Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

LPSK Prihatin Banyak Kasus Trafficking di Kepri Tidak Ditindak
Oleh : surya
Kamis | 29-03-2012 | 19:33 WIB
Ketua_LPSK.jpg Honda-Batam

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai

JAKARTA-batamtoday-Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memprioritaskan memberikan perlindungan kepada korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Namun sayangnya, dari 2008 hingga kini baru dua korban yang berani mengajukan permohonan perlindungan

Karena itu untuk menggugah keberanian korban TPPO melaporkan ke LPSK, pihaknya kini gencar melakukan sosialisasi di beberapa daerah yang menjadi titik rawan TPPO seperti di Tanjungpinang (Kepulauan Riau) dan Pontianak (Kalimantan Barat).

"TPPO sebagai kejahatan serius dan teroganisir, hal ini menjadi prioritas penanganan LSPK. Sayangnya, sejak 2008, baru 2 permohonan perlindungan yang diajukan saksi dan korban TPPO, di tengah jutaan orang  menjadi korban TPPO," kata Abdul Haris Semendawai, Ketua LPSK dalam realease-nya kepada batamtoday di Jakarta, Kamis (29/3/2012).

Menurut Haris, dengan gencarnya sosialisasi yang dilakukan LPSK ini, korban TPPO di berbagai daerah berani melaporkan tindak pidana yang dialaminya, bukan sebaliknya membiarkan berlalu beigitu saja. "Kita telah melakukan sosialisasi pertama di Pontianak, dan kedua di Tanjungpinang. Titik-titik rawan terjadinya TPPO juga akan kita adakan sosialisasi," katanya.

Sosialiasi TPPO di Kepulauan Riau (Kepri) berlangsung selama dua hari dari 28-29 Maret di Hotel Laguna, Tanjungpinang. Dalam sosialisi itu, selain dihadiri Ketua LSPK juga dihadiri Gubernur Kepri Muhammad Sani, Ketua Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Pudji Lestari, para jurnalis, akademisi, LSM perempuan dan anak, serta Kanwil Kemenkumham Kepri.. 

Sani dalam sambutannya, mengatakan, banyaknya kasus kejahatan kemanusiaan di Kepri justru di dominasi kejahatan yang berindikasi perdagangan manusia atau traffiking. "Korbannya justru berasal dari luar Wilayah Kepulauan Riau," kata Sani.

Sedangkan Pudji Astuti mengatakan, Pemprov Kepri sebenarnya memiliki komitmen untuk memberantas perdagangan manusia. "Namun,salah satu kendala penegakan hukum di Kepulauan Riau ini,karena minimnya alat bukti berupa keterangan saksi dan korban." kata Pudji.

Ketua LSPK Abdul Haris Semendawai menambahkan, besarnya animo masyarakat mengikuti sosialisasi ini menunjukkan kepedulian kepada korban TPPO."Mandegnya proses penegakan hukum dalam TPPO selama ini karena terputusnya rantai kejahatan yang sulit terungkap akibat banyaknya saksi dan korban yang  kerap mengalami ancaman dan khawatir dirinya akan menjadi korban untuk kedua kalinya," katanya. 

LPSK, kata Haris, aparat penegak hukum di Kepri diharapkan dapat bersinergis dengan LPSK untuk mengungkap kejahatan TPPO. "Dengan memanfaatkan peran dan fungsi LPSK, dalam memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban TPPO untuk mengungkap mastermind (pelaku) kejahatan ini. Kita harapkan kualitas penegakan hukum TPPO di Kepulauan Riau meningkat," katanya.

Sebagaimana dilansir dalam data Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Kepulauan Riau, kondisi  penegakan hukum TPPO di Tanjungpinang menunjukkan angka yang memprihatinkan. Faktanya,  Tahun  2010, hanya ada 15 kasus yang dilaporkan. 8 kasus dinyatakan P21, 4 kasus masuk penyidikan,dan 3 kasus di SP3. Tahun 2011, hanya 8 kasus yang dilaporkan. 2 kasus dinyatakan P21, 5 kasus masuk penyidikan dan hanya 1 kasus yang dilimpahkan ke pengadilan.

Sampai dengan bulan Maret 2012, Polda Kepulauan Riau belum sama sekali mendapatkan laporan tentang TPPO. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan, di tengah ribuan korban perdagangan orang di Kepri yang ditangani International Organization of Migration (IOM) hanya segelintir kasus yang masuk dalam proses penegakan hukum.