Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Digital Government, Sudah Sejauh Mana Implementasinya?
Oleh : Opini
Senin | 09-09-2019 | 11:40 WIB
arif-rahman-hakim.jpg Honda-Batam
Arif Rahman Hakim.

Oleh: Arif Rahman Hakim

Dunia dalam genggaman. Ungkapan ini seolah menunjukkan ilustrasi kondisi saat ini, di mana teknologi berkembang sangat pesat. Banyak hal yang bisa kita lakukan hanya melalui gadget di tangan, misalnya mengirim pesan, bertatap muka dengan relasi yang jauh, berbelanja, belajar, serta melakukan transaksi perbankan.

Apakah semua itu sudah cukup, tentu tidak. Perkembangan teknologi akan terus berjalan ke arah yang lebih canggih.

Pemanfaatan teknologi sudah menjalar hampir ke seluruh segmen, tidak terkecuali sektor pemerintahan. Pemerintah sebagai sebuah organisasi besar yang memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan mereka, tentu harus terus bergerak untuk menyesuaikan diri dengan kondisi terkini, termasuk di bidang teknologi.

Digital Government merupakan salah satu bentuk adaptasi tersebut. Digital Government merupakan perkembangan lebih jauh dari e-government.

Digital Government sudah banyak mengadopsi kemajuan teknologi terkini seperti Mobile Internet, Cloud Computing, Internet of Things, Big Data, dan Artificial Intellegence (AI).

Digital Government ditujukan untuk lebih mendekatkan posisi pemerintah terhadap masyarakat, baik dalam konteks pelayanan maupun partisipasi. Masyarakat di sini berarti luas baik perorangan maupun badan. Atau dengan kata lain, Digital Government diharapkan bisa meningkatkan relasi Government to Citizen (G2C), Government to Business (G2B), dan Government to Government (G2G).

Menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Digital Government bisa digambarkan sebagai pemerintahan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendekatkan pelayanan serta mencapai tujuan suatu kebijakan yang diambil.

Lalu, seperti apa Digital Government yang sudah berjalan saat ini?

Berdasarkan survei dua tahunan yang dilakukan oleh PBB pada tahun 2018 untuk mengukur indeks pemanfaatan teknologi di pemerintahan, Denmark menduduki peringkat pertama diikuti oleh Australia dan Korea Selatan. Survei ini mengukur tiga parameter yaitu: kecukupan infrastruktur telekomunikasi; kemampuan sumber daya manusia (SDM); dan ketersediaan pelayanan online.

Denmark menempati peringkat pertama terutama ditunjang oleh komponen ketersediaan pelayanan online yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari pelayanan yang dapat diakses melalui website www.borger.dk.

Melalui web tersebut, masyarakat bisa mengakses lebih dari 2.000 layanan mulai dari jadwal konsultasi ke dokter, pembayaran pajak, layanan pendidikan, hingga layanan terkait hiburan dan lain-lain.

Keberhasilan implementasi Digital Government di Denmark didukung oleh kuatnya koordinasi antara pemerinta pusat dan pemerintah lokal untuk bersama-sama mewujudkan digitalisasi layanan. Pemerintah Denmark bersama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi masyarakat juga terus mengadakan kegiatan untuk meningkatkan literasi digital masyarakat. Sehingga, semua pihak bisa mendukung penerapan Digital Government di sana.

Bagaimana dengan Indonesia?

Berdasarkan survei PBB tersebut, Indonesia menduduki peringkat 107 dari 193 negara. Pada level Asia, Indonesia berada pada peringkat 32 dari 47 negara.

Posisi Indonesia menurut survei tersebut bisa dikatakan di peringkat menengah ke bawah. Oleh karena itu, pemerintah saat ini tengah gencar untuk mendorong implementasi digital di sektor pemerintah.

Salah satunya adalah dengan terbitnya Peraturan Presiden nomor 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa penerapan sitem elektronik di pemerintahan digunakan untuk mendukung tercapainya Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2005-2025 yang mewujudkan bangsa yang berdaya saing, serta mendukung Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 di mana salah satunya mewujudkan perubahan tata laksana di mana penerapan sistem, proses, dan prosedur kerja yang transparan, efektif, efisien, dan terukur.

