Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Meneropong Agenda di Balik Ijtima Ulama 4
Oleh : Redaksi
Sabtu | 27-07-2019 | 14:28 WIB
itjma_ulama_iii1.jpg Honda-Batam
Ijtima' Ulama III beberapa waktu lalu. (Foto: Ist)

Oleh Ismail

PERTEMUAN Prabowo dengan Jokowi di MRT tentu masih terngiang jelas dalam benak masyarakat, bahkan kita masih bisa melihatnya di berbagai lini sosial media. Apalagi keduanya sama-sama bersepakat untuk mengakhiri perseteruan dengan berujar bahwa tidak ada lagi istilah cebong atau kampret.

Kesejukan tersebut amatlah terasa bagi masyarakat yang menginginkan perdamaian di antara keduanya. Namun permasalahan pasca rekonsiliasi ternyata muncul dari beberapa simpatisan pendukung paslon Prabowo-Sandiaga. Dimana pihaknya menilai bahwa Prabowo kurang beradab atas pertemuannya dengan Joko Widodo.

Novel Bakmumin selaku juru bicara PA 212, secara tegas menyatakan menolak rekonsiliasi tersebut, Ia juga mengatakan bahwa pihaknya tidak lagi berkomunikasi dengan Prabowo sejak 28 Juni lalu, selepas putusan sengketa pemilihan presiden oleh Mahkamah Konstitusi.

Bahkan Novel juga mengutarakan, ada kemungkinan Prabowo mendapatkan masukan dari pihak-pihak yang semestinya di dengarkan.

Ya sekali lagi Novel berprasangka seperti itu, namun yang pasti kenapa perdamaian antar kedua rival tersebut malah dianggap kurang beradab? Maka timbul pertanyaan lanjutan, Jika Prabowo masih saja bersikap kaku dan tidak mau bertemu dengan Jokowi, apakah itu termasuk perbuatan yang beradab? Sejak kapan upaya damai dianggap sebagai sesuatu yang kurang beradab?

Tentu ada semacam cacat logika, karena pertemuan tersebut hanya bertujuan untuk mendamaikan dan menurunkan tensi ketegangan, padahal pada debat capres sebelumnya, mereka berdua telah berkomitmen untuk terus menjaga rantai pertemanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa rivalitas di panggung politik tidak lantas memusnahkan hubungan pertemanan mereka agar tetap saling berkomunikasi dengan baik.

Toh drama Pilpres sudah berakhir, bahkan sampai pada tahap putusan Mahkamah Konstitusi. Sehingga persaingan untuk merebut suara sudah kelar. PR terbesar Indonesia saat ini adalah merajut persatuan agar tidak ada lagi saling caci antara 01 dan 02. Semua elemen masyarakat diharapkan kembali tenang dan bekerja sesuai dengan disiplin ilmunya masing-masing.

Prabowo dan Jokowi telah memiliki sebuah kesadaran akan demokrasi, dimana meski keduanya merupakan dua kubu yang berlawanan dalam Pilpres 2019. Mereka berdua tetap mengedepankan kepentingan bangsa terlebih dahulu.

Jika nanti PA 212 merencanakan Ijtima Ulama 4, tentu hal tersebut merupakan sesuatu yang sia-sia. Acara tersebut juga dinilai sebagai ungkapan ekspresi dari para simpatisa yang merasa tidak sreg dengan junjungannya.

Oleh karena itu, Ijtima Ulama 4 sepertinya tidak perlu menjadi prioritas untuk dipikirkan, apalagi jika mereka memilki rencana untuk menerapkan khilafah di Indonesia.

Apalagi Ijtima ulama 4 digelat untuk menampung saran ulama dalam menentukan sikap setelah tidak lagi mendukung Prabowo Subianto Pasca Pilpres 2019.

Pertemuan tersebut diklaim akan berfokus pada perjuangan umat Islam ke depan dalam menegakkan amar ma'ruf nahi munkar ini juga akan dihadiri oleh seluruh elemen yang tergabung dalam tiga kelompok tersebut.

Keputusan untuk menggelar Ijtima Ulama 4 tersebut, merupakan hasil dari keputusan rapat internal yang diselenggarakan GNPF Ulama, PA 212 dan FPI di salah satu hotel di Jakarta Pusat, Sening 15 Juli 2019 lalu.

Tak hanya membahas visi mereka setelah tidak mendukung Prabowo, Ijtima Ulama 4 juga akan membahas upaya untuk pemulangan Rizieq Shihab dari Arab Saudi.

Sebelumnya Rizieq berangkat ke Malaysia untuk urusan studinya. Kabar terakhir Rizieq menghadapi masalah izin tinggal (overstay) di Arab Saudi, dan apabila ingin kembali ke Tanah Air, maka a harus membayar denda sebesar 30 ribu riyal Arab saudi atau setara dengan 110 Juta Rupiah.

Jika ternyata Ijtima Ulama 4 tetap membahas tentang kepulangan Habib Rizieq, tentu pemerintah tidak perlu menanggapi syarat kepulangan pentolan FPI tersebut, karena Jokowi dan Prabowo telah bertemu secara terhormat tanpa syarat.

Sebagai bentuk kekecewaannya, Perhelatan Ijtima Ulama 4 tidak mengundang Peserta Pilpres 2019. Sekretaris FPI Munarman juga mengatakan selain tidak menghadirkan Prabowo-Sandi. Ijtima Ulama 4 juga tidak akan mengundang partai politik.

Jika para 'mantan' simpatisan Prabowo-Sandi tersebut masih belum ingin berdamai, mungkin saja mereka kurang asupan nasi goreng yang terbukti menjadi jembatan perdamaian.*

Penulis adalah pengamat sosial politik