batam, Kamis (3/10/2019).

Dialog ini sebagai wujud nyata menjadikan Indonesia maju dengan sumber daya manusia (SDM) yang unggul, pintar dan berbudi pekerti luhur, melalui pemenuhan hak kesehatan terutama ibu hamil dan bayi.

Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat menjelaskan, pemenuhan hak kesehatan ibu dan bayi adalah dengan mendapatkan kemudahan dalam akses kesehatan antara lain pelayanan kesehatan, pemenuhan gizi dan juga informasi yang tepat tentang kesehatan.

Mengacu pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, yang menunjukan adanya perbaikan status gizi pada balita di Indonesia, diantaranya proporsi status gizi sangat pendek dan pendek turun dari 37,2 persen (Riskesdas 2013) menjadi 30,8 persen.

"Demikian juga proporsi status gizi buruk dan gizi kurang turun dari 19,6 persen (Riskesdas 2013) menjadi 17,7 persen. Meski demikian, WHO masih mengkategorikan Indonesia sebagai Negara darurat gizi buruk. Sebab ambang batas toleransi stunting yang ditetapkan WHO adalah 20 persen dari jumlah keseluruhan balita," kata Arif di Asrama Haji, Batam.

Secara umum, Provinsi Kepulauan Riau menduduki posisi terbaik dalam hal penanganan gizi buruk di Indonesia, dengan angka kurang dari 13 persen namun, Kota Batam memiliki prevalensi stunting 23,5 persen.

Pada semester pertama 2019, penderita stunting kota Batam juga terlihat mengalami peningkatan, yaitu sebesar 5,61 persen, sedangkan prevelensi tahun 2018 hanya 1,35 persen. Penyebabnya adalah kurangnya asupan nutrisi pada anak.

"Selain itu, faktor geografis, akses terhadap pelayanan kesehatan serta rendahnya pengetahuan ibu menjadi pemicu kondisi stunting pada anak-anak. Fakta pengetahuan masyarakat yang rendah terlihat dari banyaknya kasus gizi buruk akibat kesalahan orang tua memberi asupan makanan pada anak," tegasnya.

Di tengah kemajuan teknologi, arus informasi diterima masyarakat tanpa filter. Masyarakat juga setiap saat terpapar iklan yang belum teruji kebenarannya. Jika tidak dibekali dengan pengetahuan yang tepat, maka masyarakat akan menjadi konsumen tanpa mengetahui baik buruk produk yang dikonsumsinya.

Salah satu contohnya adalah iklan susu kental manis (SKM) sebagai salah satu iklan yang telah sekian abad menyesatkan persepsi masyarakat. "SKM yang sejak jaman kolonial hingga milenial, diiklankan sebagai minuman susu untuk bayi dan pertumbuhan anak, telah membentuk persepsi masyarakat bahwa SKM adalah susu bernutrisi. SKM memiliki kandungan gula yang tinggi yaitu 20gram persekali saji/1 gelas dengan nilai protein 1 gram, lebih rendah dari susu lainnya. Padahal, peruntukan SKM hanyalah sebagai bahan tambahan makanan dan minuman atau topping. Karena itu, perlu pengawasan terhadap promosi dan penggunaan SKM oleh masyarakat," ungkapnya.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah mengatur label dan iklan SKM melalui PerBPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, pada pasal pasal 54 dan 67 huruf W dan X.

Pasal 54 memuat kewajiban produsen untuk mencantumkan tulisan pada label yang berbunyi: Perhatikan! Tidak untuk menggantikan Air Susu Ibu, Tidak Cocok untuk Bayi sampai usia 12 bulan, dan Tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi.

Sementara pasal 67 butir W memuat larangan berupa pernyataan/visualisasi yang menggambarkan bahwa susu kental dan analognya disajikan sebagai hidangan tunggal berupa minuman susu dan sebagai satu-satunya sumber gizi.

"Butir X memuat larangan pernyataan/visualisasi yang semata-mata menampilkan anak di bawah usia 5 (lima) tahun pada susu kental dan analognya," tegasnya.

Editor: Gokli