Salah satu langkah implementasi untuk menuju Digital Government di Indonesia adalah di bidang keuangan negara. Pemerintah telah mengembangkan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) yang menyajikan integrasi pengelolaan keuangan negara ke dalam satu database sehingga bisa mewujudkan efektifitas, efisiensi, akuntabilitas, dan transparansi.

Selain itu, Pemerintah juga telah meluncurkan Modul Penerimaan Negara Generasi Ketiga (MPN G3) untuk menunjang penerimaan negara. Melalui MPN G3 ini, masyarakat bisa melakukan penyetoran penerimaan negara melalui dompet elektronik, transfer bank, virtual account, dan kartu kredit.

Lebih dari itu, penyetoran penerimaan negara juga bisa dilakukan melalui e-commerce, retailer, dan fintech seperti Tokopedia, Finnet Indonesia, dan Bukalapak.

Pada sektor Pemerintah Daerah, Smart City menjadi langkah awal Digital Government. Smart City merupakan sebuah gagasan untuk mengembangkan kota melalui penerapan teknologi informasi, misalnya di bidang pelayanan kependudukan, penataan sanitasi, transportasi dan pendidikan.

Pemerintah telah mencanangkan program 100 Smart City sampai dengan 2019. Program ini telah dimulai sejak 2017 dan pada tahun 2019 ini, Kota Tanjungpinang menjadi salah satu diantara 100 kota tersebut. Konsep Smart City diharapkan bisa memberikan pelayanan yang lebih efisien dan mudah serta sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat lokal.

Berbagai upaya untuk mewujudkan Digital Government di Indonesia seperti diuraikan di atas tentu memiliki beberapa tantangan. Ketersediaan infrastruktur telekomunikasi menjadi tantangan yang harus dibenahi di awal.

Menurut survei PBB, nilai indeks ketersediaan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia masih cukup rendah. Hal ini tidak terlepas dari kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan.

Namun demikian, pemerintah melalui proyek Palapa Ring diharapkan bisa mengatasi infratruktur terkait konektivitas jaringan. Palapa Ring merupakan proyek pembangunan serat optik di seluruh Indonesia sepanjang hampir 36.000 Kilometer yang melewati 440 kota.

Tahun ini proyek tersebut ditargetkan akan selesai dan bisa berjalan dengan baik.
Tantangan selanjutnya adalah tersedianya sumber daya manusia di bidang teknologi informasi.

Kemampuan SDM ini bisa ditanggulangi dengan peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga ahli di bidang IT. Hal ini bisa ditempuh melalui penguatan sektor pendidikan berbasis kompetensi, baik formal maupun informal.

Selanjutnya, isu keamanan digital juga menjadi hal yang menjadi fokus dalam pengembangan Digital Government. Hal yang tidak kalah penting untuk mewujudkan Digital Government adalah koordinasi kuat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Oleh karena itu, perlu kesamaan mindset dari semua aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Hal ini sesuai dengan pengalaman Denmark dalam memajukan pelayanan kepada masyarakat melalui pelayanan digital.

Berdasarkan uraian di atas, Indonesia sudah berada pada jalur yang benar dalam rangka mewujudkan Digital Government. Beberapa perbaikan serta implementasi layanan digital baik di pusat maupun daerah merupakan langkah awal yang baik.

Sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta dukungan masyarakat menjadi modal yang tidak terlihat namun berdampak besar untuk mewujudkan Digital Government. Sehingga, di masa yang akan datang, akses layanan semua bidang dalam genggaman bisa terwujud sepenuhnya.

Selain itu, partisipasi masyarakat dalam tata kelola pemerintahan juga semakin mudah, misalnya pemilu online. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari tujuan negara yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bisa ditempuh melalui berbagai cara, dan Digital Government adalah salah satunya.

Penulis adalah ASN Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau.

*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.