Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perspektif Ekonomi Memaknai Kesaktian Pancasila
Oleh : Opini
Selasa | 01-10-2019 | 18:28 WIB
edi-sutriono12.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Edy Sutrisno.

Oleh: Edy Sutriono,SE,MM,MSE

Pancasila telah membuktikan diri sebagai dasar negara dan ideologi bangsa yang kokoh menjadi tema besar setiap kali memperingati Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober. Pancasila dipandang sebagai pondasi untuk mengatur penyelenggaraan ketatanegaraan baik politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan.

Menjadi tuntutan bagi negara dan masyarakat untuk melaksanakan Pancasila dengan semangat nasionalisme dalam melanjutkan perjuangan bangsa. Pancasila merupakan jiwa dan pandangan hidup bangsa dipercaya akan mampu mengantarkan bangsa Indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur sesuai tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

Dari perspektif ekonomi, Pancasila memandang manusia sebagai pelaku ekonomi tidak dilihat hanya dari satu segi instink ekonomi seperti teori ekonomi liberal dan sosialis. Manusia dilihat secara utuh yang mampu berpikir, bertingkah laku dan berbuat yang tidak mendasarkan diri hanya dari rangsangan ekonomi saja, tetapi juga memperhatikan rangsangan faktor sosial dan moral sesuai asas-asas kepedulian dan kemanusiaan.

Faktor sosial dalam hubungannya dengan manusia lain dan masyarakat dan faktor moral dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian roda perekonomian harus digerakkan oleh rangsangan dari kehendak kuat seluruh rakyat Indonesia. Kebijakan ekonomi harus menciptakan perekonomian nasional yang tangguh dengan nasionalisme sesuai Pancasila dan UUD 1945. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti pemerataan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sistem perekonomian Indonesia berdasarkan Pancasila secara gamblang disebut dalam UUD 1945 yakni disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Hal tersebut mengamanatkan kekuatan ekonomi berbasis kepada usaha dan kehendak bersama dengan dilandasi kekeluargaan dan kegotongroyongan yaitu kegiatan ekonomi diarahkan kepada usaha yang dilakukan oleh masyarakat kebanyakan secara swadaya dapat mengelola sumber daya ekonomi atau dalam terminologi saat ini pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Pengembangan UMKM berbasis sektor dasar seperti pertanian, peternakan, kerajinan, makanan dan sebagainya yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya.

Dalam konsep ekonomi tersebut terkandung nilai-nilai kemandirian, kepedulian terhadap orang lain, kolektivitas, kekeluargaan dan kepercayaan diri. Nilai-nilai tersebut secara sangat tepat dan representasi pasal 33 UUD 1945 sebagai perwujudan ekonomi mikro dari masyarakat dan ekonomi kekeluargaan adalah Koperasi. Koperasi sebagai organisasi ekonomi berwatak sosial, mencerminkan hakekat sosial dari ekonomi dalam suasana Pancasila dan UUD 1945.

Pada hakekatnya yang terdalam, koperasi mempunyai sifat dan tujuan idealistis, bukan semata-mata ekonomi pragmatis, yaitu kesejahteraan masyarakat yang lebih luas. Peran dan fungsi koperasi begitu strategis dan penting guna menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat serta mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokratis, kebersamaan, kekeluargaan dan keterbukaan.

Melalui koperasi dapat diwujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur dalam tata perekonomian nasional. Koperasi sebagai suatu gerakan ekonomi rakyat mengakomodir potensi usaha rakyat seluruh Indonesia dan dapat dikembangkan untuk menciptakan suatu keseimbangan struktur pasar. Sektor koperasi sebagai pranata ekonomi bagi golongan ekonomi lemah dan pengusaha kecil dimobilisasikan modalnya agar dapat menjalankan usaha bersama dengan skala yang lebih besar.

Sementara sektor swasta sesungguhnya sebagai pelengkap dan pembantu bagi kerangka dasar yang pokok dari sistem ekonomi menurut Pancasila. Oleh karena itu menjadi prioritas pengembangan dan pemberdayaan koperasi sebagai soko guru ekonomi bangsa sesuai Pancasila dan UUD 1945.

Sementara itu penguasaan ekonomi strategis harus dilakukan oleh negara yaitu terhadap cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Penguasaan negara terhadap bumi, air dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sektor negara juga bertanggung jawab untuk menstabilisasi harga berbagai jenis komoditi pangan dan komoditi strategis lainnya melalui pengadaan dan stocknya. Selain itu sektor negara sangat dominan dalam perekonomian ditinjau dari penguasaan kekayaan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, efisiensi penggunaan sumber-sumber ekonomi dan lain-lain dan hanya diarahkan untuk kepentingan rakyat pada umumnya dan bukan kepentingan segelintir kelompok masyarakat.

Penggunaan sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara dilakukan melalui permufakatan dengan lembaga-lembaga perwakilan rakyat serta pengawasan terhadap kebijakan dilakukan oleh lembaga tersebut. Perspektif ekonomi juga memaknai bahwa Pancasila dan UUD 1945 tidak menghendaki adanya sistem free fight liberalism yaitu sistem persaingan bebas yang saling menghancurkan dan dapat menimbulkan eksploitasi terhadap manusia lain. Demikian pula sistem etatisme dimana negara beserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara.

Pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat. Struktur pasar yang bercirikan adanya pemusatan kekuatan ekonomi seperti monopoli dapat menghambat terwujudnya pemerataan pembangunan ekonomi.Dengan demikian penguasaan negara bukanlah demi penguasa itu sendiri dan tidak mengarah kepada etatisme, tetapi untuk kemakmuran rakyat secara optimal.

Relevansi kondisi saat ini semoga program dan kebijakan pemerintah dengan semakin meningkatnya APBN dan APBD serta transfer ke daerah dan dana desa untuk membiayai pembangunan di daerah yang sifatnya padat karya dan BUMDes dapat selaras dengan tujuan ekonomi sebagaimana dikehendaki Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan ini diharapkan selain untuk mendorong pembangunan di daerah (mengatasi ketimpangan antar daerah) juga sekaligus berorientasi pada strategi penciptaan lapangan kerja (padat karya).

Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang perkreditan, khususnya sejak diperkenalkannya Kredit Usaha Rakyat dan Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) yang melibatkan peran Koperasi dapat menjawab tantangan ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. (*)

Penulis merupakan Alumnus Magister Ilmu Ekonomi, Universitas Indonesia