Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Forhati Sumbang Pemikiran kepada Pemerintah dalam Refleksi Akhir Tahun 2018
Oleh : Irawan
Minggu | 30-12-2018 | 15:04 WIB
hanifah_forhati.jpg Honda-Batam
Koordinator Presidium FORHATI, Hanifah Husain bersama Sekjen FORHATI, Jumrana Salikki

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Sebagai Alumni Himpunan Mahasiswa Islam, Forum Alumni HMI-wati (Forhati) konsisten memberikan sumbang pemikirian terhadap pemerintahan yang berkuasa saat ini. Forum yang berulang tahun ke 20 pada 12 Desember 2018 ini juga memberikan catatan refleksi akhir tahun pemerintahan Presidem Joko Widodo (Jokowi).

Koordinator Presidium Majelis Nasional Forhati Hanifah Husein, Minggu (30/12/2018) dalam ketarangannya mengatakan, ada enam aspek yang menjadi perhatian jajarannya selama 2018, dan diharapkan 2019 pemerintah bisa lebih peduli terhadap aspek tersebut.

Keenam aspek itu adalah bidang organisasi, kaderisasi dan kelembagaan; bidang pendidikan, agama dan sosial budaya; bdang ekonomi dan kewirausahaan; bidang politik, hukum dan HAM; bidang kesehatan dan lingkungan hidup, serta bidang kependudukan dan tenaga kerja.

Menurut Hanifah, dalam bidang politik, hukum dan HAM misalnya, sebagai bagian komponen masyarakat nasional yang ikut bertanggungjawab dalam menciptakan negara yang adil dan makmur, Forhati Nasional senantiasa akan mengedepankan hukum sebagai panglimanya, tidak membiarkan hukum liar, hukum jalanan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dan penuh kebencian.

"Oleh karena itu, perjuangan Forhati diharapkan akan menjadi inspirasi bagi ormas-ormas perempuan lainnya, khususnya ormas perempuan Islam. Disamping menyadarkan perempuan itu sendiri tentang hukum alias sadar hukum," kata Hanifah.

Sepanjang 2018 pemerintah belum sepenuhnya memusatkan perhatian pada penegakan hukum berkeadilan. Kebijakan- kebijakan pemerintah masih terkesan tidak adil dan tebang pilih.

Tidak hanya itu, penegak hukum cenderung disibukkan oleh praktik-praktik penegakan hukum untuk kasus-kasus tertentu, seperti ujaran kebencian yang multitafsir dan berdampak pada penurunan daya kritis masyarakat dalam berpartisipasi aktif korektif.

Demikian pula dengan aksi pemberantasan korupsi yang cenderung dilihat masyarakat belum menjangkau akar masalah yang sebenarnya.

"Kita dapat menyaksikan kasus-kasus keadilan yang terjadi, seolah-olah keadilan adalah milik orang kuat dari sisi apapun," ujarnya.

Sementara dalam bidang pendidikan, agama dan sosial budaya, terurtama dalam aspek sosialnya, Forhati menlihat sepanjang 2018 masih ada pembiaran atas ketimpangan atau melemahnya kualitas pelayanan pemerintah terhadap rakyat, antara lain ditandai krisis dalam penyelenggaraan jaminan sosial.

Kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, dehumanisasi melalui pembiaran atas penyimpangan moral seperti tertampak pada berkembangnya LGBT, narkoba, women and child trafficking, serta polarisasi paham keagamaan (antara lain Islam Nusantara) yang cenderung 'mendomestikkan ajaran Islam' dan dalam banyak hal bertentangan dengan esensi ajaran Islam yang bersifat universal dan kontemporer, sebagaimana dianut oleh sebagian terbesar umat Islam.

Aspek ekonomi, sepanjang tahun 2018 berlangsung berbagai persoalan asasi ekonomi yang menyeret bangsa ini ke dalam silent crisis yang tidak cukup kuat menghadapi beragam fakta brutal berupa fluktuasi perekonomian dunia yang dalam banyak hal menggoyahkan kekuatan moneter, dan berujung pada kondisi perekonomian bangsa secara keseluruhan.

Hanifah meminta Forhati di seluruh Indonesia secara sadar dan terus-menerus berpartisipasi aktif, kritis dan korektif dan bersedia bekerjasama dengan Pemerintah dan penyelenggara negara lainnya dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan rakyat, dari tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.

"Forhati harus mengambil inisiatif mewujudkan persatuan seluruh elemen masyarakat, negara, dan bangsa dalam mewujudkan masyarakat adil makmur," ujar Hanifah.

Editor: Surya