Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Skema Demotivasi Gerakan Mahasiswa dan Tawaran Isu Bersama
Oleh : Opini
Minggu | 29-09-2019 | 17:04 WIB
harry_hardiyana.jpg Honda-Batam
Harry Hardiyana

Oleh Harry Hardiyana

SEPERTINYA ada upaya serius untuk demotivasi pergerakan mahasiswa, yang beberapa hari ini mulai bangkit kembali. Demotivasi ini bisa kita amati dengan adanya skema acak tapi dari berbagai pihak.

Pertama, adanya upaya demotivasi bahwa aksi mahasiswa anarkis dan merusak. Digambarkan bahwa aparat bertindak represif itu akibat dari adanya tindakan merusak dan upaya aparat melakukan hak pembelaan ketika terjadinya tindakan yang anarkis dari mahasiswa.

Kedua, adanya demotivasi secara verbal atau tulisan dari pemerintah, aktivis 98 dan yang lainnya. Demotivasi yang dilakukan adalah dalam bentuk meragukan kekuatan mahasiswa mulai dari tuduhan ditunggangi, kurang membaca, kurang analisis, tidak relevan lagi, kurang elegan, secara tiba-tiba, bukan aksi yang lahir dari pergulatan intelektual dll

Dari demotivasi ini saja saya kira cukup efektif membuat pergerakan mahasiswa mundur terlebih dahulu. Sebetulnya tidak melulu pergerakan itu harus lahir dari kajian intelektual yang mendalam. Bisa jadi ia lahir dari keresehan bersama, baru melahirkan refleksi dan kontemplasi.

Barangkali ini demotivasi yang ketiga yang muncul dari intern pergerakan mahasiswa itu sendiri. Yakni tidak adanya agenda bersama.

Saya kira pergerakan mahasiswa kemarin perlu menjadi refleksi dan kontemplasi bersama. Jangan sampai momentum ini meredup dan kembali pergerakan mahasiswa dianggap sebelah mata, atau hanya ajang naik panggung.

Tidak dipungkiri pergerakan mahasiswa kemarin syarat dengan kepentingan dan agenda yang berbeda beda. Ada yang mendukung RUU PKS ada yang menolak, ada yang mendukung sebagian RKUHP, atau menolak sepenuhnya, dll. Tapi dari semua itu yang menjadi momentum adalah mereka beririsan dalam soal melawan dirawatnya oligarki politik yang korup di negeri ini.

Aksi mahasiswa ini sebetulnya momentum apalagi mendekati pelantikan DPR dan Presiden-Wapres yang baru periode 2019-2024. Aksinya tepat ke DPR dan bukan ke Istana negara yang hanya akan membuat mahasiswa terjebak dengan demotivasi ke empat yakni stigma kampret dan cebong. Karena oligarki sistem politik yang korup penentunya justru ada di DPR.

Momentum yang pas untuk membuat perhitungan kepada DPR yang baru dan tawaran proposal dari Mahasiswa. Misal tentang skema yang pas terkait pemberantasan korupsi yang tidak hanya mengandalkan OTT (oprasi tangkap tangan) ecek-ecek, atau tawaran sistem politik yang baru dalam memberantas akar korupsi.

Skema demotivasi diatas akan meredupkan pergerakan mahasiswa yang mulai bangkit hari ini. Beberapa hari kedepan sebetulnya ada waktu bagi mahasiswa untuk saling refleksi dan kontemplasi bersma. Tapi jangan terlalu lama!!!

Semoga kelak akan di catat sebagai sejarah penting dari mahasiswa generasi Z dan milenial.

Penulis adalah Ketua Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Jonggol, Bogor, Jawa Barat