Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sidang Penganiayaan di Tiban I, Korban dan Terdakwa Saling Memaafkan
Oleh : Hadli
Jum\'at | 27-09-2019 | 08:04 WIB
berpelukan1.jpg Honda-Batam
Terdakwa dan korban penganiayaan di Tiban I berpelukan di ruang sidang. (Foto: Hadli)

BATAMTODAY.COM, Batam - Ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Batam seketika haru, saat terdakwa penganiayaan Marose Silitonga dengan korban Nurcahaya Purba berpelukan sambil menangis, Kamis (26/9/2019).

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Martha Napitupulu didampingi dua hakim anggota Egi Novita dan Renni Pitua Ambarita berjalan sekitar pukul 15.00 Wib.

Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli Hukum Pidana, Alwan Hadi dari Universitas Riau Kepulauan dan keterangan dari terdakwa Marose.

Ahli Hukum Pidana menejelaskan, pasal penganiayaan berat (351 KUHP) yang mengakibatkan luka berat sesuai dengan pasal 90 KUHP bahwa luka berat itu adalah, pertama jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut. Kedua tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan.

Ketiga, kehilangan salah satu pancaindera, mendapat cacat berat, menderita sakit lumpuh, terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih, dan terakhir gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

"Untuk penganiayaan ringan, penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau pencaharian atau kata lain masih bisa beraktifitas," ujar Alwan Hadi.

Sementara terdakwa saat memberikan keterangan mengatakan, tidak ada niatnya untuk memukul korban apalagi menggunakan mangkok.

Disampaikan, pada 10 Juni 2019 pagi ia sedang mempersiapkan sarapan bubur kacang ijo permintaan suaminya. Anaknya Aknes datang menghampirinya di dapur sembari mengabari ada mobil Nurcahaya Purba di parkiran Masjid Al-Qirom tidak jauh dari Rumahnya di Tiban I.

"Saya bersama anak saya langsung ke depan rumah melihat mobil itu. Tapi tidak terlihat. Saya dan anak saya mendekati mobilnya dari belakang sampai depan. Ketika saya tidak lihat Nurcahaya, tiba-tiba pintu kiri depan dibukanya baru saya bisa lihat ternyata Nurcahaya sedang baringan dan langsung duduk," tuturnya.

Dilanjutkan, Nurcahaya mencaki maki anaknya. Ia pun mendekati Nurcahaya dengan memintanya untuk meninggalkan lokasi sebab tidak bagus dilihat orang. Nurcahaya, kata dia, langsung menamparnya pada bagian pipi sebelah kiri. Ia pun mengaku reflek memukul kepala sebelah kiri Nurcahaya.

"Saya reflek yang mulia. Setelahnya, saya dan anak saya pulang menuju rumah. Pada saat itu, Nurcahaya mengikuti kami sambil berteriak-teriak. Nurcahaya juga mengatakan darah ini sebagai bukti, tapi dia sambil tertawa," ujarnya.

Suami Marose yang mengetahui ada keributan, menyuruhnya masuk ke dalam rumah, sedangkan anaknya disuruh untuk pergi kerja. Semantara suaminya tetap berada di luar rumah meminta kepada adik Nurcahaya untuk membawa kakaknya pergi berobat.

"Suami saya terus menghubungi anak saya. Dia mengatakan tidak masuk kantor karena malas ribut di kantor dengan Nurcahaya (sekantor). Dia mengatakan sedang diikiti Nurcahaya, terus suami saya suruh anak saya pulang," tuturnya.

Setelah mendengar keterangan dari terdakwa, ketua majekis hakim menanyakan kepada terdakawa, apakah bersedia meminta maaf. Kebetulan korban ada dalam ruang sidang. Puluhan mahasiswa hukum asal salah satu universitas di Batam yang sedang mengerjakan tugas ikut larut dalam ruang sidang, ketika Marose mendekati Nurcahaya.

Di hadapan majelis hakim dan juga disaksikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Egi dan Penasehat Hukum (PH) Bambang Heri Roriyanto, Hardianto dan Ramadhan Sitio, keduanya saling berpegang tangan dan saling berpelukan.

Editor: Yudha