Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Aksi Brutal KKB yang Menari di Tengah Isu Rasisme
Oleh : Opini
Jumat | 30-08-2019 | 14:28 WIB
aksi-mahasiswa-papua.jpg Honda-Batam
Saat mahasiswa Papua di Yogyakarta menggelar aksi menolak rasisme. (Foto: Ist)

Oleh Rebecca Marian

SEORANG prajurit TNI gugur dalam peristiwa penyerangan sejumlah massa kepada aparat TNI-Polri di Deiyai, Papua. Polsi menyebut anggota TNI itu sedang bertugas menjaga senjata yang disimpan di dalam mobil.

Kapolri Tito Karnavian menyebutkan salah satu anggota TNI gugur ketika sedang menjaga kendaraan, menjaga senjata yang disimpan dalam kendaraan. Kemudian dilukai dan akhirnya dibacok dengan panah sehingga gugur.

Tito juga menjelaskan, tiga anggotanya dan dua anggota TNI lainnya tertikam anak panah di bagian leher dan punggung. Tito mengaitkan penyerangan tersebut dengan keberadaan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Deiyai, Papua.

Ia mengatakan, anggota Polri mencoba membela diri dengan menembakkan peluru karet ke arah massa penyerang. Salah satu penyerang ditembak kakinya.

Brigjend Dedi Prasetyo selaku Karo Penmas Div Humas Polri, mengatakan ada 10 pucuk senjata yang dirampas massa perusuh.

Peristiwa penyerangan terhadap TNI-Polri yang terjadi di Deiyai, Papua tersebut terjadi saat Aparat TNI-Polri sedang mengawal aksi demonstrasi damai di depan kantor Bupati setempat, mereka menyerukan adanya referendum, Bupati Deiyai dituntut untuk menandatangani persetujuan. Namun tiba-tiba ada massa dalam jumlah besar yang berbuat onar.

Awalnya pada pukul 13.00 WIT, sekitar 100 orang menyampaikan aspirasinya di depan kantor Bupati Deiyai secara tertib, awalnya aparat Gabungan TNI-Polri nyaris berhasil membujuk massa. Namun saat negosiasi berlangsung sekitar pukul 14.00 WIT, datang massa tambahan sekitar 1.000 orang yang datang bergabung, mereka datang dari berbagai penjuru.

Setelah itu massa yang baru datang melakukan tarian perang adat Papua, yaitu tarian Waita dan menyerang anggota TNI-Polri secara membabi buta dengan senjata tajam dan anak panah. Mereka juga merampas 10 pucuk senjata dari mobil TNI yang terparkir di dekat lokasi.

Ribuan orang tersebut bahkan diketahui membawa senjata tajam dan diduga membawa senjata api. Hal tersebut sontak menimbulkan kontak tembak antara aparat dengan massa yang menggunakan panah.

Selain itu diketahui seorang anggota TNI gugur dan empat anggota Polri menjadi korban dalam aksi tersebut.

Seorang anggota TNI yang gugur adalah Serda Rikson, yang meninggal di Deiyai saat mengamankan aksi massa. Sementara 5 aparat lainnya mengalami luka berat akibat anak panah, kelima anggota yang terluka tersebut dilarikan di RS Enarotali untuk mendapatkan perawatan medis.

Jenazah Alm Rikson kemudian dievakuasi ke Nabire melalui perjalanan darat. Rencananya, Jenazah Serda Rikson akan diterbangkan ke Jakarta.

Untuk memperkuat keamanan di wilayah Deiyai, Tito mengerahkan 300 personelnya ke wilayah tersebut dan Paniai.

Selain penguatan pasukan di dua wilayah tersebut, Tito juga mengirim pasukan Korps Brimob ke Jayapura. Dirinyapun menyayangkan kejadian serangan massa terhadap TNI-Polri di Deiyai, dan berharap agar hal serupa tidak terjadi di kemudian hari.

Pihaknya juga akan memproses hukum massa yang melakukan penyerangan terhadap anggota TNI-Polri. Tak hanya itu, Tito juga menyoroti peristiwa berkibarnya bendera Organisasi Papua Merdeka OPM dalam aksi unjuk rasa di depan Istana Negara kemarin.

Kondisi terkini saat ini, Kapendam XVII/Cenderawasih Letkol Cpl Eko Daryanto mengatakan situasi Distrik Waghete, Deiyai sudah berangsur kondusif dan massa telah membubarkan diri sejak pukul 16.00 WIT. Ia bersama dengan Bupati Deiyai dan para tokoh masyarakat sedang berkumpul untuk mengatasi masalah tersebut.*

Penulis adalah mahasiswa Papua, tinggal di Jakarta