Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Fenomena Kekerasan Siswa Terhadap Guru
Oleh : Redaksi
Kamis | 14-03-2019 | 09:20 WIB
penulis-mahasiswa1.jpg Honda-Batam
Tiara Ramadhanti. (Foto: Ist)

Oleh Tiara Ramadhanti

KEKERASAN dan kejahatan serta pelecehan sudah makin menjamur di negeri tercinta kita ini dan sangat mencengangkan, baik di masyarakat luar, di tengah-tengah keluarga, bahkan dalam dunia pendidikan, seperti kekerasan di sekolah. Jika kekerasan dengan korban siswa di sekolah sudah sering kita dengar, namun Akhir-akhir ini sering kita dapatkan berita kekerasan oleh siswa terhadap guru.

Apa itu kekerasan? Kita semua pasti tahu bahwa kekerasan adalah tindakan yang merugikan orang lain secara fisik maupun psikis. Kamus Bahasa Indonesia mendefinisikan kekerasan sebagai perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.

Sementara World Health Organization atau WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) mendefinisikan kekerasan adalah penggunaan seluruh kekuasaan yang biasanya disertai dengan ancaman, sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, seperti luka memar, kematian, kerugian secara psikologis, dan lain sebagainya.

Guru yang seharusnya kita hormati layaknya orangtua kita dirumah, kini malah siswa yang kurang ajar terhadap guru. Siswa yang harusnya menghormati dan menghargai guru, kini menjadikan gurunya sebagai bahan olok-olokan hingga melakukan aksi kekerasan.

Seperti kasus kekerasan yang menimpa guru di Kendal. Yaitu SMK NU 03 Kaliwungu. Pihak sekolah mengklaim aksi itu merupakan gaya bercanda antara murid dengan gurunya. Meski demikian perilaku siswa tersebut sudah melampaui batas. Dalam video yang diunggah oleh akun Facebook Eris Riswandi, terlihat seorang guru paruh baya diserang oleh sejumlah murid laki-laki.

Mereka beraksi dengan mendorong dan menendang guru laki-laki yang kemudian diketahui bernama Joko Susilo. Bahkan lebih parahnya lagi pada kasus di SMAN1 Torju, Kabupaten Sampang yaitu seorang siswa yang memukuli gurunya hingga tewas. Guru tersebut bernama Ahmad Budi Cahyono, yang ternyata masih berstatus guru honorer.

Bayangkan, seorang murid seharusnya menaati tata tertib belajar di kelas. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Hal tersebut disebabkan oleh pergeseran norma-norma dan pengembangan etika dan tata krama yang salah. Dalam kegiatan di sekolah seharusnya juga dikembangkan etika dan sopan santun tentang seharusnya siswa bersikap dan menghormati gurunya, bukan sekedar kepentingan akademik.

Hal ini juga karena guru dilarang menghukum murid dalam bentuk kontak fisik, sehingga siswa menjadi berani terhadap guru. Selain itu yang menjadi penyebab siswa melakukan aksi kekerasan kepada gurunya sendiri itu bersifat psikologis. Siswa yang bersangkutan cenderung berkepribadian impulsif dan acap kali kesulitan mengendalikan emosi. Kondisi psikis ini melengkapi faktor sosialisasi dan subkultur kekerasan yang berkembang di habitat sosialnya.

Ingin terlihat pandai melawan dan keras serta kepribadian yang kurang matang, sering menyebabkan siswa tiba-tiba terpicu untuk melakukan aksi brutal dengan melakukan kekerasan terhadap guru yang seharusnya di hormati, walau karena hal sepele. Siswa yang memiliki kepribadian keras dan terbiasa tumbuh dalam lingkungan sosial yang familiar dengan kekerasan lebih berpeluang untuk melakukan tindak kekerasan dan menganiaya orang lain.

Dari segi tenaga pengajar, mungkin karena kurang membuka kesadaran siswa tentang arti penting solidaritas dan toleransi. Pendidikan karakter pelajaran tentang budi pekerti sering kali tidak dikembangkan dengan serius. Hal ini terjadi karena banyak sekolah yang lebih mementingkan dalam bidang akademik, seperti agar siswa sukses dalam menempuh ujian nasional, lalu dapat diterima di Perguruan Tinggi Negeri terkenal sebagai representasi reputasi sekolah.

