Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Krisis Air Bersih Bikin Risih
Oleh : Opini
Senin | 19-08-2019 | 10:40 WIB
zulfikar-halim-01.jpg Honda-Batam
Zulfikar Halim Lumintang, S.ST.

Oleh: Zulfikar Halim Lumintang, S.ST.

Setiap manusia membutuhkan air, utamanya air bersih. Sebagaimana tubuh manusia yang 70 persennya terdiri dari air. Air bersih di sini tentunya merupakan air yang bisa dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari seperti minum, mandi, cuci dan kakus.

Hal tersebut juga yang biasa dijadikan indikator masyarakat sebelum membangun sebuah rumah. Bagaimana akses terhadap air bersih di sekitar tempat tinggal. Wajar tentunya, karena air bersih merupakan kebutuhan primer manusia.

Akhir-akhir ini, banyak juga terdengar kabar bahwa di Pulau Jawa mulai terdapat titik-titik daerah krisis air bersih. Warga di Gunung Kidul, Yogyakarta menjadi salah satu daerah yang terdampak krisis air bersih di Pulau Jawa. Sudah 10 kecamatan di Gunung Kidul mulai dilanda kekeringan, sehingga diprediksi akan mengalami kelangkaan air bersih jika tidak segera ditemukan solusinya. Gubernur DI Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X pun menyampaikan bahwa untuk mengalirkan air bersih dari mata air ke beberapa wilayah di Gunung Kidul cukup sulit, memerlukan banyak waktu dan biaya.

Sulit rasanya dimasukkan logika. Indonesia yang menampung 6% air bersih dunia, diprediksi akan mengalami krisis air bersih pada tahun 2045, tepat 100 tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Prediksi tersebut meruncing pada Pulau Jawa, pulau yang paling padat penduduknya di Indonesia. Mungkin, atas dasar itulah, pemerintah ingin memindahkan ibukota negara ke Pulau Kalimantan.

Pada umumnya, air bersih dihasilkan dari mata air pegunungan. Seharusnya, wilayah yang terletak di sekitar pegunungan tidak akan mengalami kesulitan dalam memperoleh air bersih. Beda halnya dengan masyarakat yang tinggal di wilayah kepulauan. Di mana wilayah sekelilingnya merupakan laut, sehingga untuk mendapatkan air bersih pasti membutuhkan usaha yang lebih.

Contoh nyata seperti di Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Kolaka merupakan kabupaten yang memiliki kontur wilayah yang unik, ada sebagian wilayah yang berada di pesisir pantai, pun ada juga wilayah yang terletak di gunung. Selain itu, ada juga wilayah hasil reklamasi laut ataupun rawa-rawa. Di daerah hasil reklamasi inilah, warga masih sulit mendapatkan air bersih. Warga masih sering membeli air untuk mandi dan mencuci.

Wilayah lain semacam Kepulauan Riau mungkin akan berbeda lagi tantangannya. Tujuh kabupaten/kota tersebar ke banyak pulau-pulau kecil yang dikelilingi laut. Tentunya berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan air bersih di tengah kepungan air asin.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun 2014-2017 di Provinsi Kepulauan Riau terdapat 14 perusahaan air minum yang tersebar di enam kabupaten/kota. Di antaranya empat perusahaan di Karimun, tiga perusahaan di Bintan dan Natuna, dua perusahaan di Lingga, dan satu perusahaan di Batam dan Tanjungpinang. Hanya Kepulauan Anambas yang tidak memiliki perusahaan air minum.

Meski hanya memiliki satu perusahaan air minum, Kota Batam memiliki efektifitas produksi air bersih paling tinggi. Dengan kapasitas produksi potensial air bersih mencapai 3.610 liter per detik, perusahaan air minum Kota Batam bisa menghasilkan air bersih sebesar 2.966 liter per detik. Artinya efektifitas produksi air bersihnya mencapai 82%.

Sedangkan Kota Tanjungpinang yang merupakan ibukota provinsi, hanya memiliki kapasitas produksi potensial sebesar 425 liter per detik, dengan kapasitas produksi efektifnya mencapai 292 liter per detik. Dengan kata lain, efektifitas produksi air bersihnya hanya mencapai 68% saja.

Konsumen utama dari perusahaan air bersih di Kepulauan Riau adalah rumah tangga. Bagaimana tidak, BPS mencatat pada tahun 2017, sebanyak 285.513 dari 327.947 konsumen air bersih di Kepulauan Riau adalah rumah tangga. Jumlah tersebut setara dengan 87,06% dari total keseluruhan konsumen.

Kita bisa bayangkan di salah satu kabupaten di Kepulauan Riau yaitu Kepulauan Anambas, bagaimana cara warga disana untuk memperoleh air bersih. Mengingat tidak terdapatnya perusahaan air minum yang bisa memfasilitasi pengaliran air bersih ke rumah tangga.

Oleh karena itu, pemerintah setempat perlu memperhatikan kebutuhan warganya terhadap air bersih. Selain merupakan kebutuhan primer, ketika kebutuhan air bersih tidak terpenuhi, maka warga terpaksa menggunakan air kotor untuk mandi, cuci, kakus. Dan ketika hal tersebut terjadi, maka efeknya para masyarakat akan mengalami beberapa penyakit seperti diare dan muntaber. Tentu saja akan menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di suatu daerah, ketika banyak warganya mengalami penyakit tersebut.

Penulis merupakan Statistisi Ahli BPS Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara.