Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kampanye Imunisasi Campak-Rubella Berakhir, Pelayanan Tetap Berjalan
Oleh : Redaksi
Selasa | 08-01-2019 | 20:04 WIB
Anung-Sugihantono.jpg Honda-Batam
Dirjen P2P Kemenkes, dr Anung Sugihantono saat menjelaskan alasan penghentian kampanye imunisasi Campak-Rubella. (Kemenkes)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Kemenkes, dr Anung Sugihantono mengatakan, kampanye imunisasi campak-rubella dihentikan, tetapi pelayanan imunisasinya tetap dilanjutkan.

Dilansir situs resmi Kemenkes RI, keputusan tersebut berdasarkan rekomendasi sejumlah organisasi kedokteran seperti Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI).

"Statement kampanye campak dan rubella atas saran IDAI, Komnas KIPI, kita hentikan. Tetapi layanan imunisasi untuk campak dan rubella tetap dilanjutkan sebagai bagian dari pelayanan," ucap dr Anung kepada sejumlah wartawan di Ruang Pers Naranta Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Selasa (8/1/2019).

Esensi dari rekomendasi tersebut adalah masuknya imunisasi campak-rubella ke kegiatan imunisasi rutin lengkap.

Terkait belum tercapainya target imunisasi di luar Jawa, Anung menegaskan perlu menguatkan surveilans penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I). Hasil cakupan di Jawa tampak menunjukkan kasus camapak rubella menurun jauh setelah mencapai 100 persen pada 2017.

"Tetapi untuk meningkatkan cakupan yang di luar Jawa, surveilans PD3I harus ditingkatkan. Kami sekarang melakukan pemetaan risiko wilayah atau potensi wilayah yang perlu diwaspadai terjadinya PD3I. Variabelnya secara makro mencakup target imunisasi, kegiatan laporan surveilans, dan pelaporan surveilans pasif di RS," ucap dr Anung.

Lebih lanjut dr Anung menjelaskan, pelaporan pasif di RS bukan hanya soal cakupan, tetapi soal Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di rumah sakit. Hal ini harus dicermati karena congenital rubella syndrome misalnya, perlu perhatian dari beberapa dokter spesialis, yakni spesialis mata, THT, dan spesialis jantung untuk memastikan diagnosis bahwa seorang anak terkena congenital rubella syndrome.

"Karena belum semua RS di tingkat kabupaten/kota mempunyai 3 spesialis ini, inilah yang jadi tantangan kami ke depan dalam mengamati atau meminimalkan kejadian yang tidak diinginkan karena anak tidak diimunisasi," katanya.

Dalam 6 bulan ke depan, dr Anung mengharapkan akan ada data yang dapat diolah dari berbagai hal yang berkaitan dengan imunisasi, surveilans, dan risiko di lapangan saat dilakukan kampanye campak-rubella selama 2 tahun terkahir.

"Harapannya di akhir 2019 semua jenis cakupan imunisasi di atas 95 persen perkabupaten/kota di Indonesia," kata dr Anung.

Editor: Gokli