Serta kurang dikembangkannya proses pembelajaran yang mampu menarik minat dan antusiasme siswa untuk terlibat aktif selama pembelajaran berlangsung di kelas. Akibatnya siswa merasa bosan dalam proses pembelajaran di kelas. Guru-guru yang proses mengajarnya monoton menyebabkan siswa menjadi bosan.

Di titik inilah, siswa menghilangkan rasa bosan dengan berulah yang macam-macam , ada yang mencari perhatian temannya , bahkan terkadang keluar dari batas-batas etika. Lalu penyebab lain siswa terlalu berani terhadap guru hingga melakukan kekerasan adalah karena pada zaman sekarang guru dilarang menghukum siswa dalam bentuk kontak fisik, sehingga siswa menjadi berani terhadap guru.

Ketika masih bersekolah, guru sering bercerita, bahwa jika kita melihat ke belakang, malah guru yang memukul siswanya apabila siswa tersebut memang salah. Tetapi zaman sekarang sudah berbeda, apabila siswa tersebut di pukul oleh gurunya, siswa tersebut tidak terima. Padahal terkadang memang siswa yang salah. Bahkan sampai orangtua datang menemui guru yang bersangkutan atau pihak sekolah.

Dan itu juga yang menjadi salah satu penyebab siswa zaman sekarang lebih berani bahkan melakukan tindak kekerasan terhadap guru. Sedangkan orangtua zaman dulu, ketika anaknya melakukan kesalahan lalu guru memukuli anaknya yang sebagai siswa, lalu ketika sampai di rumah siswa tersebut mengadu ke orangtuanya bahwa dia di pukul akibat kesalahannya, orangtua siswa tersebut malah ikut memukul anaknya. K arena memang anaknya yang salah. Tetapi orangtua zaman sekarang tidak terima apabila anaknya disalahkan, biarpun anaknya memang salah.

Apalagi anaknya sampai di pukul oleh guru yang bersangkutan. Maka dari itu siswa zaman sekarang berani melawan guru. Karena mereka berfikir orangtua mereka tetap membela mereka biarpun mereka salah. Tetapi dalam kasus ini sudah melampaui batas apalagi dalam kasus yang hingga menyebabkan gurunya tewas. Sungguh kelewatan dan tidak punya hati. Bayangkan saja jika guru yang menjadi korban tersebut adalah orangtua kita, tentu kita tidak terima.

Disini perlunya peran guru dan sekolah untuk mengajarkan siswanya soal bagaimana mereka harus berprilaku, bergaul dengan sesama, sopan santun, serta berprilaku positif lainnya. Siswa juga harus diberi pemahaman bahwa jika mereka melakukan perbuatan melanggar hukum, mereka akan mendapatkan dampaknya, baik dampak hukum maupun sosial. Tapi ada hal penting yang juga harus dikedepankan yaitu peran keluarga dalam mendidik anak dan menuntun anak berprilaku baik.

Kita tahu guru memiki peran penting dalam pembangunan bangsa. Guru memiliki peran yang sangat mulia. Merekalah yang mendidik, membina, dan membekali anak-anak kita dengan ilmu dan pengetahuan. Maka dari itu tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menghargai guru. Mari kita kembali menempatkan profesi guru sebagai profesi yang harus di hormati.

Mari kita hentikan setiap tindakan kekerasan terhadap guru dalam bentuk apapun dan oleh siapapun. Dan sebenarnya tidak saja pada guru, pada semua orang orang dalam profesi apapun. Karena hidup ini hanya sementara, maka jadikan hidup yang sekejap ini untuk menebarkan cinta dan kedamaian. Hentikan tindak kekerasan terhadap guru tidak saja menyangkut kekerasan dalam pengertian fisik tetapi juga kekerasan psikologis seperti ancaman, ejekan, olokan, penghinaan dan lain sebagainya yang merugikan guru dari sisi psikis.

Marilah kita baik sebagai orang tua, peserta didik, masyarakat atau siapapun untuk menghentikan semua tindakan kekerasan terhadap guru. Mulailah dari saat ini, dari diri kita sendiri dan keluarga kita. Ajarilah anak-anak kita untuk selalu mencintai dan menghargai guru.*

Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Administrasi Publik STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang