Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mengembangkan Pembiayaan Ultra Mikro Syariah
Oleh : Redaksi
Selasa | 06-08-2019 | 10:16 WIB
edy-ditjen-perbendaharan-ke.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Edy Sutriono,S.E.,M.M.,M.S.E., ASN Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepri. (Dok Pribadi)

Oleh Edy Sutriono SE MM MSE

PEMERINTAH menggulirkan program Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) mulai tahun 2017 untuk memperluas akses permodalan dalam rangka mewujudkan inklusivitas fiskal serta memberdayakan usaha Ultra Mikro agar berkembang dan mandiri.

Tujuan lain dari UMi agar usaha ultra mikro tidak jatuh dalam lubang jeratan mencekik dari para rentenir dan tengkulak, sehingga pembiayaan ini diupayakan mudah, cepat dan adanya pendampingan oleh penyalur. Penyaluran UMi dilakukan oleh PT Pegadaian, PT PNM dan PT BAV yang bekerjasama dengan BLU Pusat Investasi Pemerintah (PIP) di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan.

Masyarakat pelaku usaha ultra mikro dapat langsung berhubungan dengan ketiga lembaga penyalur tersebut. Fasilitas pembiayaan UMi saat ini sebagian besar masih dalam bentuk kredit konvensional dengan plafon kredit maksimal Rp 10 juta.

Di sisi lain sebagian masyarakat pelaku usaha ultra mikro menginginkan dan merasa lebih 'nyaman' memanfaatkan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Mengakomodir kebutuhan tersebut, pemerintah sesungguhnya telah mengatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.05/2018 tentang Pembiayaan Ultra Mikro bahwa pembiayaan Ultra Mikro selain dalam bentuk kredit konvensional juga dimungkinkan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Hal tersebut diperkuat melalui fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 119/DSN-MUI/II/2018 tanggal 22 Pebruari 2018 tentang Pembiayaan Ultra Mikro Berdasarkan Prinsip Syariah yang memperbolehkan pembiayaan ultra mikro dengan prinsip syariah.

Dengan kedua pijakan ini maka seyogyanya pemerintah dapat mengembangkan lebih lanjut pembiayaan UMi syariah untuk kebutuhan pembiayaan usaha ultra mikro syariah sampai dengan Rp 10 juta sehingga dapat menjangkau lebih banyak masyarakat dan kegiatan ekonomi nasional dapat makin bergulir.

Pemerintah dapat mengembangkan dan memperluas pembiayaan Ultra Mikro berdasarkan prinsip syariah melalui kerjasama antara PIP dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan/atau Lembaga Bisnis Syariah (LBS) yang memenuhi kriteria sebagai penyalur.

Pembiayaan Ultra Mikro syariah diperuntukkan bagi pelaku usaha ultra mikro yang membutuhkan sekumpulan barang dan/atau jasa yang nilainya sangat kecil (ultra mikro) dan beragam jenisnya untuk meningkatkan usahanya dan bukan pembiayaan yang bersifat konsumtif. Pembiayaan tersebut meliputi pembiayaan untuk pembelian objek berupa barang yang beragam (multibarang) dan objek berupa jasa yang beragam (multijasa).

Selanjutnya dalam mekanisme penyaluran UMi Syariah dari LKBB Syariah ke usaha ultra mikro memperhatikan prinsip utama dalam pembiayaan syariah yaitu akad. Secara prinsip akad yang dilakukan dalam pembiayaan UMi syariah nantinya memiliki unsur yang harus jelas objeknya dan dapat dihitung jumlahnya, sehingga tidak ada keraguan/kesangsian dan merugikan salah satu pihak di dalam objek tersebut baik penyalur maupun pelaku usaha selaku nasabah. Penerapan akad ini bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan pembiayaan ultra mikro.

Dalam pembiayaan syariah tidak dikenal pinjam meminjam namun pembiayaan yang objeknya barang modal usaha, jasa dan uang. Lebih lanjut, akad dan sistem pembiayaan berdasarkan prinsip syariah berupa: (i) pembiayaan bagi hasil; (ii) pembiayaan jual beli; dan (iii) pembiayaan sewa menyewa.

Pembiayaan Ultra Mikro Multibarang boleh dilakukan dengan menggunakan akad jual beli, akad jual beli murabahah, akad jual beli salam, akad jual beli istishna', akad ijarah, atau akad ijarah muntahiyyah bi al-tamlik, sedangkan Pembiayaan Ultra Mikro Multijasa hanya boleh menggunakan akad ijarah dan kafalah. Akad jual beli dalam hal ini artinya akad antara penjual (penyalur UMi) dan pembeli (pelaku usaha ultra mikro) yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan barang dan harga, sedangkan murabahah artinya jual beli yang harga perolehan atau harga produksi dan keuntungan diketahui secara transparan oleh penyalur UMi dan pelaku usaha sebagai debitur/pembeli.

Pembiayaan syariah yang lain berupa jual beli salam yaitu dalam bentuk pemesanan barang yang disepakati kriteria dan persyaratan serta pembayaran harga dilakukan secara tunai. Akad jual beli istishna' yakni jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati, sedangkan ijarah adalah akad pembiayaan barang usaha berdasarkan sewa untuk mempertukarkan manfaat baik manfaat barang maupun jasa.

Satu lagi ijarah muntahiyyah bi al-tamlik merupakan akad ijarah yang disertai janji pemindahan kepemilikan barang sewa kepada penyewa, setelah selesai atau diakhirinya akad ijarah. Akad kafalah berupa jaminan dari penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.

Dalam prakteknya pembiayaan UMi berdasarkan prinsip syariah tidak menutup kemungkinan telah diwujudkan pada beberapa koperasi dan/atau Lembaga keuangan atau pembiayaan mikro syariah yang menjadi linkage PT BAV. Pemerintah dapat mendorong dengan mengembangkan lebih lanjut pembiayaan Ultra Mikro (UMi) Syariah ini dengan melibatkan lebih banyak lagi LKS dan LBS dalam menyalurkan UMi.

Selain itu perlu regulasi yang lebih komprehensif dan kriteria-kriteria serta insentif fiskal yang dapat diberikan untuk lebih mendorong akses pembiayaan usaha Ultra Mikro dengan lebih inklusif dengan harapan menjadi mandiri.

Penulis adalah ASN Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepri

*) Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.