Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bijaklah Menyikapi Drama Koalisi dan Oposisi
Oleh : Redaksi
Rabu | 31-07-2019 | 14:52 WIB
prabowo-subianto-dan-mega.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Prabowo Subiant0 dan Megawati, makan siang nasi goreng bersama. (Foto: Suara.com)

Oleh Zainuddin

BELAKANGAN ini, setelah pertemuan rival politik Prabowo dengan Jokowi dan Megawati, masyarakat mendapatkan tontonan yang menarik, mulai dari bertemunya Prabowo dan Jokowi di MRT. Sampai dengan diplomasi Nasi goreng ala Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarno Putri.

Pemandangan tersebut seakan menunjukkan yang tadinya lawan menjadi kawan, hingga akhirnya masyarakat pun berspekulasi dan bertanya-tanya, kemana arah koalisi maupun oposisi dalam pemerintahan Jokowi untuk 5 tahun kedepan.

Hal ini menunjukkan hingar bingar politik yang tadinya adem lalu menghangat kembali, setelah KPU dan MK memutuskan untuk menolak semua gugatan BPN Prabowo-Sandiaga, para elit partai seakan sedang menunjukkan akrobat politis yang makin seru jelang penentuan susunan Kabinet oleh Presiden terpilih Jokowi.

Akrobat politis ini seakan menunjukkan bahwa beberapa politisi “mengharapkan” jatah kursi menteri karena parpol tersebut telah mendukung junjungannya, namun sekali lagi tentu tidak sopan kiranya mendukung calon pemimpin untuk bisa mendapatkan jatah menteri, hal ini tentu saja dipertanyakan ketulusannya dalam memberikan dukungan kepada Capres yang diusungnya.

Rahasia umum dalam ranah politik adalah ‘tidak ada kawan sejati, tidak ada lawan abadi, yang ada kepentingan bersama. Oleh karena itu saat ini masyarakat tengah menebak-nebak siapa kawannya siapa.

Fakta itu terbukti dari adanya pertemuan Gondangdia yaitu beberapa ketua dan elit 4 partai pendukung Jokowi (kubu koalisi) minus PDIP, yang kemudian disusul pertemuan Gondangdia Jilid 2 antara Surya Paloh dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Pada saat bersamaan, di Jalan Tengku Umar dan juga pertemuan antara Megawati dengan Prabowo, 2 pertemuan pada saat yang bersamaan ini bisa dikatakan istimewa, karena dilakukan oleh para pihak yang berlawanan ketika perhelatan Pilgub DKI Jakarta maupun ketika pemilu yang lalu.

Dalam peta politik tidak ada kata kebetulan atau tidak disengaja, sebagaimana jawaban elit politik ketika menjawab pertanyaan awak media, pertemuan gondangdia Jilid 1, dikatakan untuk merayakan ulang tahun pimpinan partai Nasdem Surya Paloh, kemudian jilid kedua, dikatakan karena Anies Baswedan sudah lama ingin bertemu, namun baru sempat pada waktu itu.

Tentunya secara bersamaan dengan pertemuan di Teuku Umar, oleh karenanya masyarakat pun berasumsi, jika dulu terdapat 2 kubu sekarang bertambah menjadi kubu gondangdia dan kubu tengku umar.

Kemunculan kubu baru tersebut dikuatkan oleh pernyataan para tokoh kubu masing-masing, Megawati mengatakan bahwa dalam kabinet Presidensiil tidak ada koalisi ataupun oposisi, sedangkan kubu gondangdia menyatakan bahwa penambahan peserta koalisi akan mengurangi soliditas koalisi pendukung pilpres, dari statement para elit parpol ini, makin jelas akan adanya perubahan peta koalisi maupun opossi.

Sehingga pihak oposisi mungkin berharap ingin berkuasa, sedangkan kubu koalisi merasa khawatir kehilangan jatah kursi di kabinet, sepanjang semua untuk kepentingan bangsa dan negara, kita tinggal serahkan pada Presiden terpilih Joko Widodo untuk menentukan mana yang sekiranya akan diberi amanah sebagai menteri dalam kabinetnya.

Pada kesempatan berbeda, Jokowi juga sempat menyebutkan kriteria calon menteri yang diinginkan, antara lain, memiliki jiwa kepemimpinan, pekerja keras, memiliki kapasitas untuk menjalankan program pemerintah dan berintegritas.

Diketahui pula bahwa PPP juga belum mengusulkan nama-nama calon menteri, Sekjend PPP Asrul Sani menyatakan bahwa pihaknya akan mengusulkan nama-nama calon menteri setelah diminta oleh Presiden Joko Widodo.

Jika tidak mendapatkan kursi, tentu kita tidak bisa menyalahkan Jokowi semata, karena Menteri merupakan wewenang presiden yang memilih dan mencopotnya dari jabatannya. Kalau tidak kebagian kursi tentu masih banyak toko meubel yang menjual aneka kursi yang bagus.

Tentu akan menjadi sesuatu yang elok jika Parpol nantinya akan berebut jatah kursi. Presiden Jokowi dalam kesempatan pembubaran TKN juga telah menghimbau agar pendukungnya tetap kompak.

Sehingga tak perlu ada saling cemburu jika dalam kabinet nanti pembagian kursi tidak sesuai dengan harapan para elite partai politik.

Tapi bukan berarti Jokowi tidak menerima usulan calon menteri dari partai koalisinya, sehingga jika nanti Jokowi meminta usulan nama menteri, silakan ajukan saja asal tetap legowo misal tidak dipilih untuk menduduki jabatan di kementrian.*

Penulis adalah pengamat sosial politik